Bahasa Wiyot
Bahasa Wiyot (juga disebut sebagai Wishosk) atau Soulatluk (lit. 'rahangmu') adalah bahasa Algik [5] yang dituturkan oleh suku Wiyot pada Teluk Humboldt, California. penutur jati terakhir bahasa Wiyot, yaitu Della Prince, meninggal pada tahun 1962. Bahasa Wiyot (bersamaan dengan Bahasa Yurok) pertama kali diperkirakan memiliki hubungan kekerabatan dengan bahasa-bahasa Algonquia oleh Edward Sapir pada tahun 1913, walaupun perkiraan tersebut sempat diperdebatkan. Dikarenakan jauhnya letak geografis antara bahasa Wiyot, Yurok, dengan bahasa-bahasa Algonquia, keabsahan hubungan genetiknya sangatlah diperdebatkah oleh para ahli bahasa Amerika; seperti yang dikatakan oleh Ives Goddard , masalah ini "memiliki implikasi yang mendalam bagi prasejarah Amerika Utara".[6] Namun, pada tahun 1950-an, hubungan genetik antara bahasa Wiyot, Yurok, dengan bahasa-bahasa Algonquia telah ditetapkan, dan penggunaan istilah Algic untuk menyebut sebuah rumpun bahasa yang terdiri atas Algonquia, Wiyot, dan Yurok.[7] Pemerintah Amerika Serikat mulai menggunakan bahasa Wiyot dalam video, kamus online, dan kalender tahunan untuk meningkatkan penggunaan bahasa Wiyot.[8] FonologiKonsonanKarl V. Teeter menerbitkan tata bahasa deskriptif modern bahasa Wiyot pada tahun 1964. Datanya, yang diberikan oleh Della Prince segera sebelum kematiannya, sangat penting untuk meneliti hubungan genetik antara bahasa-bahasa Algonquia dengan bahasa Wiyot, dan secara efektif mengakhiri konflik ilmiah seputar masalah tersebut. Semua data linguistik di bawah ini berasal dari karyanya yang diterbitkan oleh University of California Press. Konsonan-konsonan bahasa Wiyot yang dicatat oleh Teeter,[9] diberikan dalam tabel di bawah, dengan ortografi nya yang ditulis dalam huruf tebal serta padanan AFI (Alfabet Fonetik Internasional) nya yang ada dalam tanda kurung.
Vokal
Suku kataSuku kata dalam bahasa wiyot selalu dimulai dengan konsonan, yang selanjutnya diikuti oleh vokal. Vokal yang diikuti oleh konsonan bisa saja diucapkan dengan panjang maupun pendek. Jika vokalnya pendek, maka suku kata akan diakhiri dengan konsonan yang sama seperti pada konsonan yang ada di awal suku kata. Oleh karena itu, semua suku kata bertipe non-akhir pada bahasa Wiyot adalah suku kata berat (yaitu suku kata dengan inti bercabang atau rima bercabang), sehingga mempunyai struktur CVV atau CVC. Suku kata bertipe akhir bisa jadi berat maupun tidak berat. Konsonan yang berada pada akhir suku kata diperpanjang pengucapannya dalam pembicaraan "sehari-hari/non-formal", tetapi tidak ditulis sebagai huruf ganda dalam ortografi. Misalnya, dalam kata palógih, yang berarti 'menggelepar', huruf 'l' diperpanjang pengucapannya. Jadi, pada kata tersebut, suku kata pertama diakhiri dengan 'l', dan suku kata kedua dimulai dengan 'l', dan kedua suku kata tersebut dianggap berat. Teeter describes the "weight" of Wiyot syllables as one of the language's most salient features for speakers of English. He adds that voiced sounds tend to be exceptionally long in spoken Wiyot, a feature that adds to the perceived phonological heaviness of the language. Teeter menggambarkan bahwa suku kata bahasa Wiyot yang memiliki "bobot yang berat" merupakan salah satu fitur bahasa yang paling menonjol bagi penutur bahasa Inggris. Dia menambahkan bahwa bunyi yang disuarakan cenderung diucapkan sangat panjang dalam bahasa Wiyot "sehari-hari/non-formal", sehingga menambah bobot fonologis bahasa tersebut. Aksen nadaKata-kata dalam bahasa Wiyot dikelompokkan ke dalam frase aksen nada, yang dipisahkan dengan tanda koma saat penulisannya. Di dalam frase-frase tersebut, muncul pola-pola teratur dari tekanan suku kata dan panjang vokal. Penekanan, nada, dan panjang vokal meningkat secara bertahap dari awal frasa aksen, hingga suku kata kulminatif dalam frasa aksen tercapai, setelah itu nada akan turun drastis, kecuali jika itu adalah suku kata terakhir dari frasa aksen tersebut. Dalam situasi seperti itu, frasa aksen akan diakhiri dengan nada tinggi. Vokal dari suku kata kulminatif memiliki aksen yang akut atau berat, sehingga penekanan terakhir menunjukkan nada tinggi, serta penekanan yang pertama menunjukkan nada tinggi yang turun dengan cepat. Aksen berat hanya muncul jika suku kata kulminatif adalah suku kata terakhir dari kelompok nafas, yaitu kelompok frase aksen. Akhir dari kelompok nafas ditandai dengan periode, terutama pada nada yang relatif lebih rendah. Frasa aksen menjelang akhir kelompok napas mengikuti pola pemanjangan bertahap dan peningkatan nada yang sama, meskipun nada relatifnya lebih rendah dibandingkan dengan frasa aksen sebelumnya. Kelompok pernapasan diakhiri dengan melemahnya kekuatan artikulasi secara umum, yang diikuti dengan jeda diam secara nyata. Contohkowa baktéthohlabił, búl, kiš dókwahl, ku lulawá, kud kuhwil. łekoku lulawìl. 'Dia mulai membuang papan-papan rumah itu, berpikir dengan sia-sia, 'Aku akan mengambil kembali pria itu.' Dia tidak pernah mengambilnya kembali' Penggalan narasi dalam bahasa Wiyot tersebut terdiri dari dua kelompok nafas: yang pertama berisi lima frase aksen, yang kedua hanya berisi satu frase aksen. Frasa aksen pertama dari kelompok nafas pertama, yaitu "kowa baktéthohlabił", memberi tekanan pada suku kata keempat. Vokal dari 'suku kata kulminatif' tersebut, yaitu 'e', memiliki aksen yang tajam dan diucapkan dengan nada yang lebih tinggi dibandingkan dengan vokal lain dalam frasa tersebut. Vokal tersebut juga diperpanjang relatif terhadap vokal lain dalam frasa tersebut. Setelah suku kata kulminatif tersebut, tinggi nada dan panjang vokal berkurang dengan cepat hingga akhir frasa aksen. Kelompok nafas kedua hanya berisi satu frase aksen, łekoku lulawìl. Di sini, suku kata kulminatif muncul di akhir frase aksen, yang menunjukkan bahwa nada dan panjang meningkat melalui frase hingga vokal terakhir, yang dimulai dengan nada tinggi yang turun dengan cepat. Artikulasi tersebut diindikasikan dengan aksen rendah di atas vokal 'i'. Aksen tersebut hanya muncul jika suku kata kulminatif adalah suku kata terakhir dari kelompok nafas, seperti dalam contoh tersebut. ProsesTeeter mencatat banyak proses morfofonemik yang dialami kata dan frasa Wiyot. Beberapa di antaranya tercantum di bawah ini. Konsonan letup henti, seperti [pʰ] dan [kʰ], mengalami deaspirasi saat berada di posisi akhir kata. Jadi, dalam kata "hutóphahl", tóph, berarti 'akar cemara' diaspirasikan, [tɑpʰ]; ketika morfem yang sama muncul dalam isolasi, itu diartikulasikan tanpa aspirasi di akhir konsonan, [tɑp]. Ketika setiap elemen yang diakhiri dengan /o/ diikuti oleh elemen lain yang dimulai dengan /b/ atau /w/, /la/ akan disisipkan. Misalnya pada kalimat "kado-la-wal-áh", 'Saya tidak melihatnya', "la" mengikuti unsur penyangkalan "kado", dan "la" sendiri tidak memiliki arti. When any two vowels, or any three consonants that cannot occur as a phonological cluster, are combined due to morphological construction, the general tendency is for the second element to be eliminated. This is not true in the case of a laryngeal combining with a consonant cluster, in that order. In such a situation, the initial laryngeal element is eliminated. RevitalisasiDengan kematian Della Prince pada tahun 1962, bahasa Wiyot menjadi bahasa yang punah. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, suku Wiyot telah berupaya merevitalisasi bahasa tersebut. Suku tersebut mengiklankan kursus bahasa di situs web mereka dan menerbitkan teks-teks berbahasa Wiyot untuk didistribusikan, seperti kalender. Referensi
|