Badan Penasihatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan
Badan Penasihatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (sekarang) disingkat BP4 adalah Organisasi perkumpulan yang bersifat sosial keagamaan sebagai mitra Kementerian Agama dan instansi terkait lain dalam upaya meningkatkan kualitas perkawinan umat Islam di Indonesia untuk membimbing, membina dan mengayomi keluarga muslimin di seluruh Indonesia. BP4 berdiri secara resmi pada tanggal 3 Januari 1961 di Jakarta, Indonesia berdasarkan SK Menteri Agama RI No.85 tahun 1961 yang menetapkan kepengurusan BP4. Saat ini BP4 Pusat dipimpin oleh Ketua Umum BP4 Pusat periode 2019 - 2024 Prof. Dr. KH. Nasaruddin Umar, MA. dan Sekretaris Umum, Dr. H. Anwar Saadi, MA., serta dikukuhkan oleh Menteri Agama Jenderal TNI (Purn.) Fachrul Razi pada hari Selasa, tanggal 18 Februari 2020 M/ 24 Jumadil Akhirah 1441 H di Kementerian Agama Republik Indonesia, Jalan Lapangan Banteng Barat No 3-4, Jakarta Pusat,[2] sesuai hasil Musyawarah Nasional BP4 XVI pada 3 November 2019 di Jakarta[3] Sejak tahun 1987 BP4 Pusat berkantor di Masjid Negara Istiqlal Ruang 66 menyiratkan pesan bahwa BP4 mendapat amanat untuk ikut mengamalkan pesan Surat 66 at-Tahrim ayat 6 dan salah satu pesan dari 6 hak antara sesama muslim, yaitu jika dia minta nasihat kepadamu berilah nasihat. BP4 Pusat khususnya hingga saat ini tiap hari kerja masih tetap konsisten memberikan pelayanan Konsultasi Perkawinan dan Penasihatan Hukum.[4] SejarahBP-4 Langkah Awal di Jawa Barat. BP4 berdiri sebagai bentuk keprihatinan dan kepedulian terhadap kualitas perkawinan umat Islam di Indonesia. Dari berbagai versi disebutkan istilah BP4 pertama lahir di Bandung provinsi Jawa Barat pada hari Ahad, tanggal 3 Oktober 1954 atas inisiatif Arhata (Abdur Rauf Hamidy), almarhum Kepala Jawatan Urusan Agama Provinsi Jawa Barat saat itu. Pada hari dan tanggal tersebut diadakan musyawarah atau pertemuan yang dihadiri sekitar 100 orang terdiri dari wakil-wakil instansi pemerintah, tokoh masyarakat, para 'ulama, para pimpinan organisasi sosial Islam dan nasional. Bertempat di Ruang Sidang DPRD kota Bandung dari Jam 09:00 pagi sampai 13:00 WIB. Arhata sebagai pimpinan sidang mengemukakan konsep pembentukan organisasi BP-4 (Badan Penasihat Perkawinan dan Penyelesaian Perceraian)yang bertujuan mempertinggi nilai perkawinan dan mewujudkan rumah tangga bahagia, dengan berusaha memberikan nasihat kepada khalayak ramai serta yang berkepentingan dalam soal-soal perkawinan, thalak dan rujuk dan memberikan nasihat perdamaian bagi suami isteri yang retak perkawinannya dan diancam perceraian. Alasan-alasan yang dikemukakan adalah angka perceraian yang semakin menaik hingga mencapai angka sekitar 60 - 80% dibanding nikah dan rujuk. Dan banyaknya terjadi perkawinan anak-anak di bawah umur. Selanjutnya disepakati dibentuk organisasi BP-4 dengan Arhata sebagai Ketua merangkap formatur susunan pengurus lengkap berikut penyempurnaan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ ART). Pada tanggal 17 September 1956, Menteri Agama K.H. Muhammad Ilyas (menteri) (untuk membedakan dengan tokoh lain, yaitu K.H. Muhammad Ilyas Ruhiat, Rais 'Aam PBNU periode 1992 - 1999) menerima dan menyambut baik Delegasi BP-4 Jawa Barat yang terdiri dari: Arhata, Ny. Dunah Pardjaman, dan Ny. Theresiah Kamarga menyampaikan hasil-hasil Konperensi BP-4 Jabar ke I yang telah dilaksanakan pada tanggal 28 - 31 Agustus 1956 di Bandung yang juga dihadiri Gubernur Jawa Barat saat itu Raden Mohamad Sanusi Hardjadinata dan juga H. S. M. Nasaruddin Latif mewakili Menteri Agama. P-5 di Jakarta. Pada tanggal 7 Maret 1956 di Jakarta tercatat berdiri organisasi P-5 (Panitia Penasihat Perkawinan dan Penyelesaian Perceraian) sejenis dengan BP-4 di Jawa Barat. P-5 di dahului dengan terbentuknya SPP (Seksi Penasihat Perkawinan) tanggal 4 April 1954 atas gagasan H.S.M. Nasaruddin Latif, almarhum Kepala Kantor Urusan Agama di Jakarta Raya atas persetujuan Sekjen Kementerian Agama R.M. Kafrawi yang kemudian pada tanggal 7 Maret 1956 yang bertugas mendamaikan perselisihan suami isteri, yaitu mencegah perceraian sepanjang persoalannya belum dimajukan ke Pengadilan Agama dengan Ketua P-5 pertama, Ny.S.R. Poedjotomo. BKRT di Yogyakarta. Pada tanggal 7 Maret 1958 di Yogyakarta dirintis berdiri BKRT (Badan Kesejahteraan Rumah Tangga) yang tokohnya antara lain Ibu AR. Baswedan, K.H. Ahmad Badawi (saat itu Kepala Bagian Ibadah Sosial pada KUA Daerah Istimewa Yogyakarta), K.H. Farid Ma'ruf (saat itu Kepala KUA Daerah Istimewa Yogyakarta)yang kemudian menjadi Ketua Umum pertama BKRT. BP4 bersifat Nasional. Pada bulan Januari 1960 dalam pertemuan Pengurus BP4 Tingkat I se-Jawa disepakati bahwa organisasi-organisasi BP4 yang bersifat lokal akan disatukan menjadi BP4 yang bersifat nasional. Kemudian hasil Konperensi Dinas Departemen Agama ke VII tanggal 25 - 30 Januari 1961 di Cipayung Jakarta diumumkan berdirinya BP4 Pusat (yang bersifat nasional). Dalam Anggaran Dasar baru tersebut ditetapkan bahwa organisasi ini berkedudukan di Jakarta dan bertujuan: (1) Mempertinggi nilai perkawinan. (2) Mencegah perceraian yang sewenang-wenang. (3) Mewujudkan susunan rumah tangga yang bahagia sejahtera sesuai tuntunan Islam. Pada 17 Oktober 1961 sesuai usul Pengurus BP4 Pusat No.1/BP4/61, keluar Surat Keputusan Menteri Agama No.85 tahun 1961 yang menetapkan BP4 sebagai satu-satunya badan yang berusaha pada bidang penasihatan perkawinan dan pengurangan perceraian mengenai nikah, talak dan rujuk. Dan tanggal 8 Juli 1961, menyusul SK Menteri Agama, hasil musyawarah antara Kepala Jawatan Urusan Agama dengan Pengurus BP4 Jawa Barat dan P-5 Jakarta Raya ditetapkan susunan Pengurus BP4 Pusat yang pertama dengan Ketua H. Siswosoedarmo dan dilantik oleh Menteri Agama K.H.Wahib Wahab tanggal 20 Oktober 1961. Dinamika, Fungsi, dan PeranBP4 kemudian mengalami dinamika sejalan dengan perkembangan zaman. Sejak awal berdiri BP4 senantiasa konsisten dalam menjaga keutuhan keluarga dan ikut berperan bersama organisasi keagamaan dalam mendorong lahirnya UU No.1 tahun 1974 Tentang Perkawinan yang diharapkan dapat meningkatkan kualitas perkawinan penduduk Indonesia khususnya kaum muslim yang menjadi mayoritas di negeri ini. Menurut Hj. Zubaidah Muchtar, lahir di Batang, 11 Oktober 1936 (kini usia 79 tahun dan masih aktif) seorang tokoh muslimah, konsultan, mediator di Pengadilan Agama, trainer yang pernah menjadi politisi sebagai anggota DPR termuda, di usia 20-an, aktivis di berbagai organisasi Islam seperti PII, BMOIWI (Badan Musyawarah Organisasi Islam Wanita Indonesia) dan BP4 turut berjuang dan menyaksikan lahirnya BP4 dan UU No.1 tahun 1974 menyatakan: "Sejak berdirinya BP4 mendapat dukungan baik dari berbagai ormas perempuan terutama yang berazaskan Islam dan para tokoh masyarakat serta tokoh agama. Di antara pendukung ada yang duduk sebagai anggota pengurus. Hanya untuk jabatan Ketua Umum, Sekretaris dan bendahara menurut AD (Anggaran Dasar) dijabat secara ex officio oleh pejabat struktural di bidang Urusan Agama Islam Departemen Agama di semua jenjang, di Pusat oleh Direktur Urais, di provinsi oleh Kabid Urais, di Kabupaten oleh Kasi Urais dan di kecamatan oleh kepala KUA. Hal ini dimaksudkan melibatkan tanggung jawabnya dan mempermudah semua urusan sebagai konsekwensinya. Ketika awal-awal BP4 berdiri tahun 1954 data talak di P2NTR ( Petugas Pencatat Nikah Talak dan Rujuk) di atas 55%. Pada saat sekitar tahun 1966 data tersebut menjadi menjadi 45%. Artinya dalam waktu 10 tahun, BP4 telah ikut menurunkan angka perceraian 10% dari 55% tahun 1955 menjadi 45% pada tahun 1966. Dengan demikian BP4 ada andilnya dalam turunnya angka perceraian. Alhamdulillah kegiatan dan kerja berat BP4 tidak sia-sia melainkan ada hasilnya. Kebijakan Departemen Agama di bawah kepemimpinan Jenderal H.M. Soeharto sebagai presiden terhadap BP4 tidak mengalami perubahan. Artinya mendudukan BP4 sebagai Organisasi Semi Resmi. Adanya respon positif dan dukungan dari Kementerian Agama tersebut, BP4 memanfaatkan kondisi kondusif untuk sekali lagi mendesak pemerintah agar segera menyampaikan RUU Pernikahan Umat Islam kepada DPRGR." BP4 dalam memperjuangkan adanya UU Perkawinan tidak mengenal putus asa. BP4 bekerjasama dengan Kowani dan BMOIWI mendorong ditetapkannya UU Perkawinan. Pada saat itu, Hj. Zubaidah Muchtar, Ibunda dari Valina Singka Subekti ini sebagai presidium BMOIWI melakukan dengar pendapat dan menyampaikan input kepada Fraksi PPP. Konperensi BP4 ke II tahun 1970 kembali mencetuskan desakan tersebut kepada Pemerintah. Pada tahun 1971 diselenggarakan Pemilihan Umum sebagai pemenuhan kehendak konstitusi UUD 1945. Selanjutnya DPR hasil Pemilu menyelenggarakan Sidang Umum MPR yang hasil utamanya adalah memilih dan menetapkan Jenderal Soeharto sebagai Presiden RI. Setelah MPR hasil Pemilu menyelenggarakan Sidang Umum tahun 1972, BP4 mengadakan Konperensi ke III yang rekomendasinya mendesak Pemerintah agar mewujudkan adanya UUP (Undang-Undang Perkawinan). Presiden sebagai hasil Pemilu tentu ingin memenuhi kehendak rakyat yang menuntut agar segera diadakan UU Perkawinan. Untuk itu dalam waktu relatif singkat pemerintah dapat menyusun RUU dimaksud dan pada tanggal 31 Juli 1973 disampaikan oleh Menteri Kehakiman kepada DPR. DPR hasil Pemilu pun juga ingin mewujudkan prestasinya semaksimal mungkin untuk memenuhi janjinya dalam kampanye. Maka dalam relatif singkat RUUP (Rancangan Undang-Undang Perkawinan) tersebut dibahas secara maraton dan hasilnya pada tanggal 22 Desember 1973 sebagai Hari Ibu, RUU itu disahkan menjadi UU Perkawinan secara bulat sepakat oleh empat fraksi yaitu: PPP, PDI, Golkar dan ABRI. Dalam Lembaran Negara UU tersebut dicatat sebagai UU No.1 Tahun 1974 (di singkat UUP) Tentang perkawinan. Perlu diingat bahwa kronologis terwujudnya UU tersebut tidak terlepas dari peran serta BP4 dengan kata lain BP4 punya andil –bahwa BP4 ada perannya itu diakui oleh Menteri Kehakiman saat itu, Prof. Oemar Seno Adji, SH dalam penjelasannya di hadapan Sidang Paripurna DPR September 1973. Perlu diketahui bahwa lahirnya UUP, bukan tanpa goncangan yang gawat baik di dalam Gedung DPR terutama di tengah masyarakat. Tanpa adanya lobbying antara fraksi-fraksi dan pemerintah niscaya berbagai crusial point, bisa gagal dan akan mengalami jalan buntu. Berkat adanya kesadaran bersama dalam lobby tersebut akhirnya tercapai konsensus bersama dengan Fraksi PPP (P3) atas lima hal pokok sebagai berikut:
Konsekuensi UUP bagi BP4Sebelum adanya UUP, ada kerjasama antara Pengadilan Agama (PA) dan BP4 yaitu agar suami istri yang akan bercerai sebelum ke Pengadilan Agama hendaknya ke BP4 terlebih dahulu untuk didamaikan. Bila tidak berhasil yang bersangkutan dikirim ke Pengadilan Agama oleh BP4. Tetapi dengan UUP Pasal 39 ayat (1) sebagai berikut: “Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan yang berwenang setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.” Dengan demikian upaya mendamaikan menjadi kewajiban Pengadilan Agama oleh karena masalah perceraian menjadi kewenangan Pengadilan Agama konsekuensinya nama BP4 diubah kepanjangannya berdasarkan SK Menag No.30 tahun 1970 menjadi: “Badan Penasihat Perkawinan, Perselisihan dan Perceraian. Berkaitan dengan UU Peradilan Agama No.7 tahun 1989 sebagai perubahan atas UU No.14 tahun 1970 dengan Asas Peradilan mudah, murah dan cepat. Pasangan suami istri yang akan melakukan perceraian dapat langsung mendaftar ke Pengadilan Agama tak harus konsultasi terlebih dahulu ke BP4. UU No.20/ 1997 Tentang PNBP (Pendapatan Negara Bukan Pajak) belum sempat dilaksanakan. Oleh sebab itu Orde Reformasi mengeluarkan Peraturan Pemerintah No.73/1999 Tentang Cara Penggunaan PNBP. Isi PP tersebut antara lain dikatakan bahwa dana yang berasal dari PNBP hanya dapat digunakan oleh pihak yang memungutnya. Adanya peraturan tersebut di atas, BP4 terkena imbasnya. Sejak reformasi BP4 tidak dapat memperoleh dana secara langsung dari Kemenag sebab tidak ada dana non budgeter dari NR (Nikah dan Rujuk). Akibatnya sangat fatal karena seluruh jajaran BP4 dari pusat hingga daerah. Tidak dapat menjalankan program dan kegiatannya termasuk kursus calon pengantin oleh KUA. Stagnasi BP4 yang kondisinya bagaikan kerakap di atas batu mati tak hendak hidup tak mau. Kondisi itu cukup lama dari tahun 1998 – 2008, yaitu 10 tahun. Dalam Munas BP4 ke XIV tahun 2009 di Jakarta, timbul paradigma baru sebagai solusi dari ketidakpastian kedudukan BP4 yang dikatakan semi resmi di lingkungan Depag. Sebagai lembaga pemerintah bukan tetapi sebagai swadaya masyarakat bukan sehingga mengalami kesulitan dalam bernapas –mencari sumber dana ke pemerintah terhalang UU No.20/1997 Tentang PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak), tetapi mencari dana ke masyarakat sulit karena selama ini dipahami BP4 itu bagian Departemen/ Kementerian Agama. Berdasarkan permasalahan tersebut Munas mengambil keputusan perlunya BP4 mandiri dengan merobah AD dan ART. Sifat dan jenis organisasiSifat organisasi BP4 dirumuskan sebagai berikut: “BP4 adalah organisasi mandiri, profesional yang bersifat sosial keagamaan sebagai mitra Kementerian Agama dalam mewujudkan keluarga sakinah mawaddah warahmah (Pasal 3 AD/ ART BP4).”[5] Jenis organisasi BP4 adalah perkumpulan (Pasal 1, Pasal 2 dan Pasal 5 Statblad 1870 No. 64 sebagaimana terakhir diubah dengan Staatsblad 1904 No. 271 tentang pekumpulan Berbadan Hukum, pasal 1653 sampai Pasal 1665 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, dan peraturan perundang-undangan yang mengatur perkumpulan) dan Akta Pendirian Perkumpulan BP4 No.08 tanggal 22 Maret 2010 oleh Notaris Saifuddin Arief, S.H.,M.H (setelah Munas XIV BP4 tahun 2009) serta Pasal 11 (ayat 1) UU No.17 Tahun 2013 Tentang Ormas .[6].[7] Daftar Ketua
Susunan Pengurus PusatPeriode 2019 - 2024Dewan Penasihat
Dewan Pakar
Dewan Pengurus
Divisi-Divisi
Sekretariat
Referensi
Pranala luar
Daftar PustakaBuku
|