Adnan Lubis
Al Fadhil Haji Adnan Lubis (10 Mei 1910 – 21 Mei 1966) adalah seorang Politikus, Pendidik, Penulis dan Ulama Indonesia. Ia pernah menjabat Anggota Konstituante, Guru besar UISU dan Pendiri Universitas Al Washliyah.[1][2] Riwayat HidupLatar belakangNama lengkapnya ialah Al Fadhil Haji Adnan Lubis, ketika kecil akrab dipanggil Adnan. Lahir tanggal 10 Mei 1910 di Kampung Arab.Sebagai anak ke-3 dari 14 orang bersaudara dari orang tua bernama H. Hasan Kontas, seorang pedagang kain di Kedai Panjang, Kesawan, Medan. Sejak kecil ia telah menunjukkan kemauan yang keras untuk belajar. Pada tahun 1917 ia memasuki Sekolah Inggeris Anthony School kemudian masuk SD di Jalan Padang Bulan hingga tamat tahun 1925. Selain menuntut ilmu di sekolah kepunyaan Inggris tersebut, setelah pulang sekolah mengerjakan salat Zuhur, makan lalu pergi mengaji ke Maktab Islamiyah Tapanuli (MIT) di Jalan Hindu. Ia tinggal dengan orang tuanya di Jalan Kenari 12 Kampung Sekip Medan. Jika salat Jum'at ia berusaha untuk dapat melaksanakannya di Masjid Raya yang terletak di Jalan Sisingamangaraja. Dengan berjalan kaki pulang dan pergi kebiasaan itu biasa dilakukannya sejak kecil. Karena kesibukan belajar ia jarang bergaul. Pendidikan di luar negeriMelihat bakat dan kemauan yang demikian kedua orangtuanya menyuruh supaya melanjutkan studinya ke Mekkah.[3] Ketika pada tahun 1926 ia berumur 16 tahun, ia pun berangkat ke Mekkah bersama-sama dengan Syekh Nawawy yang kemudian menjadi Syekh jama'ah di Mekkah. Di Makkah ia memasuki Sekolah Madrasah Shalatiyah[4] setingkat Tsanawiyah) pada tahun 1931 sambil terus menghafal Al Qur'an hingga khatam. Biaya hidup dan pendidikan tetap dikirim orang tuanya walaupun kurang mencukupi.Guru-gurunya ketika itu antara lain: Syekh Hasan al-Masysyath, Syekh Abdullah al-Bukhary, Syekh Said Mukhsin, Syekh Mansurdan Syekh Zubier. Pada tahun 1934 Nadwah Colleges (Darul Ulum Nadwatul Ulama) Lucknow United Propince India, menyiarkan berita bahwa bagi mereka yang tamat kelas VI dapat memperoleh beasiswa di perguruan tersebut. Maka ia pun mencalonkan diri dan berhasil memperoleh beasiswa.Sedangkan teman-temannya seperti H. Miskuddin dan H. Mukhtar melanjutkan ke Kairo.Lucknow merupakan sebuah kota bersejarah bagi Hindu, dan pada awal abad ke 20 telah mempunyai beberapa Institut antara lain Lucknow University, juga telah mempunyai industri-industri besar serta merupakan pusat Muslim Syi'ah bagi India. Ia berlayar menuju Bombay sendirian dari Mekkah, Setelah berlabuh perjalanan dilanjutkan dengan kereta api lebih kurang 2000 km dari Bombay. Di tengah jalan seorang India yang tidak dikenal bermurah hati mengajak beliau bermalam dirumahnya, kemudian dilanjutkan sampai ke Lucknow suatu kota yang masih sangat asing baginya yang mengharuskannya untuk menyesuaikan diri dengan mempelajari bahasa Urdu. Sepanjang hari ia mengunakan waktu untuk belajar, memulai karier mengarang atau menerjemahkan disamping harus memenuhi keperluan sehari-hari. Lima tahun lamanya ia belajar di Lucknow memperdalam berbagai ilmu pengetahuan agama dan bahasa Arab, demikian juga ilmu-ilmu ekonomi dan politik, hingga akhirnya ia lulus ujian dan karena itu ia mendapat gelar Al Fadhil (gelar yang diberikan bagi orang yang menguasai ilmu agama dan ilmu umum). Guru-guru yang mengajar ketika itu antara lain: Syekh Mas’ud al-Lam, Syekh asy-Syibli, Syekh Sulaiman an-Nadwy dan Syekh Tarmizi. Kembali ke Tanah airPada Mei 1939 ia pulang ke tanah air bersama H. Nawawy. Kedatangannya disambut oleh keluarga dengan mengadakan upacara penyambutan. Setelah sebulan kedatangannya ia menikah dengan seorang gadis bernama Rachmah binti Abd. Malik Nasution dari perkawinannya ia mendapat anak dua putri dan tujuh putra. Ketika masyarakat di sekitarnya, terutama dari Muslim India mengetahui bahwa ia adalah alumni dari Madrasah Shalatiyah Mekah dan an-Nadwah College Lucknow India, mulailah mereka berdatangan meminta agar ia sudi mengajar mereka. Ketika itu guru-guru dari luar negeri masih sangat jarang dan masalah khilafiyah sering menjadi pembicaraan. Ia dapat menjelaskan masalah khilafiyah tersebut dengan memberikan dalil-dalil yang tepat. Pada 15 Juli 1940 ia diangkat menjadi Anggota PB. Al Washliyah dan mengajar di Madrasah Muallimin dan Muallimat Al Washliyah sampai tahun 1945.Pada tahun 1946 ia turut membentuk Jawatan Agama Islam yang kemudian dipindahkan ke Tebing Tinggi. Sewaktu agresi Belanda pertama beliau mengungsi ke Binjai, kembali ke Medan lalu berangkat ke Tebing Tinggi dengan keluarganya dan di sinilah ia menjabat sebagai Sekretaris Jabatan Agama Islam Sumatra Timur. Ia turut aktif dalam Badan Pertahanan Al Washliyah yang dipimpin oleh Udin Syamsuddin. Kemudian beliau pindah ke Tanjung Balai atas permintaan H. Dahlan untuk mengajar di Perguruan Menengah Islam (PMI). Pada Musyawarah Alim ulama Sumatra Timur tahun 1947 ia hadir atas nama perwakilan dari Guru Sekolah PMI Tanjung Balai, dan menangani bidang fatwa. Selanjutnya ketika Belanda menyerang dan menduduki Tebing Tinggi dan Tanjung Balai, Ia mengungsi ke Rantau Prapat dan ketika Rantau Prapat dimasuki tentara Belanda pada clash ke II bersama dengan Arsjad Thalib Lubis kembali ke Medan, setelah penyerahan kedaulatan ia turut aktif dalam kampanye Partai Masyumi menghadapi pemilihan umum yang pertama. Riwayat karierKarier dan kegiatannya antara lain sebagai berikut:[1]
Meninggal duniaTahun 1965-1966, Ia kena tekanan darah tinggi, dan pada tanggal 21 Mei 1966 penyakit tersebut kambuh hingga tidak sadarkan diri dengan tanda cema apoplecticum (pendarahan di otak, akibat pecahnya pembuluh darah) dan menyebabkannya meninggal dunia. Ia dikebumikan di tanah wakaf Muslimin Jalan Sei Deli di samping makam ayahnya Hasan Kontas. Referensi
Catatan kaki
|