Anathapindika
Anathapindika (Pāli: Anāthapiṇḍika; Sanskerta: Anāthapiṇḍada) adalah seorang saudagar dan bankir kaya, diyakini merupakan saudagar terkaya di Savatthi pada masa Buddha Gautama. Lahir dengan nama Sudatta, dia mendapat julukan Anathapindika, arti harfiah "seseorang yang memberi sedekah kepada orang miskin", karena reputasinya yang gemar bederma kepada mereka yang membutuhkan. Anathapindika adalah murid awam utama dan penyokong terbesar Buddha Gautama, dan dikenal sebagai murid awam Sang Buddha yang terkemuka dalam kemurahan hati. Anathapindika sering disebut sebagai Anathapindika-setthi (setthi berarti "hartawan" atau "jutawan"), dan kadang-kadang disebut sebagai Mahā Anāthapindika untuk membedakannya dari Cūla Anāthapindika, murid Buddha yang lain. BiografiBertemu dengan BuddhaKanon Pali menggambarkan pertemuan pertama Anathapindika dengan Buddha terjadi di Rājagaha. Saat berbisnis, Anathapindika pergi mengunjungi saudara iparnya, yang sudah menjadi pengikut Buddha. Ketika sampai di rumah saudara ipar ini, dia mendapati bahwa rumah tangga tersebut sedang mempersiapkan sebuah pesta yang rumit, dan keliru menganggapnya sebagai persiapan untuk pernikahan atau kunjungan dari raja.[1] Ketika Anathapindika bertanya mengenai persiapannya, saudara iparnya menjelaskan bahwa mereka sedang melakukan persiapan untuk menerima kunjungan dari Buddha (Yang Tercerahkan) dan para bhikkhunya. Mendengar ini, Anathapindika menjadi sangat gembira, sambil berseru, "Maksud Anda bahwa makhluk yang tercerahkan sepenuhnya telah muncul di dunia?", dan segera memutuskan untuk menemuinya.[2] Keesokan harinya Anathapindika bangun pagi untuk menemui Buddha, namun menyadari bahwa hari masih gelap. Namun dia tetap melanjutkan, setelah seorang yaksa yang ramah berbisik di telinganya dan mendorongnya untuk melanjutkan. Sepanjang sisa malam itu, Anathapindika berjalan dengan tekad bulat. Selang beberapa waktu, dia melihat dalam kabut fajar sesosok orang berjalan dengan tanpa suara ke belakang dan ke depan. Anathapindika berhenti. Anathapindika akhirnya mencapai sosok yang memanggilnya "Sudatta" dan memintanya untuk maju. Terkejut mendengar nama lahirnya, yang tidak diketahui masyarakat umum, dia menyimpulkan bahwa sosok tersebut pastilah Buddha, dan maju ke depan. Buddha kemudian berdiskusi dengannya dan menjelaskan Empat Kebenaran Mulia, kemudian Anathapindika menyadari Jalan Tengah dan mencapai tingkat kesucian Sotapanna, sebuah tingkatan dari pencerahan.[1][2][3] Membangun Vihara JetavanaSetelah pertemuan pertama Anathapindika dengan Buddha, dia mengundang untuk mempersembahkan makanan kepadanya, yang diterima Sang Buddha, dan kemudian bertanya kepada Buddha apakah dia boleh membangun sebuah vihara untuknya dan para bhikkhu di kampung halamannya, Savatthi, yang disetujui oleh Buddha.[1] Tak lama kemudian, Anathapindika kembali ke Savatthi untuk mencari tempat untuk membangun vihara. Mencari tempat yang mudah dijangkau oleh para umat awam sekaligus cocok untuk hidup bertapa, dia menemukan sebuah taman milik Pangeran Jeta, putra Raja Pasenadi dari Kosala. Anathapindika menawarkan untuk membeli taman dari pangeran namun pangeran menolak, setelah Anathapindika bertahan, sang pangeran bercanda mengatakan bahwa dia akan menjual taman kepadanya jika dia menutupi taman tersebut dengan koin emas, dan hal ini disetujui oleh Anathapindika.[2][4] Anathapindika kemudian kembali dengan gerobak yang penuh dengan kepingan emas untuk menutupi taman. Ketika Pangeran Jeta menyatakan bahwa dia hanya bercanda, Anathapindika dan pangeran pergi ke penengah yang menyimpulkan bahwa Pangeran Jeta harus menjual taman itu dengan harga yang disepakati. Setelah melihat tekad Anathapindika, Pangeran Jeta juga menawarkan untuk membangun tembok dan gerbang untuk vihara tersebut. Setelah itu, Anathapindika menghabiskan beberapa juta kepingan emas lagi untuk membangun vihara dan perabotnya, dalam apa yang kemudian dikenal sebagai Vihara Jetavana, juga sering disebut dalam kitab suci Buddhis sebagai "Vihara Anathapindika".[1][2] Referensi
Pranala luar |