Abdurrahman bin Adh-Dhahhak bin Qais al-FihriAbdurrahman bin Adh-Dhahhak bin Qais al-Fihri (bahasa Arab: عبد الرحمن بن الضحاك بن قيس الفهري) adalah seorang gubernur Madinah (periode 720–723) dan Makkah (periode 721/2–723) pada abad kedelapan untuk Kekhalifahan Umayyah. KarierAbdurrahman adalah putra Adh-Dhahhak bin Qais al-Fihri, seorang pemuka suku Quraisy dari suku-suku Qais yang terbunuh dalam Pertempuran Marj Rahith pada tahun 684.[1] Ibunya bernama Mawiyah binti Yazid bin Jabalah bin Lam bin Hushain bin Ka'ab bin Ulaim dari Bani Kalb.[2] Ia sendiri diangkat menjadi gubernur Madinah pada awal tahun kekhalifahan Yazid bin Abdul-Malik (berkuasa 720–724), dan juga diberikan kekuasaan atas Makkah pada tahun 721 atau 722. Ia juga dipilih oleh Yazid untuk memimpin haji pada tahun 720, 721 dan 722.[3] Selama menjabat, Abdurrahman tidak disukai oleh tokoh-tokoh Madinah karena penolakannya untuk berkonsultasi dengan masyarakat terkemuka, dan dia dituduh memperlakukan para elite lamanya, kaum Anshar, dengan cara menghina. Ia memiliki hubungan yang sangat tegang dengan pendahulunya secara langsung, Abu Bakar bin Muhammad bin Amr bin Hazm, seorang anggota kaum Anshar, dan akhirnya Abu Bakar dicambuk setelah menerima instruksi dari khalifah untuk membuka penyelidikan atas perlakuan Abu Bakar terhadap Utsman bin Hayyan al-Murri.[4] Ia juga memberhentikan qadi Abu Bakar Abu Tuwalah Abdullah bin Abdurrahman al-Anshari dari jabatannya, dan digantikan oleh Salamah bin Abdullah al-Makhzumi.[5] Masa jabatan Abdurrahman tiba-tiba berakhir pada tahun 723 sebagai akibat perlakuannya terhadap Fatimah binti Husain, cucu perempuan Ali bin Abi Thalib, ketika Abdurrahman berusaha memaksanya untuk menikah dengan mengancam akan mencambuk putra sulungnya jika dia menolak. Fatimah membalas dengan mengadukan sikapnya kepada Yazid bin Abdul-Malik. Yazid menanggapinya dengan marah kemudian memecatnya dari jabatannya, mengenakan denda empat puluh ribu dinar terhadapnya, dan memerintahkan agar dia disiksa sehingga khalifah dapat mendengar teriakannya dari kediamannya di Suriah. Setelah mengetahui pernyataan yang menentangnya, Abdurrahman berusaha berlindung kepada saudara laki-laki khalifah, Maslamah bin Abdul-Malik, tetapi Yazid menolak untuk memberinya penangguhan hukuman dan dia akhirnya dikirim kembali ke Madinah untuk menjalani hukuman. Akibat hukumannya, dia menjadi melarat dan kemudian diriwayatkan terlihat mengemis di jalanan Madinah.[6] Referensi
Daftar pustaka
|