Bandar Udara Internasional Sultan Aji Muhammad Sulaiman Sepinggan (bahasa Inggris: Sultan Aji Muhammad Sulaiman Sepinggan International Airport) (IATA: BPN, ICAO: WALL), sebelumnya bernama Bandar Udara Sepinggan,[3][4] adalah bandar udara yang melayani penerbangan untuk Kota Balikpapan, Kalimantan Timur dan diproyeksikan menjadi salah satu dari tiga gerbang udara menuju ibu kota negara yang baru.[5] Bandar udara ini dioperasikan oleh PT Angkasa Pura I dan dibuka pada tanggal 6 Agustus1997. Bandara ini memiliki luas 300 hektar.[rujukan?]
Pada 6 April 1844, Armada Belanda di bawah pimpinan Letnan (laut) I T Hooft menyerang kota Tenggarong. Hal ini menjadi kelanjutan dari pertikaian antara kerajaan Kutai Kartanegara dan pemerintah Inggris yang terjadi pada tahun tersebut. Sekitar 500-600 rumah dan Mesjid Agung dibakar akibat peristiwa ini. Sekitar lima bulan setelahnya, pada tanggal 11 Oktober 1844, Sultan Salehuddin dari Kerajaan Kutai Kertanegara dan Arnoldus Laurens Weddik sebagai wakil Pemerintah Hindia Belanda menandatangani kontrak politik. Salah satu isi dari kontrak politik ini adalah pengakuan pemerintah Hindia Belanda sebagai penguasa di seluruh Kesultanan Kutai; mengakhiri kedaulatan kerajaan Kutai.[6]
Pengganti Aji Muhammad Salehuddin selanjutnya, Sultan Aji Muhammad Sulaiman (1850-1899) dan assisten Resident Evaartd Hoppe pada tahun 1873, menandatangani kembali kontrak politik disebut Lange Contract yang menyatakan bahwa status pemerintahan di Kutai bersifat Zeef Besrtaur atau berpemerintahan sendiri (otonom). Sebagai akibat kontrak ini,Sultan Aji Muhammad Sulaiman memberikan hak menambang pada 1894, yang disebut Konsesi Pertambangan Minyak kepada Bataafsche Petroleum Maatschappij (BPM) di Balikpapan. Salah satu poin pada konsensi itu berbunyi: "Satu-satunya yang menguasai hak atas tanah adalah Kerajaan Kutai Kertanegara, termasuk hasil dalam tanah dan diatas tanah". Dalam perkembangannya, BPM melaksanakan pembangunan lapangan terbang di Balikpapan, setelah terlebih dulu meminta restu dari Sultan Aji Muhammad Sulaiman.[7]
Renovasi
Bandara Sultan Aji Muhammad Sulaiman Sepinggan telah direnovasi dua kali selama 1991 sampai 1997. Fase pertama dimulai pada tahun 1991 dan berakhir pada tahun 1994, untuk merenovasi taxiway, terminal penumpang dan kargo dan juga memperpanjang landasan pacu. Pada tahun 1995, Pemerintah Indonesia mengumumkan bandara Sultan Aji Muhammad Sulaiman Sepinggan sebagai bandara kelima di Indonesia yang melayani embarkasi haji untuk wilayah Kalimantan yang terdiri dari provinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan.
Fase kedua renovasi terjadi pada tahun 1996 untuk merenovasi hanggar, depot bahan bakar, dan gedung administrasi. Fase kedua selesai dan bandara akhirnya mulai era baru operasionalnya dengan bangunan dan fasilitas baru pada tahun 1997.[8]
Pengembangan dan perubahan nama
Pada Juni 2013, PT Angkasa Pura I (Persero) menyiapkan Rp 1,8 triliun untuk pengembangan bandara Sultan Aji Muhammad Sulaiman Sepinggan.[9] Pengembangan ini adalah salah satu proyek MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia),[10] dan terbagi menjadi tiga tahap: peningkatan daya tampung terminal, perpanjangan landasan pacu dari 2,500m menjadi 3,250m, dan peningkatan infrastruktur-infrastruktur pendukung.[11] Peningkatan daya tampung ini ditandai dengan pembangunan terminal baru yang menggantikan terminal lama.[12]
Pada September 2014, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meresmikan nama baru, dari Bandar Udara Sepinggan, kini menjadi Bandara Udara Sultan Aji Muhammad Sulaiman Sepinggan.[13] Nama ini adalah hasil kesepakatan antara Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (FKPD) Provinsi Kalimantan Timur, FKPD Kota Balikpapan, Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara, dan Pemerintah Kabupaten Paser, akibat berkembangnya pro-kontra di masyarakat terkait perubahan/penambahan nama bandar udara.[14][15]
Maskapai dan tujuan
Beberapa maskapai yang dilayani bandara ini adalah:
Bandar Udara Internasional Sultan Aji Muhammad Sulaiman Sepinggan dituntut warga Sepinggan karena tingkat kebisingan yang tinggi.[31] Studi Universitas Indonesia menyatakan kebisingan Bandar Udara Internasional Sultan Aji Muhammad Sulaiman Sepinggan mengakibatkan 9% penduduk Sepinggan dan Gunung Bahagia menderita ketulian dan sulit berkomunikasi. Mayoritas mengalami sulit tidur, berkomunikasi dan pendengaran. Seluruh responden warga Sepinggan dan Gunung Bahagia merasa terganggu dan tidak nyaman.[32] Kebisingan juga mengakibatkan warga di sekitar bandar udara mengeluarkan biaya kesehatan hingga Rp 500.000,00 per tahunnya yang mana biayanya akan meningkat lagi saat musim haji.[33]
Studi Institut Teknologi Sepuluh Nopember juga menegaskan, kebisingan Bandar Udara Internasional Sultan Aji Muhammad Sulaiman Sepinggan sudah kelewat batas (bertentangan dengan Peraturan Pemerintah 40/2012) serta merugikan penduduk Balikpapan di wilayah Sepinggan, Balikpapan Selatan karena kawasan pemukiman penduduk menjadi tidak layak ditinggali dalam jangka pendek maupun panjang.[34]
Sementara gedung milik Angkasa Pura yang dulunya merupakan hotel bandara, tutup permanen sejak 2018 dan hingga saat ini belum ada yang mengisi bangunan tersebut.[37][38] Selain itu, terminal bandar udara khas Balikpapan dengan kayu ulin pun turut menjadi bangunan terbengkalai tak terpakai.[39]
Pada tanggal 26 September 2022, pesawat Pelita Air yang baru saja menyentuh landasan untuk mendarat, oleng ke kanan (sisi darat) keluar dari landasan pacu. Beruntung pesawat bisa dikembalikan lagi ke landasan, KNKT menyatakan kejadian tersebut sebagai kejadian serius.[48]
Pada tanggal 21 April 2022, pesawat Super Air Jet yang baru saja lepas landas 15 menit dari Bandar Udara Sultan Aji Muhammad Sulaiman mengalami gangguan. Pilot pesawat terpaksa memutuskan untuk melakukan pendaratan balik menuju Kota Balikpapan. Penumpang pun membeberkan sebelum lepas landas menuju Jakarta, penerbangan tersebut juga ditunda hampir setengah jam lamanya. Hingga saat ini belum ditemukan konfirmasi dari pihak maskapai atas insiden tersebut.[49]
Pada 25 Mei 2017, Bandar Udara Internasional Sultan Aji Muhammad Sulaiman Sepinggan berhenti beroperasi karena landasan pacu amblas dan retak.[51]
Pada 30 Maret 2017, salah satu pesawat kehilangan kontak visual dengan bandar udara saat akan mendarat. Seluruh penumpang dikabarkan mendarat dengan selamat di Bandara Tarakan.[52]
Pada 11 Januari 2017, pesawat Lion Air yang sudah melaju lepas landas tersendat hingga dua kali dan terhenti di landasan pacu. Banyak penumpang yang mengumpat karena gagal terbang.[54]
Pada 14 Juli 2016, pesawat Sriwijaya Air yang baru saja lepas landas nyaris kecelakaan. Terjadi kerusakan pada kabin, gangguan indikator mesin diperparah dengan tergoncangnya pesawat, lantas meminta izin pendaratan darurat. Sebagian penumpang cedera, juga hidung berdarah (mimisan) bahkan hingga jatuh pingsan. Selain itu penumpang lainnya menderita telinga berdengung sehingga segera dirawat dan dilaksanakan pemeriksaan lanjutan. Tatkala musibah terjadi seluruh penumpang panik, dokter pelabuhan mengatakan sebenarnya masih banyak penumpang yang menjadi korban. Apalagi peristiwa naas ini menimbulkan trauma, namun para penumpang lainnya tidak diarahkan dan tidak dipedulikan.[62]
Pada 12 Maret 2012, keempat ban belakang dari pesawat Batavia Air nomor penerbangan Y6-883 yang transit ke Bandar Udara Internasional Sultan Aji Muhammad Sulaiman Sepinggan terperosok sedalam setengah meter karena amblasnya aspallandasan pacuketika mendarat. Akibatnya, bandar udara ini ditutup hingga 2 jam. Empat penerbangan kemudian beralih mendarat menuju Bandara Banjarmasin, beberapa penerbangan lainnya batal mendarat dan menunda keberangkatan. Pesawat baru dievakuasi keesokan harinya.[67][68][69]
Pada 23 Oktober 2011, Lion Air nomor penerbangan JT-673 transit ke bandar udara Sultan Aji Muhammad Sulaiman, keluar dari landasan pacu menuju semak-semak sejauh 15 meter ketika mendarat. Sebelum keluar dari landasan pacu, pesawat sudah mengerem sebanyak tiga kali. Keempat ban belakang pesawat juga terperosok ke dalam tanah sedalam setengah meter. Akibatnya bandar udara ini sepenuhnya ditutup hingga 8 jam lebih. Penerbangan dari Jakarta, Surabaya dan Manado beralih mendarat ke Bandara Banjarmasin dan Bandara Internasional Hasanuddin Makassar, beberapa penerbangan lainnya batal mendarat dan menunda keberangkatan. Pesawat baru dievakuasi keesokan harinya. Petugas maskapai Lion Air di Surabaya menjelaskan insiden ini bukan disebabkan karena maskapainya, melainkan bandaranya sehingga percuma berganti maskapai penerbangan.[70] Beberapa tahun sebelumnya maskapai Garuda Indonesia dan Batavia Air juga keluar dari landasan pacu masing-masing sejauh 90 meter dan 45 meter.[71][72][73]
Pada 13 November 2007, sesaat dari bandar udara Sultan Aji Muhammad Sulaiman, helikopter PT Asko jatuh terhempas di kawasan perbukitan Kota Balikpapan. Helikopter rusak parah yakni baling-baling dan ekor patah, sementara pilot dan co-pilot mengalami luka-luka dan shok. Helikopter tersebut baru dievakuasi 2 hari kemudian.[74][75][76]
Pada 19 Februari 2006, pesawat Batavia Air nomor penerbangan P-7261 terjerembab keluar dari landasan pacu sejauh 20 meter mendekati pagar pembatas bandara ketika mendarat. Menurut berbagai saksi, pesawat tersebut tidak mengalami kerusakan mesin ataupun human error, dan mendarat secara sempurna. Namun beberapa saat setelah mendarat, pesawat kehilangan kendali, langsung miring dan bablas masuk zona hijau. Kecelakaan ini dinyatakan oleh PT Angkasa Pura I nyaris mengulangi tragedi Lion Air di Solo akhir 2004 silam. Akibatnya Bandar Udara Internasional Sultan Aji Muhammad Sulaiman Sepinggan ditutup hingga 3 jam dan semua penerbangan beralih mendarat ke Bandara Banjarmasin. Pesawat Adam Air yang sudah terbang setengah jam menuju bandar udara ini kembali lagi ke Jakarta. Hingga keesokan harinya pesawat belum dievakuasi.[77]
Penghargaan
Airport Service Quality (ASG) Award tahun 2018, 2019, 2020 dalam hal pelayanan kategori kapasitas penumpang 5-15 juta penumpang per tahun dengan partisipasi 115 bandara di lingkungan Asia Pasifik, diberikan oleh Airports Council International[78]