Akal
Akal adalah suatu peralatan rohaniah manusia yang berfungsi untuk membedakan yang salah dan yang benar, serta menganalisis sesuatu yang kemampuannya sangat tergantung luas pengalaman dan tingkat pendidikan, baik formal maupun informal. Jadi, akal dapat didefinisikan sebagai salah satu peralatan rohaniah manusia yang berfungsi untuk mengingat, menyimpulkan, menganalisis dan menilai apakah sesuai benar atau salah.[1] Namun, karena kemampuan manusia dalam menyerap pengalaman dan pendidikan tidak sama, tidak ada kemampuan akal antar manusia yang benar-benar sama.[1] Akal dan LogisAkal berasal dari bahasa Arab yaitu 'aql yang secara bahasa berarti pengikatan dan pemahaman terhadap sesuatu.[2] Pengertian lain dari akal adalah daya pikir (untuk memahami sesuatu), kemampuan memahami lingkungan, atau kata lain dari 'pikiran' dan 'ingatan'. Dengan akal, manusia dapat melihat diri sendiri dalam hubungannya dengan lingkungan sekeliling, juga dapat mengembangkan konsepsi-konsepsi mengenai watak dan keadaan diri manusia sendiri, serta melakukan tindakan berjaga-jaga terhadap rasa ketidakpastian yang esensial hidup ini.[3] Akal dapat berarti jalan atau cara melakukan sesuatu, daya upaya, dan ikhtiar.[2] Akal juga mempunyai konotasi negatif sebagai alat untuk melakukan tipu daya, muslihat, kecerdikan, kelicikan.[4] Akal pikiran tidak hanya digunakan untuk sekadar makan, tidur, dan berkembang biak. Namun, akal juga mengajukan beberapa pertanyaan dasar mengenai asal-usul, alam, dan masa yang akan datang.[3] Kemampuan berpikir mengantarkan kepada suatu kesadaran mengenai betapa tidak kekal dan tidak pastinya kehidupan ini.[3] Freud membagi manusia menjadi tiga wilayah pokok, antara lain:
Maksud dari ketiga konsep tersebut adalah bahwa manusia memiliki kebutuhan mutlak yang tidak dapat ditawar-tawar dan dipercayakan kepada insting. Di sisi lain, manusia memiliki kebutuhan ini sehingga diberikan akal (ego) yang berperan strategis dalam perencanaan bentuk pemuasan terhadap insting (id). Meskipun demikian, akal harus menyesuaikan pemuasan tersebut dengan sesuai dengan kenyataan yang rasional serta tuntutan adat kebiasaan sosial dan kepercayaan (superego).[3] Selain itu, Kant juga berpendapat bahwa apa yang manusia anggap sebagai rasional adalah suatu pemikiran yang masuk akal dalam ukuran hukum alam.[5] Misalnya, alasan pesawat terbang yang beratnya ratusan ton dapat terbang adalah hal yang rasional karena pesawat itu telah dirancang sesuai dengan hukum alam. Lain halnya dengan cerita Nabi Musa yang melemparkan tongkatnya ke tanah, lantas tongkat itu menjadi ular. Hal tersebut dapat dikatakan tidak rasional karena, menurut hukum alam, adalah tidak mungkin tongkat dapat berubah menjadi ular.[5] Kebenaran LogisKebenaran Logis dibagi menjadi dua, yakni
PerkembanganPada awal kelahirannya, akal manusia tidak memiliki pengetahuan sama sekali. Namun, manusia memiliki potensi pengetahuan di dalam akalnya sejak lahir. Potensi ini membuat akal mampu mengetahui segala sesuatu. Kemampuan akal ini disebabkan adanya potensi yang disebut dengan konsep ketersiapan.[6] Akal yang dimiliki oleh seorang anak kemudian mulai menyimpan pengetahuan-pengetahuan dasar yang bersifat aksioma. Pengetahuan mendasar ini berbentuk konsepsi maupun pembenaran.[6] Setelah memiliki banyak pengetahuan aksiomatik, anak mulai memahami pengetahuan-pengetahuan yang bersifat spekulasi. Pemahaman ini bertambah seiring perubahan fisik dan mentalnya menuju tahap dewasa. Pengetahuan spekulatif ini meliputi konsepsi dan pembenaran.[7] Akal yang telah berkembang ini disebut sebagai akal aktual. Akal ini memberikan kemampuan kepada manusia untuk memahami benda-benda partikular yang ada di sekelilingnya dengan pemahaman yang bersifat universal.[8] Lihat pulaReferensiCatatan kaki
Daftar pustaka
|