Bahaya informasiBahaya informasi (bahasa Inggris: information hazard atau infohazard) adalah risiko yang muncul dari penyebaran informasi asli yang dapat menyebabkan kerugian atau memungkinkan beberapa agen informasi tersebut menyebabkan kerugian seperti yang didefinisikan oleh filsuf Nick Bostrom pada tahun 2011[1] atau berdasarkan definisi dalam konsep sensitivitas informasi. Ini adalah gagasan yang bertentangan dengan gagasan kebebasan informasi karena menyatakan bahwa beberapa jenis informasi terlalu berbahaya untuk dapat diakses oleh setiap orang, karena mereka dapat dirugikan olehnya atau merugikan orang lain. Hal ini terkadang menjadi alasan informasi diklasifikasikan berdasarkan kepekaannya. Salah satu contohnya adalah instruksi untuk membuat senjata termonuklir[2]. Mengikuti petunjuk ini dapat menyebabkan kerugian besar bagi orang lain, oleh karena itu membatasi orang yang berhak memiliki akses ke informasi ini demi mencegah kerugian bagi orang lain. KlasifikasiMenurut Bostrom, ada dua kategori utama bahaya informasi yang didefinisikan. Yang pertama adalah Bahaya adversarial yaitu ketika beberapa informasi dapat dengan sengaja digunakan oleh pelaku kejahatan untuk menyakiti orang lain. Kategori lainnya adalah di mana kerugian tidak disengaja, namun hanya merupakan konsekuensi yang tidak diinginkan yang membahayakan bagi orang yang mempelajarinya. Bostrom juga mengusulkan beberapa himpunan bagian dari kategori utama ini, termasuk jenis berikut:
Dalam bioteknologiMenurut Bostrom, bahaya data menjadi perhatian khusus di bidang biologi dan patologi. Pengetahuan tentang jenis penyakit yang berpotensi berbahaya dapat menyebabkan kepanikan yang meluas jika diketahui oleh media atau pihak ketiga melalui fearmongering atau analisis yang tidak tepat terhadap wabah penyakit oleh orang-orang yang tidak ahli[3]. Beberapa ahli di bidang ini ingin meningkatkan proses peninjauan sejawat untuk menghindari masalah ini dengan menghentikan rilis informasi yang tidak terverifikasi. Selain itu, ketersediaan informasi tentang urutan DNA penyakit atau susunan kimiawi racun dapat menyebabkan bahaya adversarial, karena pelaku kejahatan dapat menggunakan informasi ini untuk menciptakan kembali bahaya biologis ini sendiri[4]. Dalam keamanan informasiMenurut Bostrom, konsep bahaya informasi juga relevan dengan keamanan informasi. Banyak badan pemerintah, publik, dan swasta memiliki informasi yang dapat diklasifikasikan sebagai bahaya data yang dapat merugikan orang lain jika bocor. Hal ini dapat disebabkan oleh bahaya yang bersifat adversarial atau bahaya ide. Untuk menghindari hal ini, banyak organisasi menerapkan kontrol keamanan tergantung pada kebutuhan mereka sendiri atau kebutuhan yang ditetapkan oleh badan pengatur[5]. Dalam ranah ini, Indonesia pernah mengalami kebocoran data KTP Elektronik dari peladen yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil (Ditjen Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Adapun data yang bocor tersebut berisi data nama ibu kandung yang merupakan salah satu verifikasi keamanan dalam dunia perbankan dan layanan lainnya. Peristiwa peretasan informasi tersebut pertama kali diwartakan oleh Daily Dark Web di media sosial Twitter pada 15 Juli 2023. Ditjen Dukcapil Kemendagri bekerjasama dengan BSSN (Badan Siber dan Sandi Negara), Kemenkominfo dengan pemangku kepentingan terkait telah melaksanakan dua agenda kegiatan, yaitu audit investigasi dan mitigasi preventif untuk menanggulangi kejadian tersebut[6]. Dalam hukumKebutaan yang disengaja adalah upaya untuk menghindari mengaburkan atau menyesatkan suatu kasus dengan menghindari gagasan bahwa suatu fakta adalah benar jika tidak dapat dibuktikan dari pengetahuan. Ini adalah upaya untuk menghindari bahaya informasi yang dapat merugikan kasus hukum dengan menempatkan informasi yang salah atau diasumsikan dalam pikiran juri[7]. Dalam sastraIde tentang pengetahuan terlarang yang dapat membahayakan orang yang mengetahuinya ditemukan dalam banyak cerita pada abad ke-16 dan ke-17. Di dalamnya, cerita-cerita ini menyiratkan atau secara eksplisit menyatakan bahwa beberapa pengetahuan berbahaya bagi penonton atau orang lain dan sebaiknya disembunyikan[8]. Dalam budaya populerIde tentang bahaya informasi tumpang tindih dengan gagasan tentang tren yang berbahaya atau penularan sosial. Di dalamnya, pengetahuan tentang tren tertentu dapat mengakibatkan replikasinya, seperti dalam kasus tren viral tertentu yang dapat membahayakan secara fisik bagi mereka yang mencobanya[9]. Contoh lain bahaya informasi yang pernah terjadi adalah informasi tentang adanya pembatasan sosial secara mendadak yang mendorong masyarakat untuk melakukan beli panik (bahasa Inggris: panic buying) yang menyebabkan terjadinya kelangkaan sembako, masker, dan alat-alat kesehatan di tengah masyarakat [10]. Referensi
|