Share to:

 

Beton

Artikel ini mengenai bahan bangunan. Untuk istilah filosofi, lihat Konkrit (filosofi).
Menaruh sebuah lantai beton untuk bangunan komersial

Dalam konstruksi, beton adalah sebuah bahan bangunan komposit yang terbuat dari kombinasi aggregat dan pengikat semen. Bentuk paling umum dari beton adalah beton semen Portland, yang terdiri dari agregat mineral (biasanya kerikil dan pasir), semen dan air.

Biasanya dipercayai bahwa beton mengering setelah pencampuran dan peletakan. Sebenarnya, beton tidak menjadi padat karena air menguap, tetapi semen berhidrasi, mengrekatkan komponen lainnya bersama dan akhirnya membentuk material seperti-batu. Beton digunakan untuk membuat perkerasan jalan, struktur bangunan, fondasi, jalan, jembatan penyeberangan, struktur parkiran, dasar untuk pagar/gerbang, dan semen dalam bata atau tembok blok. Nama lama untuk beton adalah batu cair.

Dalam perkembangannya banyak ditemukan beton baru hasil modifikasi, seperti beton ringan, beton semprot (eng: shotcrete), beton fiber, beton berkekuatan tinggi, beton berkekuatan sangat tinggi, beton mampat sendiri (eng: self compacted concrete) dll. Saat ini beton merupakan bahan bangunan yang paling banyak dipakai di dunia.

Sejarah

Penggunaan beton dan bahan-bahan vulkanik seperti abu pozzolan sebagai pembentuknya telah dimulai sejak zaman Yunani dan Romawi bahkan mungkin sebelumnya. Dengan campuran kapur, pozzolan, dan batu apung, bangsa Romawi banyak membangun infrastruktur seperti akuaduk, bangunan, drainase dan lain-lain. Di Indonesia penggunaan yang serupa bisa dilihat pada beberapa bangunan kuno yang tersisa. Benteng Indrapatra di Aceh yang dibangun pada abad ke-7 oleh kerajaan Lamuri, bahan bangunannya berupa kapur, tanah liat, dan batu gunung. Orang Mesir telah menemukan sebelumnya bahwa dengan memakai aditif debu vulkanik mampu meningkatkan kuat tekan beton.

Penggunaan beton secara masif diawali pada permulaan abad 19 dan merupakan awal era beton bertulang. Pada tahun 1801, F.Coignet menerbitkan tulisannya mengenai prinsip-prinsip konstruksi dengan meninjau kelembapan bahan beton terhadap taruknya. Pada tahun 1850, J.L. Lambot untuk pertama kalinya membuat kapal kecil dari bahan semen untuk dipamerkan dalam Expo tahun 1855 di Paris. J.Moiner, seorang ahli taman dari Prancis mematenkan rangka metal sebagai tulangan beton untuk mengatasi taruknya yang digunakan untuk tanamannya. Pada tahun 1886, Koenen menerbitkan tulisan mengenai teori dan perancangan struktur beton. C.A.P Turner mengembangkan pelat slab tanpa balok tahun 1906.

Kelebihan dan Kekurangan Beton

Kelebihan beton adalah dapat mudah dibentuk sesuai dengan kebutuhan konstruksi. Selain itu pula beton juga memiliki kekuatan mumpuni, tahan terhadap temperatur yang tinggi dan biaya pemeliharaan yang murah.

Sedang kekurangannya adalah bentuk yang telah dibuat sulit diubah tanpa kerusakan. Pada struktur beton, jika ingin dilakukan penghancuran maka akan mahal karena tidak dapat dipakai lagi. Beda dengan struktur baja yang tetap bernilai. Berat, dibandingkan dengan kekuatannya dan daya pantul yang besar.

Beton memiliki kuat tekan yang tinggi namun lemah dalam tariknya. Jika struktur itu langsung dan tidak diberi perkuatan yang cukup akan mudah gagal. Menurut perkiraan kasar, nilai kuat tariknya sekitar 9%-5% kuat tekannya. Maka dari itu perkuatan sangat diperlukan dalam struktur beton. Perkuatan yang umum adalah dengan menggunakan tulang baja yang jika dipadukan sering disebut dengan beton bertulang.[1]

Sifat beton

Sebagaimana disebutkan sebelumnya, beton memiliki kuat tekan yang tinggi namun kuat tarik yang lemah. Untuk kuat tekan, di Indonesia sering digunakan satuan kg/cm² dengan simbol K untuk benda uji kubus dan fc untuk benda uji silinder. Kuat hancur dari beton sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor:

  • Jenis dan kualitas semen
  • Jenis dan lekak lekul bidang permukaan agregat. Kenyataan menunjukkan bahwa penggunaan agregat akan menghasilkan beton dengan kuat tekan dan kuat tarik lebih besar daripada penggunaan kerikil halus dari sungai.
  • Perawatan. Kehilangan kekuatan sampai dengan sekitar 40% dapat terjadi bila pengeringan diadakan sebelum waktunya. Perawatan adalah hal yang sangat penting pada pekerjaan lapangan dan pada pembuatan benda uji.
  • Suhu. Pada umumnya kecepatan pengerasan beton bertambah dengan bertambahnya suhu. Pada titik beku kuat tekan akan tetap rendah untuk waktu yang lama.
  • Umur. Pada kekeadaan yang normal kekuatan beton bertambah dengan umurnya.[2]

Standar mutu di Indonesia

Terdapat dua istilah mutu beton yang berlaku di Indonesia, yaitu mutu beton K (karakteristik) dan Fc. Standar mutu beton K dengan satuan kg/cm2 mengacu kepada Peraturan Beton Bertulang Indonesia 1971 N.1.-2. Standar ini mengacu kepada standar Uni Eropa dan lebih umum dikenal oleh para kontraktor. Pada sisi lain, mutu beton Fc dengan satuan Mpa mengacu pada peraturan baru SNI 03-2847-2002. Standar ini digunakan dalam proyek yang terkait dengan Pemerintah Republik Indonesia. Jika terdapat hal yang belum terkait dengan SNI terkait beton, maka merujuk kepada Peraturan Beton Bertulang Indonesia (PBI).

Benda uji yang digunakan pada mutu beton K berbentuk kubus ukuran 15 cm x 15 cm x 15 cm. Perhitungan kuat tekan beton menggunakan perhitungan (kg/m2). Mutu yang biasa di pakai adalah K100 (B0), K125, K175, K200, K250, K300 sampai K500. Benda uji yang digunakan pada mutu beton Fc berbentuk silinder dengan ukuran 15 cm x 30 cm. Perhitungan kuat tekan beton menggunakan satuan Mpa (Megapascal). Mutu yang biasa di pakai adalah > fc 10 mpa, fc 13 mpa, fc 20 mpa, fc 30 mpa sampai fc 60 mpa. Benda uji silinder dengan ukuran diameter 10 cm x tinggi 20 cm boleh digunakan dengan memakai faktor koreksi benda uji. Pada pengujian mutu beton K menggunakan kubus 15x15x15 yang memiliki perbandingan 1:0,83. Cara menghitung konversi dari beton mutu K ke mutu Fc adalah: 1 MPa = 1 N/mm2 = 10 kg/cm2. Contoh pada perhitungan mutu beton K-100 mendapatkan perhitungan (100/10 x 0,83) = 10 x 0,083 = 8,3 mpa; sehingga mutu beton K-100 jika dikonversikan ke Fc adalah 8,3 Mpa.

Mutu Beton
K
Mutu Beton
FC
K-100 fc 8,3 mpa
K-150 fc 12,35 mpa
K-175 fc 14,53 mpa
K-200 fc 16.60 mpa
K-225 fc 18.68 mpa
K-250 fc 20.75 mpa
K-275 fc 22.83 mpa
K-300 fc 24.90 mpa
K-400 fc 33.20 mpa
K-500 fc 41.50 mpa

Referensi

  1. ^ Mulyono, Tri. 2004. Teknologi Beton. Jakarta:Penerbit Andi.
  2. ^ Brook, K.M. dan Murdock, L.J. 1979. Bahan dan Praktik Beton. Jakarta:Penerbit Erlangga.

Lihat pula

Pranala luar

Kembali kehalaman sebelumnya