Brain rotBrain rot atau brainrot (terj. har. 'pembusukan otak') adalah istilah gaul yang digunakan untuk mendeskripsikan konten internet dengan kualitas atau nilai yang rendah, dan berdampak negatif baik secara psikologis, kognitif dan lain sebagainya.[1] Sebagai pendeskripsi psikologis, brain rot menggambarkan perihal mengenai penggunaan teknologi secara berlebihan, seperti menghabiskan banyak waktu di dunia maya, yang dapat mengakibatkan letargi, pikiran berkabut, kemerosotan fungsi kognitif, dan berkurangnya rentang perhatian pada seseorang.[2] Istilah ini telah digunakan secara daring pada tahun 2004, tetapi mulai populer pada tahun 2023 dan telah menjadi sebuah meme internet.[3] Istilah brain rot seringkali digunakan untuk mendeskripsikan budaya internet Generasi Alfa oleh orang dewasa yang menganggap bahwa anak-anak telah kecanduan terhadap teknologi yang merusak kemampuan mereka untuk berinteraksi di dunia nyata.[4] Fenomena ini juga mencakup "istilah brain rot" berupa slang yang diasosiasikan dengan generasi tersebut, misalnya saja "skibidi" (merujuk pada Skibidi Toilet), sigma (bermakna seseorang yang keren atau berdaya pemimpin), "rizz" (kependekan untuk karisma), "gyatt" (merujuk pada bokong yang besar), dan "fanum tax" (tindakan mencuri makanan).[5] Dalam budaya populerPada September 2024, seorang politikus Australia, Fatima Payman, menjadi perbincangan dunia maya setelah ia memasukkan slang Gen Alfa ke dalam pidatonya yang ditulis oleh anggota staf muda Ezra Isma, dalam sebuah sesi sidang di Senat Australia. Peristiwa ini disebut oleh publik sebagai salah satu contoh dari fenomena "brain rot".[6] Dampak brainrot di dunia nyataBrainrot sangat berpengaruh di dunia nyata, fenomena itu merupakan pelemahan otak dan daya pikir yang membuat pengguna media sosial menjadi malas berpikir berat. Fenomena ini sering terjadi di kalangan pelajar, misalnya, siswa sering mengeluh tentang tugas sekolah yang menurut mereka terlalu berat. Padahal hal tersebut sudah wajar diberikan kepada siswa, yang sudah ada dari generasi sebelumnya. Jenis konten berdurasi pendek dan bisa dilewati bila ia tidak suka konten tersebut, maka hal itu bisa terbawa ke kehidupan nyata. Ketika mereka tidak menyukai sesuatu, maka mereka cenderung akan menghindari hal itu daripada menyelesaikannya. Selain itu dengan kecanduan konten receh di media sosial juga membuat tingkat kesabaran gen Z melemah. Jika generasi sebelumnya ingin menikmati sebuah hiburan, maka mereka harus menunggu dalam kurun waktu tertentu. Berbeda dengan generasi sekarang yang semua harus instan. Dan jika mereka terlibat masalah, maka mereka lebih memilih untuk meninggalkannya dari pada memperbaiki.[7] Cara mengatasi brainrotBesarnya dampak pembusukan otak akibat paparan konten berkualitas rendah dalam waktu lama di gawai membuat negara dan masyarakat perlu segera mengambil langkah pencegahan bersama. Saat ini, sejumlah negara mulai atau akan membatasi penggunaan media sosial, khususnya untuk anak dan remaja. Untuk mengatasi pembusukan otak itu, hal yang perlu dioptimalkan adalah mendorong konten-konten bermutu tinggi di media sosial. Konten media sosial seharusnya didorong untuk menyajikan informasi yang lengkap, mendalam, dan menyajikan informasi dengan perspektif yang beragam.[8] Brainrot juga bisa diatasi dengan cara menggunakan kontrol diri. Yang pertama yaitu dengan mengatur waktu antara scrolling time dan kapan gadget itu harus ditaruh. Memisahkan aplikasi media sosial yang rentan menimbulkan kecanduan dan menyembunyikan notifikasi. Batasi waktu penggunaan gadget di luar keperluan pekerjaan. Untuk orang dewasa, screen time yang disarankan adalah tidak lebih dari 2 jam per hari, sedangkan anak-anak di bawah 2 tahun sebaiknya tidak diperkenalkan dengan gadget sama sekali.[9] Yang kedua yaitu mematuhi peringatan jam tidur pada gadget. Biasanya, gadget memiliki fitur sebagai pengingat istirahat, hal itu harus dipatuhi. Dan yang ketiga adalah tahu waktu, misalnya mematikan gadget ketika berkumpul dengan orang-orang dan hindari gadget sebelum tidur. Ini berhubungan dengan etika, jangan sampai ketika mengobrol dengan orang sambil memainkan gadget, apalagi scrolling. Hal itu bisa menjadi distraksi obrolan dan lawan bicara merasa tidak didengarkan. Penggunaan gadget menjelang tidur bisa memicu insomnia dan memperburuk kondisi brain rot. Singkirkan gadget setidaknya 1 jam sebelum tidur agar kualitas istirahat lebih optimal.[10] Yang ketiga kurangi aplikasi yang tidak penting, mengisi waktu dengan aktivitas fisik dan memperbanyak bersosialisasi di dunia nyata. Makin banyak aplikasi yang terpasang, makin besar keinginan untuk menggunakannya. Pasang aplikasi seperlunya untuk meminimalisir paparan konten berkualitas rendah. Alihkan perhatian dengan kegiatan produktif seperti olahraga, memasak, atau bercocok tanam. Aktivitas ini membantu menjaga keseimbangan mental dan mengurangi risiko brain rot. kemudian bertemu teman atau keluarga bisa menjadi cara efektif untuk melepas stres. Dengan bersosialisasi, Anda bisa mengurangi kecanduan gadget dan meningkatkan kesehatan mental.[11] Dampak psikologisnya besar sekali. Dalam usia anak-anak, otak sedang berkembang serta mengasah kemampuan untuk berpikir kreatif dan kritis. Peran orangtua sangat penting untuk menghindarkan anak dari brainrot, salah satunya dengan mencegahnya menggulirkan lini masa media sosial terlalu berlebihan. Alihkan anak pada aktivitas-aktivitas lain yang lebih produktif dan bermanfaat bagi tumbuh kembangnya.[12]. Lihat jugaReferensi
|