Albertus Budi Susanto
Dr. Albertus Budi Susanto, S.J. adalah seorang rohaniwan dan antropolog Indonesia. Saat ini, ia berprofesi sebagai dosen di Program Pascasarjana Ilmu Religi dan Budaya Universitas Sanata Dharma Yogyakarta sekaligus menjabat sebagai Direktur Lembaga Studi Realino di universitas yang sama sejak tahun 1990. PendidikanIa lulus dari Program Antropologi Universitas Indonesia pada tahun 1980, dan meraih gelar Ph.D dari Cornell University (1983-1989) USA, dalam bidang Antropologi Budaya. Selain Antropologi Budi Susanto S.J juga memiliki latar belakang di bidang Filsafat dan Teologi. Sejumlah fellowships dan honors telah ia terima termasuk fellowships di Georgetown University (USA), dan College of the Holy Cross in Worchester, Massachusetts (USA). KarierMelalui Lembaga Studi Realino (LRS) yang dipimpinnya Budi Susanto, yang adalah seorang pastor dan juga antropolog banyak menyumbang kajian-kajian poskolonialitas di Indonesia salah satunya adalah Membaca Poskolonialitas di Indonesia, (Yogyakarta: Penerbit Kanisius & Lembaga Studi Realino) yang merupakan suatu upaya rekonstruksi berbagai peristiwa kekerasan di Indonesia seperti kekerasan Mei 98 yang ternyata bukanlah konflik antar golongan.[1] Bersama Ford Foundation, KARINA KAS dan SAV PUSKAT, LSR juga memproduksi sebuah Film “Cerita dan Cita RBM” (24 menit) yang meraih juara pertama, kategori “Awards of Distinction” dalam Festival Film Niepokalanow di Polandia, Mei 2009 dengan sutradara Haryo Sentanu Murti. Kerjasama Lembaga yang ia pimpin itu juga telah menghasilkan dokumentasi program Rehabilitasi Bersumber daya Masyarakat (RBM) ini yaitu: Berjuang bersama (korban) gempa, Hidup ber(se)sama cedera sumsum tulang belakang dan Roda Hidup Kursi Roda. Dokumentasi ini menjadi referensi bagi keluarga yang mengalami dampak gempa Jogjakarta PemikiranDalam bukunya Ketoprak: The Politics of the Past in the Present Day Budi Susanto mengungkapkan a ketoprak play probably tries to reassure its community, to acknowledge that modernization an unfamiliar world – has somehow caused the loss of (the past) social consensus and harmony. Bahwa Ketoprak merupakan suatu seni pertunjukan yang mencoba membuat masyarakat paham bahwa modernisasi dengan berbagai cara telah menggerus konsensus dan harmoni sosial yang dimiliki di masa lalu. Menurut Budi Susanto juga "Ketoprak not only helps people to “read” the signs, it also “writes” them. Once again, in contrast to our tendency to assume that language (pricesly in Indonesian: budi bahasa) is there to communicate some truth about the world, it is better discerned as instantiating, exemplifying, or hinting at, the ineffable". Ketoprak tidak hanya sebagai sarana bagi orang untuk membaca tanda-tanda, tetapi juga menulisnya, sehingga adalah lebih baik untuk memperlakukan tanda-tanda (bahasa) dalam suatu pertunjukan ketorpak sebagai isyarata, contoh atau sesuatu yang merepresentasikan hal-hal yang tak terlukiskan.[2]. Karya-karyaKarya Budi Susanto antara lain: Rekayasa Kekuasaan Ekonomi (Indonesia 1800-1950): Siasat Pengusaha Tionghoa, Peristiwa Yogya 1992: siasat politik massa rakyat kota, Politik penguasa dan siasat pemoeda: nasionalisme dan pendudukan Jepang di Indonesia, ABRI: siasat kebudayaan 1945-1995; Cosmopolitan Bataks In Tarutung North Sumatera; "Belum Tahu Dial": Ketoprak dan Nasionalisasi Ratu Kidul; Kuasa Media Masal, Siasat Kebudayaan dan Pengaruh Teo-Logi; Ketoprak, The Politic of The Past, In The Present-day Java; Catholicism and Chatolic Ceremony In Indonesia Heritage, Siasat Kebudayaan, Imajinasi Penguasa dan Identitas Poskolonial. Dari banyak artikel, buku (baik sebagai penulis dan atau editor) dan jurnal karya Budi Susanto S.J yang telah diterbitkan, berikut adalah beberapa diantaranya:
Referensi
|