Share to:

 

Adu penalti

Tendangan penalti Lahm Cech Final Liga Champions 2012

Adu penalti, atau lebih tepat disebut adu tendangan penalti, merupakan cara dipakai untuk menentukan pemenang dalam sebuah pertandingan sepak bola yang harus diakhiri dengan kemenangan/kekalahan (tidak bisa seri). Adu penalti dilakukan setelah pertandingan berlangsung 90 menit dan dilanjutkan dengan 2 kali 15 menit perpanjangan waktu namun keadaan masih seri. Biasanya cara ini dipergunakan pada sistem gugur. Walaupun pelaksanaannya mirip, adu penalti dilakukan mengikuti peraturan yang berbeda dari tendangan penalti. Hasil dari adu penalti tidak dimasukkan dalam perhitungan skor (jadi keadaan tetap seri), ia hanya digunakan untuk menentukan pemenang.

Sejarah

Konon adu penalti pertama kali diusulkan oleh seorang wasit dari Penzberg, Bavaria, Jerman yang bernama Karl Wald pada tahun 1970. Pada saat itu, jika keadaan seri setelah perpanjangan waktu pemenang ditentukan dengan undian menggunakan koin. Karena menganggap cara ini sangat untung-untungan, ia mengusulkan adu penalti kepada ketua persatuan sepak bola Bavaria. Usul ini pertama kali ditolak namun setelah dilobi oleh tim pengusul, baru usulan ini diterima. Setelah diteruskan ke Persatuan Sepak Bola Jerman (DFB) dan diterima, segera kemudian aturan ini diterapkan pula di UEFA dan Fédération Internationale de Football Association. Klaim lain mengatakan bahwa adu penalti diusulkan pertama kali di Inggris.

Adu penalti pertama kali dilakukan di Inggris pada tahun 1970 antara Hull City dan Manchester United dalam Watney Cup (piala liga di Inggris) dan dimenangi Manchester United.

Penentuan kejuaraan internasional besar yang pertama kali ditentukan dengan adu penalti adalah pada Final Kejuaraan Eropa UEFA 1976, yaitu antara Cekoslowakia melawan Jerman Barat. Cekoslowakia menang dengan 5-3.

Empat final Piala Dunia FIFA tercatat harus diselesaikan dengan adu penalti: Final Piala Dunia FIFA 1994 di Stadion "Rose Bowl" Pasadena, California, AS antara Brasil dan Italia (dimenangi oleh Brasil dengan 3-2); final Piala Dunia Wanita FIFA 1999 di stadion yang sama antara tim Amerika Serikat dan China (AS menang dengan 5-4); Final Piala Dunia FIFA 2006 di Stadion Olimpiade Berlin, Jerman, yang dimenangi oleh Italia dengan menundukkan Prancis 5-3 setelah keadaan imbang 1-1 hingga perpanjangan waktu usai; dan final Piala Dunia Wanita FIFA 2011 antara Jepang dan Amerika Serikat di Commerzbank Arena, Jerman (Jepang menang 3-1) setelah keadaan imbang 2-2 hingga perpanjangan waktu.

Beberapa liga di dunia pernah menggunakan adu penalti untuk menghindari seri. Sekitar tahun 1980-an, Liga Hungaria, Yugoslavia, dan Norwegia, mencoba adu penalti bila hasil pertandingan seri, dengan format sama seperti format nilai J. League di bawah. Peraturan ini kemudian dihapus. Di Amerika Serikat, Major League Soccer juga pernah menggunakan adu penalti untuk menghindari hasil seri. Sementara di Asia, Jepang dengan J. League juga pernah menggunakan adu penalti bila pertandingan seri tidak dapat diselesaikan dengan perpanjangan waktu dengan format perolehan nilai 3 poin untuk kemenangan pada waktu normal, 2 poin kemenangan pada waktu tambahan, 1 poin untuk kemenangan dalam adu penalti, dan 0 poin untuk kekalahan.

Prosedur

Berikut ini adalah ringkasan prosedur adu (tendangan) penalti. Prosedur ditentukan dalam Law 10 (Menentukan Hasil Pertandingan) dalam Laws of the Game (halaman 71).[1]

Steven Pressley mencetak gol ketika Hearts melawan Gretna dalam adu penalti Final Piala Skotlandia 2006
Tendangan penalti penentu Didier Drogba dalam Final Liga Champions UEFA 2012
  1. Wasit melempar undi koin untuk memutuskan gawang sebelah mana yang akan dipergunakan. Pilihan gawang dapat diubah oleh wasit untuk alasan keamanan atau jika gawang atau permukaan permainan menjadi tidak dapat dipergunakan.[1]
  2. Wasit melempar undi koin ke-2 kalinya untuk menentukan tim mana yang akan menendang pertama.
  3. Semua pemain selain penendang dan penjaga gawang harus tetap berada di dalam lingkaran tengah lapangan (lihat atas).
  4. Setiap tendangan dilakukan secara umum seperti tendangan penalti. Setiap tendangan dilakukan dari titik penalti, yang berjarak 11 m (12 yard) dari garis gawang dan berjarak sama dari setiap garis sentuh, dengan gawang yang dijaga oleh penjaga gawang lawan. Penjaga gawang harus tetap berada di antara tiang gawang di garis gawangnya sampai bola ditendang, meskipun mereka dapat melompat di tempat, melambaikan tangan, bergerak dari sisi ke sisi di sepanjang garis gawang, atau mencoba mengalihkan perhatian penendang.
  5. Setiap tim bertanggung jawab untuk mengatur urutan pemainnya yang memenuhi syarat melakukan tendangan.
  6. Setiap penendang hanya boleh menendang bola sekali. Sekali ditendang, penendang tidak boleh memainkan bolanya lagi. Keputusan melakukan tendangan ulang sepenuhnya merupakan kebijaksanaan wasit.
  7. Tidak ada pemain lain di kedua tim, selain penendang dan penjaga gawang yang ditunjuk, boleh menyentuh bola.[1]
  8. Sebuah tendangan akan menghasilkan gol yang dicetak untuk tim penendang jika, telah disentuh sekali oleh penendang, bola melewati garis gawang antara tiang gawang dan di bawah mistar gawang, tanpa menyentuh pemain mana pun, ofisial, atau agen luar selain penjaga gawang yang bertahan. Bola mungkin menyentuh penjaga gawang, tiang gawang, atau mistar berapa kali pun sebelum masuk ke gawang selama wasit yakin bahwa gerak bola tersebut merupakan hasil tendangan awal. Hal ini diklarifikasi setelah sebuah insiden pada adu penalti Piala Dunia FIFA 1986 antara  Brasil dan  Prancis. Tendangan Bruno Bellone memantul keluar dari tiang, mengenai punggung penjaga gawang Carlos Roberto Gallo, dan selanjutnya melambung ke gawang. Wasit Ioan Igna memberikan gol kepada Prancis, dan kapten Brasil Edino Nazareth Filho dikartukuningkan karena memprotes bahwa tendangan tersebut seharusnya dianggap gagal begitu tendangannya membentur tiang. Pada 1987, IFAB mengklarifikasi Law 14, mencakup tendangan penalti, untuk mendukung keputusan Igna.[2]
  9. Ke-2 tim bergiliran melakukan tendangan dari titik penalti, sampai masing-masing telah melakukan 5 tendangan. Akan tetapi, jika salah satu tim telah mencetak lebih banyak gol daripada yang bisa dicapai lawannya dengan semua sisa tendangannya, adu penalti langsung berakhir, terlepas dari jumlah tendangan yang tersisa; dasar ini disebut "terbaik dari 5 tendangan". Dalam Final Piala Dunia FIFA 2006, sebagai contoh, adu tendangan penalti berakhir setelah Fabio Grosso dari Italia mencetak gol ke-5 timnya, meskipun faktanya Prancis (di 3) masih punya 1 tendangan lagi untuk diambil. Begitu juga, dalam Final Piala Dunia FIFA 2022, tendangan ke-4 Argentina yang sukses dilakukan Gonzalo Montiel berhasil meraih trofi, meskipun faktanya Prancis dan Argentina, keduanya memiliki 1 tendangan tersisa.
  10. Jika setelah 5 putaran tendangan, kedua tim mencetak jumlah gol yang sama (atau tidak ada tim yang berhasil mencetak gol), maka ronde tambahan masing-masing satu tendangan digunakan sampai salah satu tim mencetak gol dan tim lainnya gagal. Ini dikenal sebagai sudden death.
  11. Tim yang mencetak gol terbanyak di akhir adu penalti adalah pemenang pertandingan.
  12. Hanya pemain yang berada di lapangan pada akhir permainan atau absen sementara (cedera, menyesuaikan perlengkapan, dll) diizinkan untuk berpartisipasi dalam adu penalti.[1] Jika pada akhir pertandingan dan sebelum atau selama adu penalti, salah satu tim mempunyai lebih banyak pemain di lapangan dibandingkan tim lainnya, entah akibat cedera atau kartu merah, maka pihak dengan kelebihan pemain harus mengurangi jumlah pemain supaya cocok dengan lawannya; ini dikenal sebagai "kurangi untuk menyamakan". Sebagai contoh, jika Tim A memiliki 11 pemain tapi Tim B hanya memiliki 10, maka Tim A memilih 1 pemain untuk dikecualikan. Pemain dikecualikan dengan cara ini tidak dapat mengambil bagian lebih lanjut dalam prosedur ini, entah sebagai penendang atau penjaga gawang, kecuali bahwa mereka dapat digunakan untuk menggantikan penjaga gawang yang cedera selama adu penalti. Aturan ini diperkenalkan oleh Dewan Asosiasi Sepak Bola Internasional pada bulan Februari 2000 karena sebelumnya tendangan ke-11 akan dilakukan oleh pemain ke-11 (yaitu yang terlemah) dari tim berkekuatan penuh dan pemain pertama (yaitu yang terkuat) dari tim yang lemah.[3] Perubahan aturan pada tahun 2016 menghilangkan kemungkinan tim memperoleh keuntungan seperti itu jika seorang pemain cedera atau dikeluarkan dari lapangan selama adu penalti.[4]
  13. Sebuah tim dapat mengganti kiper yang cedera saat adu penalti dengan pemain pengganti (dengan ketentuan tim belum menggunakan jumlah pemain pengganti maksimum yang diperbolehkan oleh kompetisi) atau oleh pemain yang sebelumnya dikecualikan berdasarkan ketentuan 'kurangi untuk menyamakan'.[1]
  14. If a goalkeeper is sent off during the shoot-out, another player who finished the game must act as goalkeeper.[1]
  15. If a player, other than the goalkeeper, becomes injured or is sent off during the shoot-out, then the shoot-out continues with no substitution allowed. The opposing team must reduce its numbers accordingly.[1]
  16. Any player remaining on the pitch may act as the goalkeeper, and it is not required for the same player to have acted as a goalkeeper during the game.
  17. No player is allowed to take a second kick until all other eligible players on their team have taken a first kick, including the goalkeeper.
  18. If it becomes necessary for players to take another kick (because the score has remained equal after all eligible players have taken their first kick), players are not required to kick in the same order.[1]
  19. Kicks from the penalty mark must not be delayed for a player who leaves the field of play. The player's kick is forfeited (not scored) if the player does not return in time to take a kick.
  20. The referee must not abandon the match if, during the kicks, a team is reduced to fewer than seven players.[1]

Lihat pula

Referensi

  1. ^ a b c d e f g h i Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama Laws
  2. ^ Carosi, Julian (July 2006). "The Corsham Referee Newsletter". Diarsipkan dari versi asli tanggal 6 October 2008. Diakses tanggal 20 June 2008.  and IFAB (13 June 1987). "III.8(a) Proposal by the Scottish Football Association: Law XIV—Penalty Kick" (PDF). Minutes of the AGM. Llandudno: Soccer South Bay Referee Association. hlm. 18–22. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 30 April 2011. Diakses tanggal 29 November 2009. 
  3. ^ "The Laws change and the game gets better". FIFA. 1 August 2000. Diarsipkan dari versi asli tanggal 14 May 2008. Diakses tanggal 30 June 2008. 
  4. ^ Hinch, Will. "Football Law Changes 2016/17". Pitchero. Diarsipkan dari versi asli tanggal 7 August 2016. Diakses tanggal 14 June 2016. 


Kembali kehalaman sebelumnya