Anugerah Kagum Karya Utama
PT Anugerah Kagum Karya Utama Tbk (atau Kagum Group) adalah sebuah perusahaan publik di Indonesia (IDX: AKKU) yang bergerak sebagai perusahaan investasi, terutama di anak usahanya yang bergerak dalam usaha properti. Berkantor pusat di Grand Asia Afrika Residence, Jl. Karapitan, Lengkong, Bandung,[1] perusahaan ini telah beberapa kali mengganti nama dan bidang usaha yang digelutinya. Manajemen
Kepemilikan
Anak usaha
Terkecuali PT Kagum Mahakarya Investasi, anak-anak usaha seluruhnya berbasis di Bandung.[2] Perusahaan mengoperasikan apartemen, dan sejumlah hotel yang berbasis di Bandung, Jakarta, Yogyakarta dan Bali dalam merek seperti "Gino Feruci" dan "Serela".[3] SejarahAneka Kemasindo UtamaPT Anugerah Kagum Karya Utama Tbk didirikan pada tanggal 5 April 2001 dengan nama PT Aneka Kemasindo Utama,[2] yang bergerak di bidang manufaktur produk-produk plastik dalam bentuk galon air, botol dan gelas (cup) untuk minuman. Pabrik Aneka Kemasindo berada di Kawasan Industri Jatake, Tangerang, Banten.[4] Pabriknya sendiri sesungguhnya sudah direncanakan jauh sebelum perusahaan ini didirikan, yaitu pada tahun 1997 dengan investasi Rp 98,8 miliar.[5] Tiga tahun setelah berdiri, tepatnya pada 1 November 2004, Aneka Kemasindo melepas sahamnya (go public) sebanyak 80 juta lembar dengan harga penawaran Rp 220. Saham ini dicatatkan di Bursa Efek Jakarta dengan kode emiten AKKU.[6] Per 30 April 2004, total aset perusahaan ini tercatat mencapai Rp 20,523 miliar dengan laba bersih Rp 601 juta, dan per 31 Desember 2003, total asetnya adalah Rp 16,142 miliar, dengan laba bersih Rp 849 juta.[7] Meskipun demikian, kinerja perusahaan tercatat tergantung pada kenaikan harga bahan baku, seperti polipropilena dan biaya lainnya seperti harga bahan bakar minyak.[8] Sempat juga perusahaan merencanakan akan membangun pabrik baru.[9] Pada tahun 2007, sekitar 70% produksinya dijual langsung ke produsen minuman, sisanya ke distributor.[10] Belakangan, kondisi perusahaan yang dimiliki oleh PT Jeje Yutrindo Utama (juga memiliki PT Yulia Sekurindo Tbk, sebuah perusahaan efek)[11] ini menurun sejak tahun 2007,[12] dengan pada tahun 2009 merugi Rp 5,66 miliar dan di tahun 2010 Rp 4,68 miliar.[4] Alam Karya UnggulPada tahun 2010, kepemilikan PT Jeje dan PT Yulia Sekurindo di perusahaan ini menghilang, digantikan Oil and Gas Ventures Limited yang memegang 84% saham PT Aneka Kemasindo Utama Tbk.[4] Oli and Gas Ventures membeli saham itu pada 16 November 2010.[13] Seiring pergantian kepemilikan, nama PT Aneka Kemasindo Utama Tbk diganti menjadi PT Alam Karya Unggul Tbk di tanggal 16 Juni 2011. Direksi perusahaan kemudian juga diganti pada saat yang sama.[14][13] Dinyatakan juga bahwa perusahaan ini akan segera menjual bisnis plastiknya selama ini kepada PT Asia Prima Packaging seharga Rp 9,76 miliar untuk membayar utang.[15] Penjualan bisnis plastik itu beriringan dengan upaya perusahaan banting setir menjadi perusahaan pertambangan batu bara yang dirasa lebih menjanjikan dibanding bisnis sebelumnya, yang akhirnya diresmikan pada Juni 2013. Akuisisi kemudian dilakukan pada PT Borneo Mining Kontraktor, perusahaan kontraktor alat-alat tambang yang berbasis di Samarinda pada 26 Juli 2013. Sebelumnya, Alam Karya Unggul juga mendirikan PT Swastika Muliajaya dan PT Eka Swastika Sedaya pada 24 Juli 2013, dan melepas anak usahanya di bidang plastik, yaitu PT Aneka Plastindo Yutama (eks-Aneka Kemasindo).[16] Perubahan usaha ini tercatat bisa menaikkan pendapatannya, dari Rp 1,6 miliar pada 2012 menjadi Rp 6,31 miliar pada 2013 walaupun masih merugi.[17] Tidak hanya itu, perusahaan juga menjajaki rencana membangun smelter pertambangan dan membeli pertambangan lain.[12] Namun, belakangan kenaikan pendapatan itu belum bisa menutupi kerugian dan piutang yang masih dideritanya. Belakangan, ditambah belum dipenuhinya jumlah pemegang saham minimal 300 pihak sebagai perusahaan publik, perdagangan saham Alam Karya Unggul Tbk resmi disuspensi Bursa Efek Indonesia (BEI) sejak 28 Juni 2013. Suspensi ini tercatat tidak kunjung dicabut hingga dua tahun kemudian, menyebabkan perusahaan ini berpotensi delisting (dihapus pencatatannya).[18] Pihak manajemen sendiri sempat berencana untuk melepas anak usahanya, PT Borneo Mining Kontraktor dan sebagai gantinya terjun di bisnis hotel dengan akuisisi.[19] Belakangan, baru pada 28 Desember 2015, suspensi perdagangan itu dicabut.[20] Anugerah Kagum Karya UtamaLewat mekanisme rights issue di November 2016[6] yang melibatkan 6,19 miliar saham (Rp 101/lembar), pemegang saham mayoritas perusahaan ini sejak 2010, Oil and Gas Ventures Limited, melepas kepemilikan di Alam Karya Unggul Tbk kepada PT Eka Mandiri Anugerah Sejahtera. Kemudian, AKKU mengakuisisi PT Kagum Mahakarya Jaya yang sebelumnya merupakan anak usaha PT Eka Mandiri.[21][22] Seiring rencana rights issue itu, sejak 3 Oktober 2016, nama PT Alam Karya Unggul Tbk resmi berganti menjadi PT Anugerah Kagum Karya Utama Tbk.[23] Usahanya kemudian juga berubah lagi, menjadi bisnis properti. Dengan anak usaha dari PT Kagum Mahakarya yang baru saja diakuisisi (atau bisa disebut juga backdoor listing), PT Anugerah Kagum Karya Utama Tbk memiliki beberapa properti di Bandung seperti Grand Asia Afrika dan The Jarrdin.[24] Direncanakan perusahaan akan membangun pusat pariwisata di Karangasem, Bali dan properti di Setiabudi, Bandung dengan modal masing-masing Rp 235 dan 365 miliar. Untuk mendanai perusahaan ini, Anugerah Kagum siap menjual 10-15% sahamnya kepada investor.[25] Anugerah Kagum Karya Utama sendiri memiliki 3 anak usaha, yang salah satunya adalah perusahaan hotel yang diakuisisi sebelumnya di tahun 2015, satu anak usaha eks-Alam Karya Unggul dan satu anak usaha yang baru diakuisisi.[26] Meskipun awalnya sempat menarik perhatian investor yang menaikkan harga sahamnya,[27][28] namun dalam perkembangannya minat pelaku pasar modal pun menurun dan sejak 2018 harga sahamnya lebih sering tercatat di level terendah (Rp 50/lembar).[24] Pada tahun 2017, 2018 dan 2019, tercatat perusahaan ini merugi Rp 19,6 miliar, Rp 9,6 miliar dan Rp 163,7 miliar.[29][30] Kerugian ini tercatat masih terjadi pada 2020 dan 2021, sementara proyek di Bali dan Setiabudi, Bandung yang direncanakannya tidak kunjung berjalan sehingga hanya bisa meraih keuntungan dari hotel (21 unit di berbagai daerah, tetapi masih berokupasi rendah di bawah 50%) dan penjualan unit apartemen yang dikelolanya lewat anak usaha.[24][31] Malahan, salah satu anak usaha dari PT Kagum Mahakarya yang dimiliki AKKU, PT Kagum Lokasi Emas, harus menghadapi Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) di tahun 2018 lantaran pembangunan apartemen Grand Asia Afrika Residence mangkrak.[32] Belakangan, malah perusahan ini sempat beberapa kali terlambat menyampaikan laporan keuangannya.[33][34] Rujukan
Pranala luar |