Share to:

 

Dayak Tobag

Dayak Tobag
Peta Wilayah Adat Dayak Tobag

Dayak Tobag adalah salah satu sub suku bangsa Dayak yang mendiami pulau Kalimantan atau Borneo. Tepatnya berada di Provinsi Kalimantan Barat di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dayak Tobag bagian dari Rumpun/Stanmenras Dayak Darat/Klemantan. Itu berarti Dayak Tobag merupakan kerabat dari sub suku dayak diantaranya: Dayak Bukit/Kanayant, Dayak Desa Cupang Engirang, Dayak Kualan, Dayak Kayong, Dayak Mali, Dayak Taba/Peruan, dan Dayak Krio.[1]

Topografi

Wilayah Benua Adat

Dayak Tobag berada di wilaya Republik Indonesia di Propinsi Kalimantan Barat, tepatnya di beberapa kabupaten sebagai berikut:

  1. Kabupaten Sanggau; di Kecamatan Tayan Hilir: Desa Tebang Benua, Desa Cempedak, Desa Kawat, Desa Melugai, Desa Emberas, Desa Beginjan, Desa Pulau Tayan, Desa Sejotang, Desa Lalang, dan Desa Subah; di Kecamatan Toba: Desa Sansat, Desa Kampung Baru, dan Desa Bagan Asam; di Kecamatan Meliau: Desa Meliau Hilir dan Desa Melobo (Dusun Pasir dan Keleka).
  2. Kabupaten Ketapang; di Kecamatan Simpang Hulu: Desa Labai Hilir dan Desa Sekucing Kualan.
  3. Kabupaten Kubu Raya; di Kecamatan Sungai Ambawang di Desa Gunung Tamang, di Kecamatan Terentang di Desa Batu Betuah, dan di Kecamatan Batu Ampar di Desa Tanjung Beringin.
  4. Kabupaten Kayong Utara; Hanya di Desa Durian Sebatang atau ada di 2(dua) Dusun saja.

Menurut wilayah adatnya, Dayak Tobag memiliki topografi seperti diantaranya:

  1. Dilintasi sungai Kapuas besar mulai dari Desa Kampung Baru-Gunung Tamang-Pulau Jambu sampai dengan Desa Meliau Hilir (Pulau Belumba), sungai mendao/mendawak mulai dari Desa Kampung Baru sampai Desa Bagan Asam, Sungai Labai-Lawai mulai dari Desa Bagan Asam sampai desa Tanjung Beringin, sungai Kualan-muara lawai mulai dari munggu naning Desa Sekucing Kualan sampai Desa Durian Sebatang.
  2. Memiliki Danau diantaranya Danau Laet di Desa Subah, Danau Bekat di Desa Beginjan dan Emberas, dan Danau Segelam di Desa Tanjung Bunut.
  3. Memiliki sungai-sungai kecil diantaranya sungai Tayan-Tebang, sungai temurak, sungai meliau domit, sungai teburek, sungai galing, sungai bemban, sungai bijan, sungai Segelam, Sungai Lais, Sungai Sansat-Sayu, sungai tamang, sungai selat, sungai dawak, sungai nyamuk, sungai baruk, sungai ladan, sungai purang, sungai pelunjung, sungai bawang kecil, sungai bawang besar, sungai pemaring, dan sungai melawi kecil di kualan.
  4. Memiliki Bukit diantaranya Bukit Laet di Desa Subah, Bukit Sebayan di Desa Sejotang, Bukit Lancak di Desa Cempedak, Bukit Keramas di Desa Sebemban dan Bukit Terap di Desa Labai Hilir; dan juga ada beberapa bukit-bukit kecil yang berada di desa Meliau hilir, Melobo, Beginjan Sebemban, Emberas, Tanjung Bunut, Melugai, Tebang, Benua, Cempedak, Kawat, Sejotang, Subah, Lalang, dan Sansat.
  5. Memiliki hutan gambut mulai dari Desa Kampung Baru, Desa Tanjung Beringin, Desa Bagan Asam, dan Desa Sekucing Kualan.

Dilihat dari topografinya, Tanah dan Air Wilayah Adat Dayak Tobag memiliki kekayaan Sumber Daya Alam dan Mineral yang melimpah didalamnya. Sebagian bukit kecil yang berada diwilayah tanah adat Dayak Tobag sudah diexplorasi perusahaan tambang, baik dari pemerintah maupun swasta.

Menurut Organisasi/Lembaga Adat LMA Dayak Tobag, Wilayah Adat Dayak Tobag terbagai 7 (Tujuh) Benua Adat, yaitu:

  1. Benua Raya: Terdiri dari Desa Tebang Benua, Desa Cempedak, dan Desa Kawat.
  2. Benua Damang Ria: Terdiri dari Desa Beginjan, Desa Emberas, dan Desa Melugai.
  3. Benua Mangku Kamit: Terdiri dari Desa Meliau Hilir dan Desa Melobo (Pasir dan Keleka) .
  4. Benua Jaya Sempurna: Terdiri dari Desa Tanjung Bunut, Desa Sebemban dan Desa Pulau Tayan.
  5. Benua Sepode': Terdiri dari Desa Subah, Desa Lalang dan Desa Sejotang.
  6. Benua Kapuas Jaya: Terdiri dari Desa Sansat, Desa Kampung Baru, Desa Gunung Tamang (Gempar dan Kancil), dan Desa Batu Betuah (Matalaya).
  7. Benua Labai Lawai: Terdiri dari Desa Bagan Asam, Desa Tanjung Beringin, Desa Labai Hilir, Desa Sekucing Kualan, dan 2 Dusun di Desa Durian Sebatang.

Setiap Benua adat tersebut diatas dipimpin oleh Pamangku Tinggi Adat atau Pati Adat yang juga disebut Kepala suku anak Benua, yang membawahi Ketumenggungan Adat.

Asal Usul

Mitos Awal Mula Manusia Penghuni Pulau Kalimantan

Menurut mitos masyarakat adat Dayak Tobag pada jaman kelampat adalah masa kegelapan menguasai bumi jauh setelah penciptaan alam raya. Konon kisahnya permukaan bumi sudah dikuasai Bangsa Kadal Besar keturunan Bando sejak lama. Makhluk itu pada akhirnya dikalahkan oleh makluk setengah binatang (setengah rupa manusia keturunan Dara Nabo). Awalnya kehidupan dibumi setelah bebas dari kekuasaan bangsa kadal berjalan cukup damai. Tapi kemudian maklum setengah binatang itu perlahan berkuasa dan memperbudak bangsa binatang dan binatang pun tertindas. Bangsa binatang pun mengadakan perlawanan tapi mengalami kekalahan. Akhirnya para binatang memohon ke Jebata (Tuhan), agar mereka dibebaskan dari kuasaan makhluk setengah itu, dan permohonan itu didengar Jebata. Lalu Jebata hendak menciptakan sosok yang mendiami Lino Injam (Dunia fana=Bumi) sebagai penyeimbang makhluk hidup. Lalu Ia meminta Sengiang Tunggal mengambil tanah sekepal disatu bukit ditanah itu (Bukit Raya) dan dibuatkan tubuh serupanya ditempat yang aman. Sengiang Tunggal dibantu Pe' Lae' dan Benat (Keturunan Kadal raksasa). Manusia yang pertama dalam rupa Sengiang Tunggal itupun hidup. Tubuh yang hidup itu disebut mambang, ia masih sendiri maka disebut Mambang Tunggal, dan diberi nama Lenggana.

Singkat cerita Jebata kasihan melihatnya seorang diri dari jenisnya, meskipun Mambang Tunggal mempunyai banyak sahabat binatang seperti beruk, kijang, dan pipit yang ada dibukit itu. Dari binatang itu, sang manusia belajar hidup dan mencari makanan. Kemudian Jebata meminta Sengiang Tunggal membangunkan Dayang bernama Raya Rambia disekitar tempat itu untuk menemani Lenggana. Singkatnya melalui bimbingan Pe’ Antara (Sengiang Perantara), kedua insan itu disatukan menjadi suami istri melalui Ritua Adat. Dari mereka inilah akan datang masanya dilahirkan keturunan-keturunan Manusia Dayak Purba.

Sejarah Asal Mula Dayak Tobag

Dalam pembuktian sejarah hanya mendapatkan sedikit bukti untuk mengungkapkan itu keberadaan manusia purba di tanah Dayak. Bukti itu diantaranya didapat tahun 1969 oleh para ahli arkeolog yang berada di Serawak dimana telah menemukan fosil manusia purba pulau borneo di Batu Niah, menurut para ahli tersebut hasil penemuannya itu merupakan fosil homo sapiens, yang hidup sekitar masa 60.000 - 35.000 tahun Sebelum Masehi. Hasil penemuan fosil Homo Sapiens di Gua Babi di daerah Kalimantan Selatan, katanya identik dengan Suku Punan. Kalau kita simak mitologi sebelumnya tentunya hasil penemuan para arkeolog ini menguak keberadaan manusia dayak purba itu nyatanya ada.Perkembangannya Suku Bangsa Dayak menyebar mengelompok berdasarkan kesamaan bahasa dan kedekatan kekeluargaan, akan menyebar dan pindah mencari tempat baru, karena pola hidup nomaden masih melekat dalam diri mereka.  Perpindahan awal diperkirakan sekitar 60.000-30.000 SM ditempat yang bernama Tanjung Bunga atau Tanah taman terindah (sekitar bukit raya). Kerabat yang tetap pada tradisi dan tinggal ditengah tak jauh dari tanah asal, yang menjadi cikal bakal Rumpun Ot Danum-Ngaju. Kelompok lain seperti Rumpun Punan dan dalam perkembangannya pindah ke utara (Kaltara). Kelompok  yang pindah ke Barat (Serawak sekarang) yang menjadi cikal bakal Rumpun Iban/Dayak Laut. Kelompok yang  pindah  ke timur menjadi cikal bakal Rumpun Apo Kayan. Kelompok yang pindah ke utara (Sabah dan Brunai) menjadi cikal bakal  Rumpun Murut. Dan kelompok yang terakhir pindah ke selatan atau pantai  laut yang menjadi cikal bakal Rumpun Klemantan/Dayak Darat.  Rumpun Klemantan  mempunyai pusat kebudayaan dilaman Laman Bumbun dan laman Maya disebut Benua Bumbun-Maya atau “Binua Aya“, yang letaknya dipesisir pantai (Sekitar Sukadana-Matan sekarang).

Kisah perpecahan selanjutnya terjadi pada masa yang diperkirakan sekitar 5000  SM atau pada masa kekacauan adat dan tradisi,  Rumpun Klemantan di Laman Bumbun pada masa ini diganggu Wabah dan penyakit. Segala upaya mengusir dan menangkal wabah gagal. Kemudian para tetua Adat bermusyawarah dan bersepakat untuk mengungsi. Singkat cerita perjalanan mulai dilakukan masuk di daerah matan lawai. Perjalanan melalui jalur sungai ini menggunakan transportasi perahu disebut Sangkan (sampan yang kecil) dan   Bangkong (sampan yang besar). Di muara lawai mereka istirahat dan menginap. Para lelaki berburu, sedangkan yang perempuan mencari sayur-mayur seperti rebung, pakis, dan kulat/jamur. Malamnya mereka menyantap hidangan, mungkin karena kelelahan mereka pun terlelap. Keesokan harinya terjadi Kekacauan dan kebingungan karena dalam satu kelompok tidak mengerti bahasa masing-masing. Masing-masing kepala kelompok keluarga awalnya tadi bermusyawarah dengan bahasa isyarat yang tentunya bisa dimengerti para kepala tersebut. Keesokan harinya masing-masing kepala menelusuri dan mendata secara lisan para kerabat yang merasa mengerti bahasa barunya. Selama beberapa hari barulah dapat dibentuk kelompok baru dengan bahasa baru yang mereka mengerti. Mereka lalu singgah dimuara lawai kemudian di serang oleh wabah nyamuk sehingga sungai itu diberi nama Sungai Nyamuk.Peristiwa adanya serangan nyamuk itu banyak memakan korban orang tua dan anak-anakyang mengurangi seperempat populasi penduduk setempat saat itu. Kelompok yang menghindar dan berpindah lagi, ada yang terus masuk ke sungai pemaring dan menetap disekitar tanah itu. Beberapa tahun kemudian mudik melintasi pintas mendawak kemudian melaju ke hulu mendapati sungai yang lebih besar. Salah satu pemimpin dalam kelompok besar itu berseru, katanya: “Sajati ka-puas atak ka botak ae’ tuko’to’“.(artinya: Sangatlah lega datang ke disungai besar ini). Inilah asal nama Kapuas (sangat lega menurut versi Dayak Tobag). Kelompok ini kemudian masuk ke selat pulau (pulau jambu - selat gempar sekarang) menetap di bukit tamang (sekitar batas tanah Sepodek) beberapa tahun disitu. Kelompok Pe’ Langkap dan kelompok Pe’ Apet kemudian memisah dari kelompok ini dan pindah menuju hulu. Sementara kelompok Pe’ Leber yang masih menetap dibukit tamang beberapa tahun kemudian baru pindah ke bukit tiung kandang, dan dalam perkembangannya berpindah lagi, kelompok inilah yang menjadi cikal bakal suku Dayak Bukit. Kemudian 2 (Dua) kelompok pindah kehulu dan masuk  menyelusuri sungai yang ditutup pulau (nantinya dikenal sungai tapayant atau tayan), satu kelompok ini dipimpinan Pe’ Langkap cikal bakal Dayak Tobag singah di tanah disebut Rayak´. Sementara kelompok pimpinan Pe’ Apet ada beberapa perahu menuju uncak sungai (sungai tayan sekarang), kelompok inilah nantinya menjadi cikal bakal suku Dayak Mali, Dayak Peruan dan Taba.

Kelompok kecil yang dipimpin Pe’ Langkap untuk beberapa tahun lamanya tinggal di Rayak. Kemudian mereka pindah kehulu dekat muara sungai kecil. Mereka pun mulai menebang kayu untuk membuat radak tantak atau rumah betang, Kayu besar di muara sungai kecil itu pun sekali tebang dengan Latok (parang/alat untuk menebas menebang). Kelompok ini kemudian berkembang menjadi 40 (empat puluh) jiwa. Setelah berabad-abad lamanya kelompok ini berkembang dan membuat pemukiman yang dinamakan Laman Lancak. Demikian kisah singkat tentang asal usul Dayak Tobag.

Sejarah Awal Perutusan Raja Tungkat Rayat

Zaman Nule adalah masa perubahan baru. Dimana zaman tersebut diawali adanya perutusan seorang Raja sebagai pengembala masyarakat adat. Setelah perpecahannya suku bangsa dayak; terjadi banyak perbedaan, perselisihan, perubahan tradisi dan kebiasaan adat. Tuhan  berkehendak agar orang Dayak tidak menghilangkan asal usul dan adat tradisi yang diwariskan.  Kejadian pada masa ini bahkan lebih parah dengan adanya permusuhan yang mengatasnamakan adat tradisi leluhur. Adat  dan tradisi leluhur diselewengkan demi kepentingan kekuasan dan kelompok pada masa itu.  Jebata inginkan kedamaian dalam masyarakat adat, sehingga mengutus Sengiang (Malaikat)-Nya turun ketanah Dayak.

Zaman nule awalnya diperkirakan pada masa sekitar 200 tahun sebelum masehi. Turunnya Sengiang Solong dari langit menjelma sebagai seorang kakek tua bernama Sengkumang Si Tungkat Langit (nama dalam bahasa Ot-Danum). Sengkumang mendekati seseorang bernama Gremeng dari keluarga Ot-Danum di Tanjung Kuring (Kalimantan Tengah). Ia adalah seorang pandai besi yang tinggal dilaman bersama keluarga kecilnya. Di kampungnya, ia dikenal sebagai Pang Ukir (bapak/Ayah Ukir).  Ia kemudian memperoleh tiga pusaka berupa: Keris besi kuning, Peti, dan  Piring dari Sengkumang Si Tungkat Langit.   Sengkumang menyuruh dia menjaga dan memelihara ketiga benda keramat tersebut secara turun-temurun. Kemudian lamat itu juga disampaikan melalui para sepuh. Setelah kembali ke pelaman Tanjung Kuring, Gremeng menceritakan keseluruh orang yang ada di tempat itu, setiap orang mendengarkan dengan seksama dan sesuai lamat para sepuh membenarkan hal itu. Kaum kerabat yakin kalau Gremeng lah orang pilihan itu, orang yang diutus oleh Sengiang Jebata. Setelah kejadian itu maka di buatlah upacara adat untuk mengukuhkan Gremeng menjadi Raja dengan julukan Raja Tungkat Rayat. Ia yang memegang mandat keramat Tungkat Rayat atau simbol kuasa atas tanah Dayak. Beliau lah Raja Dayak yang pertama didalam silsilah kerajaan Dayak. Raja Tungkat Rayat dipercayai sebagai utusan dari Sengiang Jebata bertugas mewartakan dunia dan masa depan orang dayak, menyatukan orang dayak, dan melestarikan  adat dan tradisi nenek moyangnya. Raja Tungkat Rayat pada masa kini kita kenal sebagai Raja Hulu Aik.

Asal Nama Suku dan Bahasa

Nama Suku

Nama suku adalah identitas suku bangsa. Penamaan suku sendiri diberi oleh kaum kerabat suku lainnya. Beberapa versi asal mula penamaan suku Dayak Tobag, seperti sebagai beriku:

  1. Referensi pertama dalam kisah awal menebang kayu di muara anak sungai dipedalaman sungai tapayan (Tayan), sehingga anak sungai itu disebut sungai tebang; Dan kerabat mendiami muara sungai tebang itu disebut suku tebang.
  2. Referensi kedua dalam kisah menebang kedondong raksasa di Banua Maya; Kerabat dari laman Lancak yang berhasil menebang kedondong itu disebut suku tebang oleh kaum kerabat setempat.
  3. Referensi ketiga dalam kisah membuat pemukiman baru di sekitar kaki bukit lancak, dengan ditandai menebang pohon kayu benuah setelah jadi kampung dinamai Tebang Benuah; Pada jaman kerajaan Tayan, dikenal kampung Tebang Benua dan orang yang mendiaminya disebut orang suku tebang.    

Nama Dayak Tobag dulunya dikenal  suku tetangga seperti sebagai berikut:

  1. Suku Mali, Keneles, Peruan, Taba mengenalnya suku Tabak;
  2. Suku Desa, Ribun, Kualan, dan Kayong mengenalnya suku Tobang;
  3. Suku Bukit/Kanayant/Banyaduk/Bakatik mengenalnya suku Tobakng;
  4. Suku Melayu/Senganan, Suku Laut mengenalnya suku Tebang;

Pada masa pemerintahan orde baru Dayak Tobag dikenal dengan nama Suku Tebang dan Suku Cempedek. Dimana Suku Tebang kata pemerintah saat itu mendiami wilayah: Tebang benua-pesisir mulau pulau Tayan ke hulu atau sepanjang sungai kapuas besar Tayan-meliau, dan suku Cempedek mendiami wilayah: pulau cempedek-mendawak-labai-hilir, sungai kualan). Pada awal pendirian LMA Dayak Tobag, nama Dayak Tobag semula terpecah 2 (dua) dikembalikan lagi menjadi satu dengan penulisan “DAYA' TOBAK” dan tidak ada lagi namanya suku Tebang atau suku Cempedek sesuai dengan akar sejarah yang ada. Kemudian pada Musdat ke- IX Embaloh tanggal 30 Mei 2014 menetapkan penulisan nama “Daya' Tobak” versi keputusan Musdat ke-I menjadi  “DAYAK TOBAG”, Artinya ada perubahan dari sisi penulisan dan pengucapan. Perubahan tersebut didasari pengertian, makna umum, dan dialeg untuk membedakannya dari penulisan sama dengan pengertian yang sama, baik dinegara Republik Indonesia dan Dunia Internasional.

Asal Usul Bahasa

Menurut cerita leluhur, asal usul bahasa Dayak Kuno berasal dari bahasa isyarat dan bahasa binatang. Secara perlahan dituntun dan diberi petunjuk oleh Sengiang Antara (Utusan Tuhan). Konon katanya dalam peradaban awal Manusia Dayak Kuno/Manusia purba pulau Kalimantan mulai berkembang dan mulai hidup mengelompok. Dalam hidup mengelompok inilah sesuai petujuk Sengiang Antara, para manusia Purba Kalimantan ini mulai belajar membuat kata-kata. Pembuatan kata ini mulai dari penamaan benda, barang, buah, petunjuk dan tanda. Kata-kata itu mereka buat satu persatu dan disepakati oleh kelompok itu.

Kehidupan sosial manusia purba Kalimantan pun mulai berkembang dan mempengaruhi tata bahasa mereka. Hal ini tercermin saat mulai terbentuknya kelompok-kelompok baru yang memisahkan diri dari kelompok lain. Dengan terpisahnya mereka perbendaharaan kata semakin berkembang dan memperkaya kasanah bahasa mereka saat itu. Mulailah kita mengenal Suku Induk atau Rumpun/Stanmenras yang disebut diatas seperti: Ot Danum-Ngaju, Punan, Murut, Apokayan, Iban dan Klemantan. Dialeg antar suku induk itu pun mulai berubah dan pengucapan kata dan maknanya pun mulai berbeda-beda.

Dayak Klemantan/Darat dalam perkembangannya pun tak luput dari pengaruh dan pencampuran kata. Kita dapat mengamatinya dari kisah perpecahan suku induk Dayak Darat seperti yang diceritakan dalam asal usul Dayak Tobag tersebut diatas. Dari perpecahan ini menjadi beberapa sub suku, dengan pembagian berdasarkan kesamaan bahasa. Pecahan dari suku iduk Rumpun Klemantan/Darat ini seperti: Dayak Bukit, Dayak Tobag, Dayak Desa, Dayak Kayong, Dayak Mali, Dayak Krio, Dan lain-lain.

Bahasa Dayak Tobag

Dayak Tobag menggunakan bahasa sehari-hari disebut bahasa "Ba-ope" yang menjadi bahasa ibu dan bahasa Indonesia dalam komunikasi dengan orang diluar sukunya. Setelah masa perpecahan kekerabatan dari suku induk Dayak Darat, Bahasa Ba-ope lebih dahulu mengalami pengaruh dalam perkembangannya. Pengaruh dalam bahasa ba-ope tersebut datang dari berbagai suku, dan dari suku-suku besar diluar yang mempengaruhi bahasa Dayak Tobag diantaranya:

  1. Suku Melayu; suku ini mulai membaur dipesisir laut, otomatis masyarakat adat dan melayu yang ada dipesisir pun akan saling mempengaruhi bahasa, gaya bahasanya dan peri kehidupannya. Pernikahan antar etnis atau suku semakin memperkuat pengaruh masing-masing, baik dalam adat dan budayanya. Hal ini diperkuat adanya pengaruh dari Kerajaan Sriwijaya yang dikenal leluhur Dayak Tobag sebagai Kraja Palembang. Dan dalam perkembangannya setelah runtuhnya Majapahit, menjadikan pengaruh Kerajaan Melayu semakin menguat ditanah Dayak. Jadi tidak heran Dayak Tobag yang banyak dipinggir sungai lebih cepat mengalami hal ini, Bahasa melayu lah yang banyak mempengaruhi Bahasa Dayak Tobag.
  2. Suku Tionghoa; suku ini datang melalu perniagaan. Mereka selain berdagang juga turut mempromosikan budayanya. Disamping itu juga bahasa tionghoa dalam niaga menjadi populer, karena masyarakat adat belum mengenal barang atau benda dalamnya, akhirnya mengikuti dan menggunakannya bahasa itu. Maka Dayak Tobag mengenal beberapa kata Tionghoa diantaranya seperti: Toke, Bakwan, Bakmi, Song, sempoa, dan beberapa kata yang lainnya.
  3. Suku Jawa; suku jawa mulai membaur sejak Kerajaan Majapahit atau dikenal leluhur Dayak Tobag sebagai Kraja Merajapaet. Jejak sejarah sangat melekat. Dan pengaruh Mahapateh Gajah Mada juga sangat kuat saat itu. Majapahit saat itu sering mengadakan Upacara Agung diistana Kerajaan. Tentunya dalam pesta tersebut banyak acara yang menitik beratkan pada Seni, dan Sastra. Dalam inilah mulai diperkenalkan budaya dan bahasa jawa sebagai bahasa utama kerajaan. Dan pada masa itu para utusan wajib belajar bahasa jawa untuk mempermudah komunikasi dan bahasa sangsekerta untuk kalangan pujangga dan cendikiawan. Dan dalam perkembangnnya, para utusan itu akan membawa dan memperkenalkan istilah baru yang dianggap keren saat itu. Maka Dayak Tobag mengenal beberapa kata jawa, diantaranya seperti: Lading, Amben, Sugeh, Anglo, primbon, dewi, dewa, sanghiang, gusti, raden, dan masih ada beberapa kata yang lain seperti dijelaskan dalam kamus Bahasa Dayak Tobag.

Kini bahasa Dayak Tobag terbagi beberapa dialek atau dalam bahasa ba-ope disebut "Tayoh", seperti sebagai berikut:

  1. Dialek Kuno atau Bahasa Ba-ope asal disebut Basa Tebang - Sepode';
  2. Dialek Tanah Kapuas, pengaruh gaya bahasa suku melayu dan jawa;
  3. Dialek Modern, pengaruh gaya bahasa Indonesia, kadang disebut bahasa gaulnya orang Dayak Tobag.

Dan sampai kini pun bahasa Dayak Tobag masih terus berkembang mengikuti perkembangan jaman. Agar bahasa asal atau Basa Dayak Tobag kuno tidak punah, LMA Dayak Tobag melalui saudara Arianto, membuat kamus bahasa Dayak Tobag. Kini sudah disebar melalui format:Pdf.

Kepercayaan Leluhur

Mitos Penciptaan

Asal Mula Menjadi atau disebut masa kehampaan dan awal terjadinya terang, atau disebut juga zaman sengiang tujuh menurut leluhur orang Dayak Tobag. Pada masa ini diperkirakan menurut leluhur Dayak Tobag “Ba pangka-pangkakenolang” yang lampau sangat jauh sebelum zaman Jempete Jempere. Dalam perhitungan waktu Dayak Tobag, Satu Pangkakenolang sama dengan seribu Tukenolang, satu Tukenolang sama dengan seribu kenolang, sedangkan satu kenolang sama dengan seribu tahun.  Jadi “Ba pangka-pangkakenolang” adalah berlipat lipat dari Pangkakenolang atau masanya tak bisa terukur (Bermiliar-miliaran tahun lampau).

Beginilah kisahnya:

Jebata Pejaji Penompa’ (Tuhan Yang Maha Kuasa), Ia tidak berwujud dan tidak mempunyai sosok. Alam semesta raya adalah tubuh Jebata. Pada saat itu Jebata mulai ber-Mpama atau berbicara, dan dari Mpama Jebata kemudian hadir dalam rupa energi Tuhan yang disebut Jebata Awapama (Roh Maha Suci). Lalu kemudian keluarlah sosok dari dalam diri Jebata yang diberinama Sengiang Tunggal. Sengiang artinya bagian dari atau perwujudan Tuhan dengan kuasa. Sengiang Tunggal diberikuasa sebagai penopang langit dan alam raya dan darinya akan tercipta alam raya. Sengiang Tunggal masih berwujud cahaya yang diselubungi kegelapan mengitarinya. Jebata memisahkan cahaya dan kegelapan yang menyelubungi Sengiang Tunggal. Kemudian muncullah Pe' Suntara yang disebut Sengiang matahari, dan Pe' Kelampat disebut Sengiang Kegelapan. Wujud Sengiang Tunggal pun tampak seperti wujud manusia. Jebata berkata dari tubuh Sengiang Tunggal muncul Toyong Sebayat disebut Sengiang Ibu dan Surga tempat para Sengiang. Dari kemauan Jebata dalam diri Sengiang Tunggal muncullah Pe’ Ucat disebut Sengiang takdir dan maut. Dari tiupan Sengiang Tunggal muncullah Pe’ Iri’k Ira atau Pe’ Menginsir disebut Sengiang angin. Dari kemurkaan Jebata dalam diri Sengiang Tunggal muncullah Pe' Luntar disebut Sengiang Petir. Dan dari kulit tubuh Sengiang Tunggal muncullah Pe’ Ingu Pedinding atau Pe’ Lae’ disebut Sengiang pelindung penjaga. Sengiang Kegelapan pertama kalinya protes ke Jebata, harusnya dia yang jadi raja sengiang bukan Sengiang Tunggal, karena pada saat itu kegelapanlah yang menguasai seluruh alam semesta. Jebata tak mengindahkan keinginan penguasa kegelapan itu, karena kegelapan juga berasal dari Sengiang Tunggal. Setelah ketujuh sengiang tercipta, Jebata pun istirahat dan menyuruh Sengiang Tunggal melaksanakan kehendaknya.

Pada hari itu Sengiang Tunggal berkata dihadapan para sengiang didalam tahtanya, ia meminta semua “take’ laet take’ adak” (sisa bahan anyaman) Toyong Sebayat, dan dari inilah ia akan menjadikan kehendak Jebata. Toyong Sebayat diminta menyatu dengan sisa bahan itu, dan lahirlah Pe’ Segindar manifestasi dari pasir dan batu, dan Dayang Lingga Tanah manifestasi dari tanah dan debu. Pe’ Kelampat protes kedua kalinya dan Sengiang Tunggal menjelaskan ini bagian dari kehendak Jebata. Sengiang Tunggal kemudian menaburkan semua tanah debu pasir dan batu kebawah. Pe’ Menginsir diminta meneruskannya ke ujung-ujung semesta raya ditemani Pe’ Suntara dan Pe’ Luntar. Kemudian bergeraklah ketiga sengiang yang ditugaskan, menuju kegelapan semesta raya yang dikuasai Pe’ Kelampat. Gerak mereka disertai gemuruh guntur petir halilintar yang mengelegar maha dasyat, gesekan dan benturan terjadi seperti adanya peleburan antara batu pasir tanah debu dan petir, dan yang menyala-nyala lahirlah Dayang Norbinas disebut Sengiang api, putri dari Pe’ Suntara dan Pe’ Luntar. Sengiang Tunggal menjelaskan kalau dari batu pasir tanah dan debu terciptalah semesta alam dunia, kesemuanya saling berhubungan saling berikatan saling beriringan mengikuti yang lebih tua, bertaburan memenuhi ujung-ujung alam semesta raya. Proses penciptaan itu beberapa hari lamanya menurut hitungan langit dan dari itu terciptalah semuanya alam semesta yang mengawang-awang dialam semesta raya yang tiada ujung tiada batasnya. Kemudian kembalilah ketiga sengiang dan disertai ketiga sengiang yang baru. Jebata berbahagia atas hasil ciptaan-Nya itu. Pe’ Kelampat kembali protes ketiga kalinya mengapa ia tak dilibatkan dalam proses penciptaan itu. Sengiang Tunggal tidak mengindahkannya. Kemudian terdengar kemurkaan Jebata diiringi petir menyambar kepada Pe’ Kelampat. Jebata mengutuknya sebagai Sangun sengiang jahat, kemudian dalam tubuh sangun tiba-tiba keluarlah sesosok yang sekilas cantik, bau busuk dan sangat menyeramkan dikenal Toyong Luat disebut Iblis. Jebata kemudian mengusir keduanya dari langit ketujuh itu. Setelah kejadian itu, dengan kehendak  Jebata dari lidah Sengiang Tunggal muncullah Pe’ Antara disebut Sengiang kata sang pemberita sang perantara sebagai pengganti Pe’ Kelampat dalam Sengiang Tujuh. Sementara Sangun dan istrinya bersembunyi dibalik semesta dan menyimpan dendam pada sengiang saudaranya itu. Kemudian Sengiang Tunggal mengeluarkan ludahnya, dan lahirlah Pe’ Ileh atau Pe’ Iler sang air dan sang cairan. Lalu Pe’ Ucat memegangnya semua ciptaan itu, dan itulah awal takdir semua dunia. Sengiang Tunggal meminta Pe’ Suntara agar menjadi Pe’ Tongah Penanyu’ atau Sang penerang jagad raya, untuk mengurangi kuasa kegelapan. Setelah Pe’ Suntara menetap diangkasa raya itu barulah mulai bersinar ciptaan dijagat raya dan teranglah hasil ciptaan Tuhan itu, dan terpisahlah Langit dan bumi. Pe’ Suntara memilih Toyong Ungkok disebut Dayang Bulatn atau Dayang Nyati yang dibangun Sengiang Tunggal.

Tampak bumi muda dengan wajah merah marah. Untuk menenangkan bumi, Sengiang Tunggal menyuruh Pe’ Iler memeluk sang bumi.Dan secara perlahan-lahan hari demi hari berubah dan mulailah bumi tersenyum. Kemudian memunculkan buih-buih yang memenuhi seluruh permukaannya. Hari selanjutnya menurut perhitungan langit, Sengiang Tunggal mengumpulkan buih-buih dimuka bumi itu dan digenggam. Lalu jelas wajah Pe’ Iler dipermukaan bumi berwarna biru keputih-putihan. Wajah bumipun berseri. Pe’ Segindar dan Dayang Lingga Tanah diminta kembali bersatu menembus permukaan air di bumi. Setelah Pe’ Segindar dan Dayang Lingga Tanah menyatu lahirlah Dara Licak atau Dayang Popo manifestasi daratan lumpur atau daratan rendah basah, Dara Tanyok manifestasi daratan rendah kering, Dara Gundol manifestasi daratan tinggi, Bujakng Pasa’k manifestasi daratan tertinggi dan berpuncak seperti bukit atau gunung, Dara Bunga Tanah manifestasi humus/kesuburan tanah yang berada dipermukaan daratan, dan Bujakng Aboh manifestasi lubang bumi atau gua-gua. Sengiang Tunggal kemudian menikahkan Pe’ Iler dengan Dayang Lingga Tanah dan lahirlah Dayang Lawai manifestasi lautan, Dayang Batang  manifestasi riam sungai-sungai, dan Dayang Tando manifestasi telaga dan danau. Ketiga Dayang (Lawai, Batang dan Tando) dikawinkan dengan Pe’ Suntara melahirkan Dara Menginap atau Dayang Romang manifestasi awan atau kumpulan titik air dilangit. Dara menginap kawin dengan Pe’ Luntar dan lahirlah Bujakng Ngonta’k. Dan saat itulah perpisahan antara daratan dan air, jadilah laut, sungai, danau, teluk, lembah, dan bukit gunung. Kemudian harinya Pe’ Menginsir kawin dengan Dara menginap dan lahirlah Bujakng Barurai manifestasi tetesan hujan, Dayang Gantong Tali manifestasi tetesan embun, Dara Awa Ngawang manifestasi udara. Bujakng Barurai turun dan mengawini Dayang Lingga Tanah. Dan Lahirlah Bujakng Nyusui Merarap manifestasi tumbuhan lumut yang bisa hidup didarat diair, dan Bujakng Lambung Buah manifestasi bakal biji-bijian tumbuhan. Bujakng Nyusui kawin dengan Dara Bunga Tanah melahirkan Dayang Melambai manifestasi rerumputan yang hidup didarat diair, Dayang Sari atau Dara Norsari manifestasi tumbuhan jenis padi-padian, dan Dayang Jambang manifestasi dari berbagai jenis tumbuhan bunga (hias). Bujakng Lambung Buah kawin dengan Dara Bunga Tanah melahirkan Pe’ Toras manifestasi jenis kayu keras, Pe’ Mpolor manifestasi jenis kayu lunak, Pe’ Sabut manifestasi jenis kelapa, Pe’ Aser manifestasi jenis palem lain buah tak bersabut, Pe’ Lantak manifestasi jenis tanaman umbi dan jenis tumbuhan bumbu berlantang/tunas, Pe’ Soso’k  manifestasi jenis tumbuhan pisang-pisangan dan jenis tumbuhan bumbu lain, Pe’ Ulor manifestasi jenis tumbuhan merambat, Pe’ Jalar manifestasi jenis tumbuhan akar dan rotan, Pe’ Ruas manifestasi jenis tumbuhan  bambu, dan Pe’ Buku’ manifestasi jenis tumbuhan tebu-tebuan. Kemudian semua jenis tumbuhan-tumbuhan itu ada yang hidup di air ada yang didarat. Kemudian Dayang Gantong tali lah yang  selalu menyelimuti semua tumbuh-tumbuhan dimalam sampai pagi hari. Itulah hari proses terciptanya tanaman dan tumbuh-tumbuhan.

Dilain tempat Pe’ Sangun dan Toyong luat mempunyai keturunan bernama Dara Nabo yang kelak menjadi ratu siluman diair, dan Bujakng Pilas Galing yang kelak menjadi raja siluman didarat. Kisah selanjutnya kedua putra Pe’ Segindar dan Dayang Lingga Tanah, yaitu Pe’ Sepaok dan Pe' Bao. Dara Nabo menjelma jadi Dara Bunga Tanah dan menikahi Pe' Sepaok mempunyai keturunan berupa telur dan bungkusan selimut tanah yang belum menetas. Atas Kejadian itu, Sengiang Tunggal tidak marah. Pe’ Sepaok dikawinkan dengan Dara Bunga Tanah yang asli mempunyai keturunan dari tanah keluar berupa telur-telur dan bungkusan selimut tanah yang sama. Toyong Luat berhubungan dengan Pe’ Irik ira lahirlah raja Pucong dan raja Keribut. Telur Dara Bunga Tanah menetas lebih dulu lahirnya jenis binatang lembut lemah yang melata. Dara Nabo menjelma lagi jadi Dara Licak dan kawin dengan Pe’ Bao melahirkan telur dan bungkusan selimut tanah yang juga belum menetas. Pe’ Bao malu atas kejadian itu dan mohon ampun, kemudian kawin dengan Dara Licak yang asli mempunyai keturunan dari tanah diair keluar berupa telur-telur dan bungkusan selimut dan ada yang menetas dan lahirlah berupa binatang yang hidup diair yang lembut lemah melata dan berenang, telur yang lain belum menetas. Pada hari berikutnya barulah menetas sebagian besar telur  dan bungkusan selimut didarat dan di air menetas semua, didarat tinggal beberapa butir telur dan bungkusan selimut yang belum menetas. Kemudian lahirlah binatang yang hidup dalam tanah dan permukaan tanah merayap merangkak melangkah berlari dan melompat. Dan binatang berkembang pesat, inilah jaman nsaun atau kejayaan binatang. Keturunan Dara Nabo mulai menetas dan melahirkan perwujudan makhluk setengah binatang setengah wujud sengiang dan tumbuh sangat lamban. Sehingga bumi dikuasai binatang kadal yang perkasa dari keturunan Bando. Demikianlah bumi dipenuhi bangsa para binatang darat dan air. Setelah telur-telur menetas, lahirlah  binatang  berbulu yang bersayap dan ada yang bisa terbang dan tidak  terbang.   Dari  bungkusan selimut  tanah  lahir binatang berbulu, binatang yang merayap, binatang  merangkak,  binatang yang berjalan, binatang yang berlari, binatang yang memanjat dan binatang yang melompat didaratan. Demikian kisah pendek tentang Mitologi penciptaan.

Mengenal Tuhan

Dari mitologi tersebut diatas, Masyarakat Adat Dayak Tobag sangat mengenal sosok Agung yang dalam dunia modern disebut Tuhan atau Allah. Berikut nama-namanya dalam kepercayaan kuno masyarakat adat Dayak Tobag :

  1. JEBATA PEJAJI PENOMPA' ; adalah Tuhan Allah Yang Maha Penguasa, Yang Maha Pemelihara, dan Yang Maha Pencipta Alam Semesta Raya.
  2. JEBATA AWAPAMA ; adalah Roh Agung Roh Suci adalah penguasa segala roh yang ada di Alam Semesta Raya.
  3. SENGIANG TUNGGAL, RAJA SENGIANG; adalah Sosok yang dikuasakan Jebata untuk menjalankan, mengatur dan memerintah langit dan alam semesta raya beserta isinya.
  4. SENGIANG TUJUH; adalah pembantu utama Raja Sengiang.
  5. BALA SENGIANG; adalah para pembantu-pembantu Raja Sengiang.
  6. SANGUN, LUAT, NABO, PILAS GALING; adalah keluarga utama Setan Iblis.

Seperti halnya agama samawi yang bersifat monotheis. Leluhur Dayak Tobag juga sangat mengagungkan Jebata Pejaji Penompa' sebagai Yang Asal Yang Mula. Yang lain hanya pelaksana kehendaknya. Agama Samawi sangat memuja Malaikat sebagai perpanjangan tangan Tuhan, demikian juga leluhur Dayak Tobag sangat memuja Sengiang sebagai perpanjangan tangan Jebata.

Keramat Dolat

Masyarakat Adat Dayak Tobag sangat menghargai dan menjunjung para leluhurnya. hal ini tercermin dalam pelaksanaan Ritua Munjong. Dimana ada suatu tempat untuk melaksanakan ritual tersebut yang disebut Pedagi dan Mpago'. Berikut penjelasannya:

  1. PEDAGI; adalah tempat atau sarana yang disucikan untuk menjalankan ritual adat dengan sosok leluhur yang diagungkan dan disucikan sebagai perantara untuk menyampaikan kehendak-kehendaknya kepada Sang Penguasa Alam; Pedagi pada awal peradaban dibuat dipuncak gunung atau bukit; dan dalam perkembangannya disesuaikan kepentingan politik saat itu.
  2. MPAGO'; adalah patung suci atau arca untuk ritual sebagai gambaran sosok leluhur yang diagungkan dan disucikan disuatu tempat yang disucikan; Mpago lahir dalam peradaban pertengahan, dan biasanya dibangun di jalan masuk kampung atau disebut Saka Kampong.

Sosok yang diagungkan dan disucikan tersebut akan disebut Keramat Dolat. Sosok ini disetarakan dengan sosok nabi kecil dalam agama samawi. Demikian juga tempat yang disucikan untuk ritual adat munjong dan dilarang untuk dipakai bebas, disebut Keramat. Dengan disematkannya label Keramat pada tempat tersebut, hal ini dimaksudkan untuk:

  1. Menjaga kesakralan tempatnya.
  2. Agar tempat tersebut terasa lebih mistis.
  3. Merawat da melestarikan tempat tersebut sebagai harta peninggalan leluhur.
  4. Menjaga dan melindungi tempat tersebut dari gangguan tangan-tangan yang tak bertanggung jawab.
  5. Menjaga eksistensi kepercayaan leluhur.

Jadi kita tidak boleh lagi beranggapap kalau Pedagi atau Mpago/Pantak itu adalah berhala. Karena Pemujaan berhala dalam kepercayaan leluhur Dayak Tobag berkaitan dengan Sangun dan Nabo atau Setan Iblis, karena Sangun nabo adalah penentang kehendak Jebata atau Tuhan.

Hukum Adat

Masyarakat Adat dayak Tobag sejak jaman dahulu kala bisa mengatur hidup bermasyarakat dengan tuntunan hukum adat. Ada pun Hukum adat yang kini masih berlaku dalam kehidupan bermasyarakat dalam wilayah adat Dayak Tobag terdiri dari 5 (lima) Bab dan 124 (seratus dua puluh empat) pasal, seperti sebagai berikut:

BAB. I HUKUM ADAT MASALAH KELAHIRAN DAN ANAK

Terdiri dari beberapa pasal seperti sebagai berikut

  1. Adat Dukun Beranak; Adat ini untuk meminta tolong dan membalas budi baik kepada bidan/dukun beranak.
  2. Adat Anak Kembar laki perempuan; Adat ini untuk memperbaiki kesalahan dan kekeliruan pandangan dan membersih perilaku dan pikiran yang kurang baik, agar tidak terjadi permasalahan nantinya; Yang membayar adat ini adalah orang tua anak yang lahir kembar sepasang atau laki perempuan tersebut;
  3. Adat Beranak Dango Urak; Adat ini untuk menghargai masyarakat adat dan pemilik tempat tinggal, dan dilakukan agar tidak ada yang salah prasangka dan salah pengertian, dan tidak terjadi permasalahan kepada pemilik tempat tinggal yang dipakai untuk tempat bersalin tersebut;
  4. Adat Nonong Torat; Adat ini untuk syukuran atas kelahiran.
  5. Adat Nyinong Torat; Adat ini untuk mengangkat/mengadopsi  anak bayi atau sejak dilahirkan dan syukuran atasnya;
  6. Adat Ngako'k Ona'k; Adat ini untuk pengakuan atas anak angkat yang tidak terikat bukan adopsi, anak tersebut masih bisa tinggal bersama orang tuanya; Bila ada keinginan seseorang hendak mengaku anak untuk menjadi bagian dari keluarga dekat, dan nama anak tak harus diganti; Pengakuan terhadap anak itu dikarenakan anak tersebut sering sakit, atau nama kurang cocok, dalam kasus ini nama anak harus diganti baru diritual dan yang mengaku si anak menjadi bagian keluarga tak terikat;
  7. Adat Ngangkat Ponoh Ona'k Urak; Adat adopsi untuk menambah keluarga yang sifatnya terikat dan mengikat; Wajib membuat perjanjian tertulis dan dalam materai, atau melibatkan pihak hukum untuk legalitasnya;
  8. Adat Nula'k Ona'k Angkat; Adat ini diperuntukkan menolak anak adopsi/angkat, agar tak terikat dan keluar dari lingkungan kehidupan keluarga angkat karena suatu sebab dan masalah;
  9. Adat Nula'k Ona'k Dasat; Adat ini diperuntukkan menolak anak kandung, agar tak terikat dan keluar dari lingkungan kehidupan keluarga kandung; Adatat ini  tidak menghapus darah keturunan, tapi menghapus hak waris saja.
  10. Adat Nula'k Ino' Oma'; Adat ini diperuntukkan untuk menolak  orang tua kandung, agar ia tak terikat dan keluar dari lingkungan kehidupan keluarga kandung; Adat ini  tidak menghapus darah keturunan, tapi menghapus hak waris dari orang tua kandung;

BAB II. HUKUM ADAT MASALAH SOSIAL MASYARAKAT

Terdiri dari beberapa pasal seperti sebagai berikut :

  1. Adat Nyudal Nganji;  Adat ini untuk memperbaiki yang salah sangka salah duga dan kekeliruan bertindak mengupas rebung ke jalan kebun dan ladang; Karena dianggap yang bersangkutan sengaja melakukan pelecehan seksual kepada perempuan yang melintasi jalan tersebut dengan tanda-tanda tersebut;
  2. Adat Nlope' Nlobai; Adat ini untuk memperbaiki yang salah sangka salah duga dan kekeliruan yang nlope nlobai atau mematah-matah dan menumbangi anak kayu disekitar jalan kebun, bawas dan ladang orang;
  3. Adat Najok Bendera; Adat ini untuk memperbaiki yang salah sangka salah duga dan kekeliruan yang suka menjelek-jelekkan/asal gosip orang kepada orang lain, padahal cerita itu tak benar dan hanya karangan saja, baik secara langsung ataupun lewat media;
  4. Adat Ngintip Nyilak; Adat ini untuk memperbaiki yang salah sangka salah duga dan kekeliruan yangsuka mengintip orang, membuka kelambu orang dan mengintai orang;
  5. Adat Nuka'k Nyungar; Adat ini untuk membuat orang jera dan memperbaiki orang yang membuat kayu atau sampah berserakan disekitar jalan kebun, bawas, dan ladang; juga kepada yang membuat penghalang jalan orang;
  6. Adat Nyabong Nyansam; Adat ini untuk memperbaiki orang yang berbuat kesalahan dalam komunikasi dan kekeliruan yang dengan sengaja dan terang-terangan mengadu-gadu (mengadu domba) orang agar bermusuhan, baik secara langsung atau lewat media;
  7. Adat Pengona'; Adat ini untuk memperbaiki orang yang berbuat kesalahan dalam komunikasi dan kurang beretika yang dengan sengaja dan terang-terangan membuang dahak atau meludah depan rumah orang dengan suara nyaring;
  8. Adat Nguje'; Adat ini untuk memperbaiki orang yang berbuat kesalahan dalam komunikasi dan kurang beretika yang dengan sengaja hilir mudik atau bolak balik depan rumah orang sambil bersiul-siul; yang dengan sengaja bolak balik depan rumah orang sambil membunyikan sesuatu atau memukul-mukul pagar;
  9. Adat Nginsak Kerungan Manuk; Adat ini untuk memperbaiki orang yang berbuat kesalahan dalam komunikasi dan kurang beretika yang berselisih atau bertengkar atau berkelahi dengan mertuanya;
  10. Adat Kelaii;  Adat ini untuk membuat orang jera dan memperbaiki orang yang berbuat kesalahan dan kekeliruan yang berkelahi atau bertengkar didepan rumah orang lain;
  11. Adat Basarok; Adat ini untuk mendamaikan diantara pihak-pihak yang berselisih atau bersengketa.
  12. Adat Matah Kaki Jari; Adat ini untuk memperbaiki orang yang berbuat kesalahan perilaku dan tindakan yang kurang beretika yang segaja mengambil perahu, dayung, atau alat timba perahu tanpa pemberitahuan terlebih dahulu; yang sengaja memakai alat transportasi atau perlengkapan transportasi lainnya  tanpa pemberitahuan terlebih dahulu;
  13. Adat Malik;  Adat ini untuk memperbaiki orang yang berbuat kesalahan perilaku dan tindakan yang kurang beretika yang segaja mencuri barang atau perlengkapan orang lain;
  14. Adat Maleng Arap; Adat ini untuk memperbaiki orang yang berbuat kesalahan perilaku dan tindakan yang kurang beretika yang sengaja mengambil barang/perlengkapan saudaranya  atau orang tuanya atau mertuanya;
  15. Adat Nggagap; Adat ini untuk memperbaiki lelaki yang berbuat kesalahan perilaku dan tindakan mendatangi perempuan dikamar atau dirumah perempuan dalam keadaan sendiri atau sebaliknya,  dan dalam istilah adat disebut Nggagap;
  16. Adat Nyangka Ntalak; Adat ini untuk memperbaiki orang yang berbuat kesalahan perilaku dan tindakan yang kurang beretika yang menduga atau mengira pasangannya selingkuh, padahal sangkaannya itu keliru;
  17. Adat Timpak ka mata Laba Ka Oti; Adat ini untuk memperbaiki orang yang berbuat kesalahan perilaku, etika dan komunikasi berdua-duaan hingga larut malam, bisa dirumah atau di tempat lain;
  18. Adat Siku' Tekesalah; Adat ini untuk memperbaiki berbuat kesalahan perilaku dan komunikasi kepada tamu pria yang pulang/pergi saat suaminya baru tiba dirumah tersebut; juga kepada tamu wanita yang pulang/pergi saat istrinya baru tiba dirumah tersebut;
  19. Adat Penyangkah Pelangor Sumpit; Adat ini untuk memperbaiki orang yang berbuat kesalahan perilaku memikul galah atau supit lalu air pada galah atau sumpit itu menetes dan mengenai seorang wanita;
  20. Adat Ntulah; Adat ini untuk memperbaiki orang tua yang berbuat kesalahan perilaku, etika, ketidak sopanan dan komunikasi kepada yang lebih tua kepada anak atau yang ebih muda.
  21. Adat Nganggoh; Adat ini untuk memperbaiki orang yang berbuat kesalahan perilaku, etika dan sengaja membuat pengakuan kalau ia sudah berbuat mesum dengan seorang wanita, padahal pengakuannya  itu tidak benar.
  22. Adat Batama'k Kadiri'; Adat ini untuk memperbaiki orang yang berbuat kesalahan memaksa agar seorang wanita mau menjadi pacar/pasangannya, sedangkan sang wanita tak mau;
  23. Adat Barutak;  Adat ini untuk memperbaiki orang yang berbuat kesalahan berbuat mesum atau zinah dengan janda, tidak ditindak atau diurus ahli waris; juga kepada seorang Duda yang berbuat mesum atau zinah dengan perempuan, tidak ditindak atau tidak diurus ahli waris;
  24. Adat Basalah Babayo' Bakendak; Adat ini untuk memperbaiki orang yang berbuat kesalahan berperilaku buat mesum atau zinah;
  25. Adat Ngampak; Adat ini dikenakan kepada keluarga utama dari wanita yang melahirkan tanpa suami.
  26. Adat Mas Tujuh; Adat ini untuk memperbaiki orang yang berbuat kesalahan perilaku dan kurang etika dalam pergaulan yang selingkuh atau berbuat mesum kepada istri/suami orang;
  27. Adat Maunt Nlontor; Adat ini untuk memperbaiki orang yang berbuat kesalahan perilaku dan tidak beretika yang selingkuh atau berbuat mesum atau nikah kepada keponakan atau bibi/saudara sepupu empat kali orang tua (Campor Engke) atau sebaliknya; juga kepada orang yang selingkuh atau berbuat mesum atau nikah kepada keponakan atau bibi/saudara sepupu tiga kali orang tua (Campor Ato’) atau sebaliknya;
  28. Adat Oko' Tepat; Adat ini untuk memperbaiki orang yang berbuat kesalahan perilaku dan tidak beretika yang selingkuh atau berbuat mesum atau nikah dengan bibi sepupu dua kali orang tua (Campur Puyang); juga kepada orang yang selingkuh atau berbuat mesum atau nikah dengan keponakan sepupu dua kali (Campur Puyang);
  29. Adat Setongah Parak; Adat ini untuk memperbaiki yang berbuat kesalahan perilaku dan tidak beretika, dikenakan ke orang/saudara sepupu sekali orang tua yang selingkuh atau berbuat mesum atau nikah dengan ponakannya atau sebaliknya;
  30. Adat Parak; Adat ini untuk memperbaiki yang berbuat kesalahan perilaku dan tidak beretika, dikenakan ke orang yang selingkuh atau berbuat mesum atau nikah dengan saudara sepupu sekali;
  31. Adat Parak Ponoh; Adat ini untuk memperbaiki yang berbuat kesalahan perilaku dan tidak beretika, dikenakan ke orang yang selingkuh atau berbuat mesum atau nikah dengan saudara sekandung; juga kepada orang/saudara kandung orang tua yang selingkuh atau berbuat mesum atau nikah dengan keponakannya atau sebaliknya;
  32. Adat Parak Raya; Adat ini untuk memperbaiki yang berbuat kesalahan perilaku dan tidak beretika, dikenakan ke orang yang selingkuh atau berbuat mesum dengan puterinya atau putera dengan ibunya;Setelah adat diselesaikan, sang lelaki harus disuruh pindah dari kampung atau dari pemukiman tersebut;
  33. Adat Masa Edah; Adat ini adalah pancang adat setelah memutuskan perkara adat perselingkuhan yang disepakati kalau mereka tidak menikah atau dinikahkan; juga untuk pancang adat, apabila ada pasangan yang membatalkan tunangan;
  34. Adat Nangkit atau Adat Marak; Adat ini dapat diartikan menghukum secara adat dari hukuman adat yang telah diputuskan; Adat ini berlaku bila orang yang berkeberatan atau tidak mau membayar adat atas kesalahan perselingkuhan atau perzinahan;
  35. Adat Penyombe' Kampong; Adat ini dikenakan ke mereka yang berbuat perselingkuhan dan zinah atau mesum karena perilaku mencemari tatakrama dan sopan santun dan etika dalam pemukiman atau kampung halaman;
  36. Adat Pemuka' Latok; Adat ini sebagai penegah apabila seseorang kekurangan biaya untuk melunasi adat, dan yang bersangkutan meminjam kepada yang lain untuk melunasi adat;
  37. Adat Nyanceng atau Pembula' Kata; Adat ini dikenakan kepada orang yang mengingkari perkataannya atau telah berbohong, baik secara langsung ataupun lewat media;
  38. Adat Nguta'-Nguta'; Adat ini dikenakan kepada orang yang mengingkari janjinya, baik secara langsung atau lewat media;
  39. Adat Nipu Ndaya; Adat ini dikenakan kepada orang yang mengingkari janji atau menipu sehingga membuat kerugian secara materil, baik secara langsung ataupun lewat media;
  40. Adat Longkah Lalu; Adat ini dikenakan kepada orang yang sengaja/tidak sengaja melangkahi pengurus atau orang yang seharusnya mengurus yang tentunya melanggar aturan dalam berurusan adat atau urusan apapun;
  41. Adat Belelek; Adat ini dikenakan kepada orang yang sengaja/tidak sengaja tidak mau mengikuti aturan dalam berurusan adat; juga kepada orang yang minta urus adat, tapi yang bersangkutan tak tahu apa yang dipermasalahkan;
  42. Adat Pelinsam; Adat ini dikenakan kepada orang yang sengaja tidak mendengar tidak mengikuti selama persidangan adat; juga kepada orang yang secara bersamaan datang menghadap pengurus adat, padahal sudah diberitahu tidak boleh bersamaan;
  43. Adat Penggegoh Kampong; Adat ini dikenakan kepada mereka yang berbuat keributan rusuh dan gaduh;
  44. Adat Gawai; Adat ini dikenakan ke orang yang mengganggu selama persiapan sampai acara berlangsung; juga kepada orang yang membuat acara karaoke joget tempel; kepada orang yang membawa Narkoba dan sejenisnya dalam acara atau kegiatan yang diselenggarakan; Adat ini diperbaharui sejak Musyawarah Adat Dayak Tobag tanggal 29 Agustus 1999 di Desa Bagan Asam kecamatan Toba Kabupaten Sanggau, bahwa setiap menyelengarakan kegiatan seperti gawai harus dipancang adat;
  45. Adat Amar Lawang Agong Adat; Adat ini pegangan Lawang Agong untuk wilayah kuasa Rukun Keluarga (RK)/Pelaman atau wilayah kecil bagian dari Rukun Tetangga (RT), disebut juga pembantu Pesirah atau Ketua RT.
  46. Adat Amar Pesirah Adat; Adat ini pegangan Pesirah untuk wilayah Rukun Tetangga (RT), beliau kuasa atas segala permasalahan adat diwilayah RT setelah pelimpahan dari Lawang  Agong bila ada;
  47. Adat Amar Jaya Adat; Adat ini pegangan Jaya untuk wilayah Rukun Warga (RW) atau Dusun, beliau kuasa atas segala permasalahan adat diwilayah RW/Dusun setelah pelimpahan dari Pesirah;
  48. Adat Amar Tumenggung Adat; Adat ini pegangan Tumenggung untuk wilayah Desa atau kelurahan, beliau kuasa atas segala permasalahan adat diwilayah Desa/kelurahan setelah pelimpahan dari Jaya;
  49. Adat Amar Pati Adat; Adat ini pegangan Kepala Suku atau Pati Adat (Pamangku Tinggi Adat) untuk wilayah beberapa Desa atau kelurahan (Benua Adat), beliau kuasa atas segala permasalahan adat diwilayah beberapa Desa/kelurahan (Benua Adat) setelah pelimpahan dari Tumenggung;
  50. Adat Baring Batang;Adat ini diberlakukan apabila dipemukiman ada seseorang yang berbuat kesalahan bersembunyi atau pelaku menghindar dari hukuman adat karena tak ada yang mau mengakui perbuatannya sehingga penduduk juga tak mengetahui siapa yang berbuat salah atau dan pengurus adat tak mengetahui siapa sebenarnya pelaku itu;
  51. Adat Tuntut Tali Waris atau Sangga Waris; Adat ini dikena ke orang yang bertindak menyakiti, melecehkan, menghina, dan tindakan lain yang merugikan keluarga kaum kerabatnya; juga perbuatan yang melanggar kebiasaan atau bertentangan dengan adat budaya dan tradisi yang tentunya merugikan pihak keluarga kaum kerabat; juga bila ada yang membawa kerabat mengikuti adat dan kepercayaan yang bertentangan atau berlawanan dengan adat budaya dan tradisi para leluhur yang tentunya merugikan pihak keluarga dan kaum kerabat;
  52. Adat Suku Nulak Adat; Adat ini  tidak untuk menghapus darah keturunan, tapi menghapus hak waris dan hak adat dari leluhur; Dikenakan kepada orang yang dengan sengaja/tidak sengaja berpindah kepercayaan/keyakinan/tradisi yang bertentangan dengan adat budaya dan tradisi; Dikenakan kepada orang yang menarik Bele'k untuk menikah dan mengambil  pasangannya dan atau membawa untuk mengikuti kepercayaan/keyakinan/tradisinya; Dimana kepercayaan/keyakinan tradisi dan adatnya tersebut bertentangan dengan adat budaya dan tradisi Dayak Tobag;

BAB III. HUKUM ADAT MASALAH PRANIKAH, PERNIKAHAN DAN PERCERAIAN

Terdiri dari beberapa pasal seperti sebagai berikut

  1. Adat Tonya' Menonya' Man batunang; Adat melamar dan bila lamaran diterima, maka kemudian dilanjutkan ke acara Batunang;
  2. Adat Berangkat Tunang; Adat ini membatalkan adat lamaran sebelumnya, atau pembatalan tunangan; Dikenakan kepada orang yang melamar tunangan orang lain atau melamar orang yang sudah tunangan;
  3. Adat Balang Tunang; Adat ini membatalkan adat lamaran sebelumnya atau pembatalan tunang; Dikenakan kepada orang membatalkan tunangan;
  4. Adat Balang Kawen; Adat ini membatalkan segala bentuk persiapan pernikahan dan pembatalan rencana pernikahan; Dikenakan kepada orang membatalkan persiapan pernikahan atau rencana pernikahan;
  5. Adat Kebabar; Adat ini untuk menyatukan kedua sejoli yang dimabuk kasmaran, agar tidak berperilaku yang melangggar ketentuan etika pergaulan dan ketentuan adat pernikahan; Dikenakan kepada pasangan sejoli yang kedapatan berduaan ditempat sepi atau tempat tersembunyi;
  6. Adat Nyocah; Adat ini untuk menyatukan kedua sejoli yang dimabuk kasmaran, bila ada salah seorang yang mendatangi rumah wanita yang ingin dinikahi atau ia ngebet/sangat ingin segera nikah;
  7. Adat Kawen Bapips Basasi; Bila mereka ada hubungan pertalian darah dikenakan Adat Bamale’; Bila hamil duluan, maka harus dituntaskan Adat Penyombe’ Kampong  lebih dulu; Bila orang tua yang hendak menikah ternyata belum pernah melangsungkan pernikahan, maka harus dilakukan ritual pernikahan adat sederhana satu hari sebelum hari pernikahan anaknya; Hal ini harus dilakukan agar prosesi adat berikutnya bisa dilanjutkan, bila tidak dilakukan maka akan melanggar ketentuan adat atau tidak mau mengikuti ketentuan adat (nubah najat); Penghulu adat yang disebut Tukang Pipis harus ada dua orang yaitu satu dari milik rumah gawai dan yang satu dari yang masuk milik gawai; Hewan kurban (Benatang Pipis) adalah seekor ayam jago dan seekor ayam betina syah; dan babi minimal seberat sepuluh kilo; Bila pernikahan tidak memakai babi sebagai hewan kurban, maka Ritual Besasi dalam penjelasan adat hanya dibawah Uang Tujuh Real  saja yang tertinggi; Perlengkapan ritual seperti: nyirak, petula, tumpi, juadah, semanan pulut, ojok nasi’, tua’k, bajang longa’, dan darah babi darah manu’k,  pelita, dan topok lengkap; Ritual bapipis dilakukan pagi hari dilanjut ritual bacale’k bapatula, ritual besasi bajanji semaya dilakukan setelah “Nurut ari”; Ketentuan lain lebih jelas dalam buku Hukum Adat DAyak Tobag.
  8. Adat Kawen Tama' Bele'k Betina'; Adat ini dilakukan agar mempelai lelaki tidak disebut Nongkong atau menumpang hidup dalam keluarga mempelai wanita, maka mempelai lelaki wajib membawa Bokal Sangu atau barang bawaan;
  9. Adat Kawen Ganti Bantal; Adat ini adat pernikahan apabila ada salah satu pasangan suami istri yang meninggal/wafat dan keluarga besar dari yang meninggal tak mau pasangannya itu pergi/pisah/meninggalkan rumah, maka keluarga besar tersebut mempunyai kebijakan dan bersepakat menikahkannya dengan salah satu saudara yang meninggal agar tetap menjadi satu keluarga;
  10. Adat Kawen Mbir Lopas; Adat ini dilakukan bila pihak mempelai belum mampu menyelengarakan pernikahan sesuai ketentuan umum adat pernikahan;
  11. Adat Kawen Dah Ada Baonak; Adat ini berlaku bagi seseorang yang ingin menikah bila ia sudah ditinggal/cerai  dari istri/suaminya, dan ia sudah memiliki anak; Bila ditinggal mati pasangannya dan boleh menikah bila setelah setahun meninggal pasangannya itu;
  12. Adat Kawen Bakomar Bakopit; Adat ini adat nikah lagi atau bemadu; Bila ada seseorang yang sudah memiliki pasangan hidup dan mengingini seseorang lagi untuk dijadikan pasangan hidupnya, dan keinginan ini harus disetujui oleh istri/suami;
  13. Adat Kawen Kelongkah Donak; Adat ini adat pernikahan merupakan Tabe’ atau etika baik seorang adik dihadapan kakak/abangnya; Dalam hal ini sang adik lebih dahulu menikah dari pada sang kakak/abangnya;
  14. Adat Kawen Lintang; Adat ini adat pernikahan sebagai Penabe’ atau menghargai ada keluarga mempelai yang meninggal dimasa persiapan dan prosesi pernikahan berarti ada halangan secara jiwa dan rohani;
  15. Adat Kawen Kelongkah Tulak; Adat ini adat pernikahan sebagai Penabe’ atau menghargai pasangan hidup yang baru meninggal; Dikenakan kepada suami yang menikah disaat masa pantang setelah meninggal istrinya belum selesai atau sebaliknya;
  16. Adat Kawen Ode' Ngalap Omo' Ipar; Adat ini berlaki bila ada kakak/abang kita yang hendak menikahi adik ipar kita, dalam hal ini adik ipar membayar adat kepada istri kita; Bila ada adik kita yang hendak menikahi kakak/abang ipar kita, dalam hal ini adik kita yang bayar adat kepada kita;
  17. Adat Kawen Perangkat; Adat ini adat pernikahan untuk memisahkan satu keluarga dalam arti memceraikan satu pasangan dengan cara menikahi salah satu pasangannya itu; Dikenakan kepada seorang lajang/duda/janda yang menikahi suami orang lain tanpa persetujuan istrinya; Dikenakan kepada seorang lajang/duda/janda yang menikahi istri orang lain tanpa persetujuan suaminya;
  18. Adat Kawen Berangkat; Adat ini adat pernikahan untuk memisahkan satu keluarga dalam arti memceraikan satu pasangan dengan cara menikahi salah satu pasangannya itu; Dikenakan kepada seorang dalam status menikah yang menikahi suami orang lain tanpa persetujuan istrinya; Dikenakan kepada seorang dalam status menikah yang menikahi istri orang lain tanpa persetujuan suaminya;
  19. Adat Tonong Bantal; Adat ini memperbaiki kesalahan dan kekeliruan dalam komunikasi dan hubungan suami istri yang menyulut perselisihan dan pertengkaran yang mengakibatkan keluarga itu kurang harmonis; Dikenakan kepada suami/istri yang Nyapat atau membatasi ranjang atau tempat tidurnya dengan bantal/guling/lainya;
  20. Adat Sara'k Ingka' ; Adat ini menyelesaikan hubungan serta hak-hak dan kewajiban suami istri atau cerai; Bila ada sepasang suami istri yang sudah bersepakat bulat bercerai sesuai kemauan mereka dan tanpa paksaan pihak lain, artinya habis jodoh;
  21. Adat Sara'k Siko' Nggi Suka; Adat ini menyelesaikan hubungan serta hak-hak dan kewajiban suami istri atau cerai; Bila ingin bercerai tapi salah satu pasangannya masih suka;
  22. Adat Sara'k Timpak; Adat ini menyelesaikan hubungan serta hak-hak dan kewajiban suami istri atau cerai; Bila ingin bercerai tapi salah satu pasangannya dalam keadaan sakit atau cacat; Hal ini dilakukan artinya pasangan yang menceraikan itu sudah tidak berperasaan, dan bila ini terjadi harus ada kesepakatan dengan keluarga dan kaum kerabat; Bila ada yang menceraikan pasangan yang sudah tidak memberikan kebutuhan materil dan biologis selama setahun;
  23. Adat Sara'k Rangkak atau Pera'k Mpat Pera'k Lima; Adat ini menyelesaikan hubungan serta hak-hak dan kewajiban suami istri atau cerai; Bila suami yang ingin bercerai, istri bisa membatalkan; Atau sebaliknya.
  24. Adat Nula'k Loki Nula'k Bini; Adat ini menyelesaikan hubungan serta hak-hak dan kewajiban suami istri atau cerai; Bila ada suami yang ingin bercerai karena kesalahan berat berulang  yang dilakukan sang istri dan sulit dimaafkan/diampuni atau sebaliknya;
  25. Adat Basait Basasat; Adat ini merupakan ketentuan adat perselisihan suami istri, dan ini ditetapkan sebagai penjaga dan penyelidik penyebab lain terjadinya perselisihan dengan batasan waktu yang ditentukan; Mengantisipasi bila perceraian itu menyebabkan kegaduhan dikemudian harinya;
  26. Adat Pulak Ka loki Ka bini; Adat ini untuk pasang yang telah bercerai dan ingin rujuk kembali menjadi suami istri;

BAB IV. HUKUM ADAT MASALAH RUMAH, KEBUN, LADANG, DAN HUTAN TANAH

Terdiri dari beberapa pasal seperti sebagai berikut :

  1. Adat Pencolap Dapo' ; Adat ini dikenakan kepada orang yang meninggalkan rumahnya tiga bulan atau lebih dan tidak ada penghuni rumahnya;
  2. Adat Pemangkong Dulak; Adat ini dikenakan kepada orang yang meninggalkan hewan peliharaannya lebih dari tiga bulan;
  3. Adat Sial; Adat ini dikenakan kepada orang yang memakai kacup atau pembelah pinang dan terluka karenanya; Dikenakan kepada orang yang naik rumah orang kemudian tangganya itu patah;
  4. Adat Jeloma; Adat ini dikenakan Bila ada orang yang melintasi kebun/ladang/sawah dan ia ingin mengambil tanaman/buah, tiba-tiba ada pemiliknya kemudian yang bersangkutan lari/kabur tidak membawa buah/tanaman;
  5. Adat Uma Kabon Ngagok; Adat ini dikenakan kepada orang yang membuat kebun/ladang/sawah yang mengapit/ menjepit kebun/ladang/sawah orang lain;
  6. Adat Dango Ngangok; Adat ini dikenakan kepada orang yang membuat rumah yang mengapit/menjepit rumah keluarganya;
  7. Adat Ngumpan Tanah; Adat ini untuk menghormati penguasa tanah para leluhur dan penjaga wilayah tanah setempat; Dan melindungi areal yang tidak dibuka, agar tidak adat permasalahan dikemudian harinya yang berdampak pada kesehatan masyarakat setempat; Dikenakan kepada orang/perusahaan/korporasi/instansi yang ingin membuka areal untuk keperluan perkebunan, tambang, pabrik, pembangunan gedung/ jalan/jembatan dan lainnya;
  8. Adat Mpuat Lalo; Adat ini dikenakan kepada orang/kelompok/korporasi yang menebang kayu madu atau kayu sempuan;
  9. ADat Nguasa Pentanam; Adat ini dikenakan kepada orang/kelompok/korporasi yang berusaha mengganggu masyarakat adat untuk mendapatkan keuntungan menguasai kebun atau areal tanaman, dan mengganggu tembawang;
  10. Adat Nguasa Tanah; Adat ini dikenakan kepada orang/kelompok/korporasi yang berusaha mengganggu masyarakat adat untuk mendapatkan keuntungan menguasai tanah atau areal/bidang tanah;
  11. Adat Ncaboh Badah Man Tanah; Adat ini untuk membersihkan tempat, air, hutan, tanah baik atas kejadian sengaja ataupun tak sengaja agar tidak menjadi pengaruh buruk bagi kehidupan masyarakat adat setempat; Dikenakan kepada orang yang mengganggu pantang kelala; meninggal karena kecelaka/sakit ditempat pribadi orang lain; Dikenakan kepada orang yang menyebabkan orang lain terbunuh, artinya Nyimah tanah; Bila ada seorang/kelompok orang yang berusaha atau membuat aktifitas pengelolaan tanah sehingga terjadi pencemaran sungai dan tanah sekitar perkampungan yang menyebabkan banyak orang kampung sakit;

BAB  V. HUKUM ADAT MASALAH JIWA DAN KEMATIAN

Terdiri dari beberapa pasal seperti sebagai berikut :

  1. Adat Boras Banyu; Adat ini adalah Pokok Barimah sebagai adat paling tua; untuk pembuka doa atau pomang/pamang; untuk penghormatan kepada Yang Maha Tinggi, Awapama, roh para leluhur dan roh jiwaraga kita; Adat ini berlaku hampir kesemua upacara adat;
  2. Adat Ae' Ompa' ; Adat ini merupakan simbol nyawa manusia, bila tidak mau pakai adat calek; Dikenakan kepada orang yang melakukan kesalahan menebas tanaman kebun/ladang orang lain; Dikenakan kepada orang yang merusak benda atau barang milik orang lain; Dikenakan kepada orang yang menciderai hewan peliharaan orang lain;
  3. Adat Calek Setali; Adat ini dikenakan kepada orang yang menebang kayu kena kebun/ladang orang, menebang kayu kena rumah/bangunan orang, menebang kayu kena jamban/lanting orang, mendirikan tiang kemudian tiang tumbang menindih kebun/ladang orang, mendirikan tiang kemudian tiang tumbang menindih rumah/bangunan orang, dan yang mendirikan tiang kemudian tiang tumbang menindih jamban/lanting orang;
  4. Adat Ntabas; Adat ini dikenakan kepada orang yang membacok barang/benda yang efeknya mengenai orang lain atau menyebabkan orang lain luka kecil/lecet; Dikenakan kepada orang dimana hewan peliharaannya menggigit orang lain padahal orang lain tidak mengganggu hewan itu;
  5. Adat Calek Se Real; Adat ini dikenakan kepada orang yang berbuat kesalahan seperti pada Iboh103 Adat Ntabas, tapi dalam kasus ini yang bersangkutan setelah diberitahu  malah agak emosi meski terima atau ditagih adat baru tau atau seolah tak tahu;
  6. Adat Tonong Raya; Adat ini dikenakan kepada orang yang berbuat kesalahan seperti pada Iboh103 Adat Ntabas, tapi dalam kasus ini yang bersangkutan setelah diberitahu  malah marah-marah melawan dan tidak terima;
  7. Adat Calek Sobok Tekesalah; Adat ini dikenakan kepada orang yang mengancam, baik dengan perkataan atau lewat media atau memakai senjata (tidak membuat terluka/melukai orang);Dikenakan kepada orang yang tidak sengaja melukai orang lain; Dikenakan kepada orang yang merusak atau mencincang barang/kebun/kayu orang atau sejenisnya, dan merombak tikal atau tanda pekarak; Dikenakan kepada orang yang menebang kayu, kayunya sangkut dan ditinggal ditandai, kemudian ada orang lewat kayu itu tumbang dan menindihnya; Dikenakan kepada orang yang mendirikan tiang, kemudian itu menindih orang lain;
  8. Adat Calek Sobok Songkoh; Adat ini dikenakan kepada orang yang mengancam sehingga melukai orang lain sehingga ruis (luka kecil) berdarah; Dikenakan kepada orang yang melukai orang lain (luka ringan) atau membuat orang memar bengkak/sakit ringan;
  9. Adat Tungkal Pemale' ; Adat ini dikenakan kepada orang yang merusak barang orang sambil mengancam; Dikenakan kepada orang yang menebang kayu, kayu tumbang menindih kebun/ladang/rumah/lanting; tiba-tiba pemilik meninggal, meninggal bukan karena tertindih kayu tersebut (adat ini berlaku sebelum dikuburkan);
  10. Adat Perabot Tonong Menonong; Adat ini adat pengkeras Ntemas; Ditujukan kepada Buyut Jembalang, Antu Laut, Antu Keruak, Antu Pucong; untuk Ngancak dan Bebaer; untuk Mpara Dango, Nsangi dan Berasek;
  11. Adat Kenyaya; Adat ini dikenakan kepada suami yang tidak memberi nafkah kepada anak istri; Dikenakan kepada tuan rumah yang tidak memberi makanan/minuman saat ada orang tua/mertua/kerabat/tamu yang menginap; Dikenakan kepada orang yang menghilangkan barang/benda/perlengkapan milik orang lain; Dikenakan kepada orang yang merusak atau mencincang barang/kebun/kayu orang atau nyoncak netek dan sejenisnya, dan merombak tikal atau tanda pekarak;
  12. Adat Kelobok Sumpit;  Adat ini dikenakan suami yang tiba-tiba garang/murka dan menganiaya istrinya padahal istrinya tak ada kesalahan apapun atau sebaliknya;
  13. Adat Njaja' Penyakit; Adat ini untuk mengingat dan menjaga masyarakat agar terhindar dari wabah dan sampar penyakit dari luar; agar orang yang membawa bibit penyakit/sampar yang disebut ngracun ngradah tidak berani datang ke dalam pemukiman masyarakat adat; Dikenakan kepada orang yang membawa atau menyebarkan bibit penyakit; Dikenakan kepada orang yang mengidap penyakit (bangkak riman/kusta, cacar, karang, gerumunt, penyakit sampar lainnya) lalu lalang dipemukiman;
  14. Adat Ba Pasar Ka Petunu; Ritual pemakaman bisa menggunakan ritual kuno dan bisa mengikuti tradisi keagamaan;
  15. Adat Nlantos Urak Layo; Adat ini adat kematian untuk membersihkan/menyucikan lingkungan tempat orang meninggal, agar pengaruh dunia kematian tidak melekat pada lingkungan/tempat keluarga yang ditinggalkan; Ritual dilakukan ditempat yang ditumpangi jenasah orang yang meninggal, seperti di perahu/sampan, kapal, atau alat untuk meletakkan jenasah lainnya; Ritual dilakukan ditempat dirumah dibaringkannya jenasah; diberikan kepada orang yang membantu prosesi pemakaman diberikan kepada orang yang babinya digunakan untuk kurban Adat Ngabu;
  16. Adat Minah Pasar Petunu; Berdasarkan adat istiadat Dayak Tobag tidak diperkenankan/diianjurkan untuk memindahkan kuburan/makam; namun bilamana berdasarkan keinginan masyarakat dengan melaporkan dan atau berkoordinasi dengan pengurus adat setempat; Apabila pemindahan kubur/makam atas kemauan/kehendak orang lain, maka dikenakan hukum adat bbeda sesuai ketentuan;
  17. Adat Nyual Tanah Petunu; Masyarakat adat tidak dianjurkan untuk menjual atau memperjual belikan  makam/kuburan  atau tempat pemakaman; Dikenakan kepada orang yang nekad menjual areal pemakaman atau tanah perkuburan;
  18. Adat Ngrusa'k Pasar Petunu; Adat dikenakan kepada orang yang dengan sengaja merusak makam/kuburan;
  19. Adat Ngganti Guna Petunu; Masyarakat adat tidak dianjurkan untuk mengalihfungsi tempat pemakaman; Pengalisfungsian pemakaman/kuburan harus bapaham atau bermusyawarah dengan Pengurus adat penguasa amar pemakaman setempat agar tidak terjadi kekeliruan yang menyebabkan permasalahan;
  20. Adat Muant Petunu Bungas man Namah; Masyarakat sebenarnya tidak dianjurkan untuk membuat pemakaman sendiri-sendiri, maka dibuat namanya pemakaman umum; Agar kehidupan sosial masyarakat berjalan dengan baik; Bila membuat pemakaman baru harus bapaham atau bermusyawarah dengan Pengurus adatnya agar tidak terjadi kekeliruan yang menyebabkan permasalahan; Bila pemakaman baru dibuka untuk umum; Bila hanya menambah dari areal yang ada, maka hanya membuat adat sederhana; Bila membuat pemakaman tanpa musyawarah dengan pengurus adat, maka dihukum Pengurus sesuai ketentuan;
  21. Adat mandoh; Adat ini sebagai pembatas penengah penahan dan penyabar dari tindakan yang bisa mengakibatkan kerugian besar dikedua belah pihak dan menenangkan serta memberi waktu untuk mencari solusi terbaik sebagai penyelesaian permasalahan yang ada; juga sebagai pembatas penghalau keangkara murkaan dan tindakan perilaku kasar dan beringas sekelompok orang terhadap masyarakat adat; Adat untuk menjaga dan melindungi masyarakat adat untuk mengadakan kegiatan gawai atau pesta dan sejenisnya agar dapat terselenggara dengan baik tanpa adanya gangguan;
  22. Adat Sangga Parang; Adat ini untuk menjaga pelindung masyarakat adat dari kehendak orang lain yang bertentangan dengan  keinginan  masyarakat  adat,  atau tujuan  orang  lain  yang merugikan masyarakat adat yang akibatnya berujung pada kerusuhan dan perperangan; Adat ini sebagai pembatas penghalau keangkara murkaan dan tindakan perilaku kasar dan beringas sekelompok orang terhadap masyarakat adat yang akibatnya berujung pada kerusuhan dan perperangan;
  23. Adat Sangga Songkop; Adat ini sebagai pembela dan penghalau keangkara murkaan dan tindakan perilaku kasar dan keberingasan penjahat/rampok/lanun/pengkorek terhadap masyarakat adat yang bisa membahayakan keselamatan jiwa masyarakat adat; Dalam kasus ini masyarakat adat membela diri keluarga dan kaum kerabat sehingga menewaskan penjahat/perampok/lanun/pengkorek tersebut;
  24. Adat Setongah Pati Nyawa; Adat ini untuk menghargai jiwaraga nyawa dan roh manusia yang menjadi korban menderita menderita sakit fisik atau sakit berat dan cacat fisik; simbol harapan dan kehidupan, sebagai pemaaf dan pengampunan atas tindakan yang menyebabkan orang menderita sakit fisik atau sakit berat atau cacat fisik; Dikenakan kepada pelaku kekerasan fisik yang menyebabkan orang sakit berat atau cacat fisik; Dikenakan kepada pelaku kecelakaan lalulintas atau kecelakan lainnya yang menyebabkan orang sakit fisik berat atau cacat fisik;
  25. Adat Pati Nyawa; Adat ini untuk menghargai jiwaraga nyawa dan roh manusia yang menjadi korban meninggal atau tewas; simbol kematian dan keburukan, sebagai pemaaf dan pengampunan atas tindakan yang menyebabkan orang meninggal atau tewas; Dikenakan kepada pelaku keberutalan/kekerasan fisik yang menyebabkan orang meninggal atau tewas; Dikenakan kepada pelaku kecelakaan lalulintas atau kecelakan lainnya yang menyebabkan orang meninggal atau tewas;

Demikian Hukum Adat Dayak Tobag yang senantiasa dilestarikan dan dijujung masyarakat Adatnya. Penjelasan lengkapnya termuat dalam Buku Hukum Adat Dayak Tobag.[2][3][4][5]

Tradisi Budaya

Sejarah

Hubungan Kekerabatan Dengan Raja Tungkat Rayat

Raja Tungkat Rayat adalah penguasa “Tanjung Nagari” (Tanjung Kuno). Pengganti Kek Gremeng adalah anaknya  Raja Ukir. Setelah itu masih belum ada sumber lagi yang menceritakannya. Selanjutnya baru dapat diketahui sekitar tahun 400  masehi  di tanah Kutai (Kalimantan  Timur sekarang) pada masa Pateh Mpon Kundung (Kundungga) dari kerabat Tunjung Benuaq membangun kerajaan Kutai, atas nasihat Begawan dari Tanah Koling (India). Keberadaan Raja Tungkat Rakyat di Tanjung Kuring (Kalimantan Tengah) tentu akan menghambat gerak Kerajaan Kutai. Apalagi konon ceritanya punggawa Raja Tungkat Rayat sangat kuat dan sakti.

Sekitar Tahun  600 masehi munculnya Kerajaan Sriwijaya dengan armada maritimnya yang kuat yang juga menjadi pengaruh kuat. Berita sakitnya Raja Tungkat Rayat terdengar ke Raja Kutai yang baru. Dengan sekutunya, mereka bersiasat mengadu domba orang-orang dekat Raja Tungkat Rayat. Mangkatnya Raja Tungkat Rayat, Kerajaan Tanjung Kuno itu pun kacau. Putranya belum siap menjadi pengganti karena masih anak-anak. Para Panglima pengawal dan  pelayan  Raja Tungkat Rayat yang terpengaruh jadi menyeleweng dan memberontak. Perselisihan diantara pengawal dan pelayan Raja Tungkat Rayat memperebutkan Benda Keramat yang menjadi simbol Raja-pun tak terelakkan.  Waktu itu Panglima Raja Tungkat Rayat yang setia bernama “Bihukng Tiung” tidak terpengaruh kondisi itu dan menyelamatkan Ketiga Benda  Keramat   serta putra  mahkota. Hilangnya Bihukng membuat para Penggawa lainnya berpencar dan terpisah mencari sang panglima. Waktu itu diperkirakan sekitar Tahun 650, Bihukng menggantikan posisi Raja Tungkat Rayat yang berikutnya, sambil mengasuh sang pewaris syah. Sejak kuatnya pengaruh Kerajaan Sriwijaya, pengaruh hindu pun semakin kuat ditanah Dayak. Setelah pewaris syah Raja Tungkat Rayat dewasa, Bihukng menobatkan-nya sebagai Raja Tungkat Rayat dan Ia menjadi penasihat raja. Berabad-abad tidak diketahui lagi keberadaan sang Raja Dayak. Sekitar tahun 1140  kembali dapat diketahui keberadaan Raja  Tungkat Rayat, yaitu Raja Sangaji Jaya. Karena kesaktiannya, para pimpinan suku kala itu takut padanya. Ketakutan itu menimbulkan dendam dan iri bagi para pengikut yang terpaksa tunduk. Raja Tungkat Rayat ini berada di Pelaman Tumbang Kuhin (Kalimantan Tengah). Sekitar tahun 1200 masehi, Raja Tungkat Rayat  yang bernama Raja Jampung Putra Raja Sangaji Jaya. Jaman ini pengaruh Kebudayaan Hindu sangat kuat. Setelah berselisih dengan Macan Jangai saudara sepupunya yang ditolak  Dayang Sekindang adiknya, ia pun memindahkan kerajaan ke pantai kebuai sekitar pabio tanah tarah. Didaerah itu membangun Kerajaan baru bernama Kerajaan Bakulapura. Setelah masa kuasa Raja Rasang Parumbih di Bakulapura, ia mengikat persaudaraan dengan kerabat di Benua Lancak (Tebang, Tayan) dengan menikahkan saudaranya Batu Antik dengan putri penguasa tanah tersebut. Dari Batu Antik inilah awal kekerabatan yang tak terpisah antara Keturunan Raja Tungkat Rayat dan Dayak Tobag. Sekitar tahun 1450 meninggalnya Raja Bakulapura yaitu Raja Tedong Rosi, lalu diganti anak tuanya Raja Ria Bansa sebagai penerus trah Raja Tungkat Rayat. Pengaruh Raja semakin melemah karena tidak didukung para Pateh kuasa benua termasuk Pateh Batu Antik di Benua Lancak, karena mereka menganggap Raja Tungkat Rayat tidak amanah dan mulai menggeser adat tradisi dan hukum adat yang dijaga selama ini. Kemudian Pateh Amangkubumi Kerajaan Bakulapura yaitu Wijaya atau Dyah Kertawijaya (putra Damarwulan atau Dyah Kusuma Wardana) yang merupakan suami Dayang Putung (adik Raja Tungkat Rayat) memanfaatkan situasi itu. Lama-kelamaan Raja Ria Bansa pun semakin terpojok oleh politik masa itu dan tersingkir dari singgasana dan kemudian menyepi kesuatu tempat tersembunyi. Wijaya pun naik tahta pada tahun 1454 menjadi Raja Kerajaan Bakulapura, beliau lebih dikenal sebagai Prabu Jaya. Raja Bakulapura memperbaiki hubungan mulai dari Tanah jadi hulu Melawi, Mas Puntong Kuala Landak, Tanah Kapuas sampai Kuala Sentap Ketapang. Hilangnya Raja Ria Bansa, tidak diketahui lagi penerus Raja Tungkat Rayat selama berabad-abad meski saat Bakulapura menjadi Tanjungpura  sampai runtuhnya pada tahun 1622, mulailah lahir Kerajaan-kerajaan  Islam. Sekitar akhir tahun 1725 kemudian baru terdengar lagi adanya keturunan Raja Tungkat Rayat bernama  Raja Tugang  yang menjadi Raja di Kerajaan Hulu Aik. Ia diyakini adalah Raja Hulu Aik ke-43 (Pabio Tanah Tarak) keturunan Raja Ria Bansa. Keberadaan Kerajaan Hulu Aik (Hulu Sungai Kriyo) kini meskipun Raja hanya sebagai simbol pemersatu adat Dayak, tetap eksis yaitu Raja Singa Bansa (Raja Hulu Aik Ke-51 terhitung mulai dari Raja Jampung yang pertama sejak pindah di Bakulapura). Beliau memangku sejak tahun 1997 sampai dengan sekarang.

Pemimpin Dayak Tobag sebelum Adipati

Menurut sumber dari cerita lisan para tokoh adat dahulu, hanya beberapa tokoh Pemimpin Dayak Tobag pada Jaman Macan. Diantaranya yang dapat diketahui adalah: Ma’ Langat, Macan Poco’k, Macan Kuncit, Macan Boloh Layu’, dan  Macan Tikas. Selanjutnya akan kami kupas sedikit dari kisah-kisah hidup mereka selama memimpin Dayak Tobag. Macan adalah gelar bagi Sang Pemimpin dan Pelindung benua (wilayah tanah adat), seperti sebagai berikut:

  1. MA’ LANGAT ; Diperkirakan antara tahun 1000 -1100- an menjadi pemimpin tanah Lancak. Dalam kisah No’ Langat  yang cerdik. Istri dari pemimpin laman Lancak ini juga mempunyai kesaktian dan memberantas musuh yang datang menyerang. Beliau ini jarang sekali keluar jauh dari daerahnya.
  2. MA’ KUNCIT ; Sekitar tahun  1100-1200-an sudah dikenal seorang tokoh bernama Langat disebut juga Ma’ Kuncit dengan gelar Macan Pocok  ( digelar karena secepat kilat mampu melompat sampai pucuk kayu tertinggi) yang membendung pengaruh dan gangguan dari suku bangsa luar. Dimasa hidupnya, beliau selalu berpindah pindah mulai dari Lancak sampai ke Labai Lawai yang menjadi tempat pemukiman para kerabatnya. Keberadaan beliau susah diketahui.
  3. MA’ TIKAS ;Sekitar tahun 1200-an ada  tokoh  bernama   Macan  Kuncit  yang disebut juga Ma’ Tikas merupakan putra Macan Pocok. Meskipun perawakan agak pendek beliau memiliki kemampuan fisik diatas rata-rata orang ditempatnya. Dalam kisahnya takala beliau berjalan-jalan ke Labai Lawai (sekitar daerah matan), beliau menolong orang tiongkok yang terdampar didaerah itu. Dan beliau bersahabat dengan orang han dari tiongkok tersebut dan dihadiahi pedang membawanya ke Laman Sepode' ke tempat sepupunya. Macan Kuncit juga menghalau kelompok pengayau dari suku Bukit yang dipimpin Langgar. Anak-anaknya bernama Tikas, Ambun dan Rinya. Sekitar 1200-an  ada Macan Boloh Layu  (Sepode') dikenal karena akan kekuatan ilmu kadikjayaannya apabila dikeluarkan hawa ilmunya bisa membuat buluh layu dan mati. Beliau membantu Macan Kuncit di Sepode'.
  4. MA’ BILANG  ;Akhir tahun 1200 Macan Tikas putra Macan Kuncit memimpin Tanah Dayak Tobag. Awal pertualangan saat  diserang orang mualang dan menyeberang menghindar ke laman segasing bersama Ma’ Ongkok. Tikas kemudian bertapa dibukit tiung kandang. Bertemu dan menikah dengan Dayang Mintu (Keturunan bangsa bunyik) tepi bukit tiung kandang. Macan Tikas memiliki putra sulung bernama Bilang, maka disebut Ma’ Bilang (Bapaknya Bilang). Ia dan kerabatnya juga mampu menghalau orang mualang. Kisah lain waktu menghalau orang bukit yang menyerang laman mangkit dengan kepala sebidai diserahkan ke orang mangkit, karena orang Tobag tidak mempunyai tradisi menyimpan tengkorak. Kisah menghadang serangan orang Beaje’ (Peruan/Taba)  membantu kerabat dan temannya Macan Pipit dari tanah Mali. Dan beliau juga pernah tinggal di segelam danau. Konon kesaktian beliau ditakuti musuh sampai ke lawai. Akhir pertualangan Macan Tikas setelah anak bungsunya lahir. Saat itu ada kejadian ia bersama kerabatnya menghalau orang Miaju’ (suku Ngaju) yang hendak masuk di simpang Matan, mereka juga dibantu oleh kerabat suku Desa yang dipimpin Macan Indong Seraya yang keluar dari Sekucing Labai. Perahunya ditinggal di sejenu-pemaring di tanah lawai sekitar tanah simpang Matan. Dan peninggalan “Sangkan” (perahu sampan jalornya) yang juga menjadi keramat. Cerita tentang kematian beliau tidak diketahui. Konon katanya beliau menjadi keramat tapa dan raib.

Adipati Dayak Tobag

Setelah dipimpin Macan-Macan, kemudian Dayak Tobag dipimpin para Adipati, seperti sebagai berikut:

  1. PATEH  BATU  ANTIK; Setelah mendapat lamat (pesan gaib) dari Macan Tikas agar mencari penggantinya dari keturunan Raja Tungkat Rakyat. Belum satu bulan penuh kemudian ada kerabat dari labai pulang ke lancak membawa kabar kalau ada kerabat Raja Tungkat Rakyat hendak memperistri anak gadis bungsu Tikas bernama Dayang Sagi yang masih belia dan baru beranjak remaja yang mengikuti pamannya di laman Labai. Pemuda itu namanya Batu Antik. Kemudian Batu Antik menikah dengan Dayang Sagi di Lancak. Para tetua pun menjelaskan apa yang telah diamanatkan kepada mereka mengenai pemimpin Dayak Tobag selanjutnya. Karena sudah masuk “Bele’k”,  Batu Antik pun diangkat menjadi pemimpin suku Dayak Tobag dengan jabatan Pateh (Adipati) berdasarkan hirarki Kerajaan, dan berada dibawah kekuasaan Kerajaan Bakulapura. Ini awal ikatan dengan Raja Tungkat Rakyat. Tanah Tobag dipimpin Pateh Batu Antik sekitar tahun 1350. Pateh kemudian memindahkan pemukiman induk ketempat baru tak jauh dari Lancak, Kadipaten itu dinamai Benua Raya. Beliau  Kerabat tua  Pateh Bangi   utusan Raja Tungkat Rakyat menuju  Senentang. Pateh Batu Antik menerima kerjasama dengan Kerajaan Majapahit. Ia dan pungawa kadipaten belajar kebudayaan hindu. Sementara waktu itu ada Kadipaten  Labai  yang dikuasai Pateh Rakang kerabatnya dari Bakulapura. Pateh Rakang mempunyai istri asal keturunan tanah Cempedek bernama Ning Kuntong, dan mempunyai putri bernama Dayang Nagek (Dara Nante).
  2. PATEH BATU JAGA; Pajokng sebelumnya adalah Tumenggung dan menikahi Dayang Suluh putri tunggal Pateh Batu Antik.Ia diberi tugas khusus  menjadi penghubung dengan Kerajaan Majapahit. Ia memiliki putri bernama Dayang Galoh. Sehingga Pajokng lebih dikenal  Ma’ Galoh. Ma’ Galoh membawa beberapa hadiah berupa madu, kemenyan  dan  damar untuk  Raja  Majapahit setiap tahun pesta kebesaran diistana Majapahit, pulangnya mereka dihadiahi beberapa tempayan garam dan pakaian. Ia juga yang setiap tahunnya membawa barang tembikar dari tanah Jawi. Pada waktu ini juga tak disia-siakan Ma’ Galoh untuk belajar pengetahuan dunia luar. Kala terdampar dan singgah di selat Malaka dan tanah Bawang, ia juga sempat belajar pantun dari para pujangga disana. Saat menuju ke tanah Jawi dihempas badai sampai mencapai pesisir tanah sunda. Kisah lain saat hendak ke Majapahit, masuk dalam konflik kadipaten Junpura  (pesisir tanah jawi). Kisah perjalanan terakhir Ma’ Galoh ke Kerajaan Majapahit masa pemerintahan menantu Raja Agung Majapahit yang berseteru dengan ipar  dari anak selir mertuanya. Ma’ Galoh tidak mau ikut campur masalah keluarga, tapi  Raja memaksanya. Ma’ Galoh boleh tidak membela Majapahit dengan syarat bila mampu mengalahkan Senopati Utama mereka. Maka terjadilah adu jago. Dengan kecerdikannya Ma’ Galoh berhasil memenangkan laga itu, dan pulang. Pulang sesampainya di Kapuas dekat pulau menuju ke sungai di Benua Raya, di muara sungai itu kala anak buah Ma’ Galoh menyusun tempayan-tempayan garam, tanpa sengaja satu tempayan jatuh di muara sungai. Ma’ Galoh tidak memarahi anak buahnya, pikirnya ini mungkin suatu pertanda. Untuk mengingat peristiwa itu maka sungai itu diberi nama Tapayan (Cikal bakal nama sungai tayan). Waktu ini Pateh Batu Antik sudah tua, karena beliau hanya memiliki seorang putri, maka tahtanya dipercayakan kepada sang menantu. Sekitar tahun 1392 Tumenggung Pajok diangkat menjadi Adipati Benua Raya bergelar Pateh Batu Jaga.
  3. PATEH  TIAK TUNGAL ;Pateh Batu Jaga sangat dekat dengan Prabu Jaya. Kedua penguasa itu bersepakat menjodohkan salah satu kerabat Raja Bakulapura bernama Raden Layang Saka (ponakan dari Dayang Putung) dengan sang Putri Galoh. Sekitar tahun 1439 sang menantu diangkat menjadi Adipati Benua Raya bergelar Pateh Tiak Tungal. Pada masa ini ada kisah Singapati Lonjok bersama anak buahnya saat menginap di pulau muara tapayan, setelah dari kota Raja Bakulapura. Dalam kisahnya, ia membunuh siluman buaya yang hendak menerkamnya dengan senjata tirok. Prabu Jaya meminta Pateh Tiak Tungal membangun perkampungan dimuara  sungai  tapayan. Pada tahun 1473 Pateh Tiak Tungal memerintah saudara kembar bernama Mulang Malek dan Malek Mulang membuat pemukiman pertama dimuara sungai Tapayan. Kampung bernama Kemilun yang nanti jadi pusat perdagangan.
  4. PATEH TIAK JAGA ;Pateh Tiak Tungal dan Ratu Galoh memiliki putra bernama Layang Kapuk dan Layang Kojok. Layang Kapuk anak tertua diangkat Ayahnya menjadi Adipati Benua Raya sekitar tahun 1487, bergelar Pateh Tiak Jaga. Pada masa pemerintahan Pateh Tiak Jaga ini sistem pemerintahan mulai berubah lagi. Ia membentuk “Ria” (penguasa kampung besar). Demikian juga Layang Kojok memiliki putra bernama Layang Ompok dan Layang Jati. Pe’ Lonjok menjadi pembimbing Layang Ompok dan Layang Jati. Pada masa ini laman Mao’ Tembilun di muara sungai Tapayan mulai ramai sejak  Ria Tipoi menetap dan tinggal di perkampungan baru ini.
  5. RATU PUTEH ;Pada Tahun 1538  Kerajaan Bakulapura yang sudah berubah nama menjadi Kerajaan Tanjungpura yang saat itu diperintah seorang raja yang bernama Raja Tibarokh. Raja Tibarok memperkuat pengaruh Kerajaan Tanjungpura ke Tanah Tobag. Perkampungan disekitar sungai tempayan menjadi pemukiman induk yang baru yang menjadi pusat selain Benua Raya, yaitu Rayak Tembilun dimuara sungai Tapayan. Untuk menguatkan posisi nya di Tanah Tobag,  Raja Tibarokh memperistri Dayang Laga putri Pateh Tiak Jaga. Setelah sang adipati wafat, memberi amanah pada Raja Tibarokh agar posisinya diganti sang putri. Sementara kuasa diambil alih Raja Tibarokh. Sekitar tahun 1540  Raja Tibarok memindahkan pusat pemerintahan ke Rayak/Rayang (Tayan). Dan nama Kadipaten diganti menjadi Kadipaten Tayan (Tapayan). Kadipaten Tayan wilayah lebih luas yang membawahi seluruh wilayah Benua Raya, Tayan hulu, Cempedek, Semalak, Tanah Embuan, Tanah Cupang Desa, Belungai dan Meliau. Sementara Kerajaan kecil Labai Lawai (Mendawak, labai, pemaring, kualan) masih dalam kekuasaan Kadipaten Sanggau. Pada tahun 1542 Raja Tibarokh mengukuhkan Dayang Laga menjadi Ratu Puteh sebagai Adipati Tayan. Ratu Puteh pun mengangkat Layang Ompok sepupunya menjadi Singapati atau Senopati utama Kerajaan Tayan. Setelah tahtanya dikembalikan ke pewaris syah yaitu Giri Kesuma sekitar tahun 1590, Tibarokh pun menjadi seorang petapa sebagai brahmana dan terkadang berada diTayan.
  6. PATEH MANGKU JAGA ;Sekitar tahun 1588,  Kia Layang Jaga (Kia Jaga) naik tahta menjadi penguasa kadipaten Tayan dengan gelar Pateh Mangku Jaga. Ia memerintah menggantikan ibunya Ratu Puteh. Pada waktu itu Raden Likar diutus ibundanya Ratu Mas Jintan,  mengalami kegagalan dalam membawa upeti dari Tayan menuju Tanjungpura,  karena dirampas oleh Tumenggung Junggah penguasa sebuah kadipaten Labai dan  Singapati Urang adalah panglimanya asal dari Kualan dan punggawa lainnnya Ria Nantang dari Sekucing Labai. Adipati Tayan mengirim Singapati Layang Ompok namun gagal. Pateh Mangku Jaga merasa bertanggung jawab atas upeti itu dan bernegosiasi dengan pihak Kadipaten Labai dan upeti yang dirampas pun dikembalikan.  Sejak saat itu orang Labai bisa menerima keberadaan sebagai keluarga. Pada tahun 1622 Kerajaan Tanjungpura diserang Kerajaan Mataram. Pateh Mangku Jaga mengutus Singapati Layang Ompok untuk membantu. Usaha penyelamatan Raden Likar berhasil, dan dalam peristiwa tersebut setelah melalu pertempuran sengit, akhirnya Layang Ompok tertangkap dan terbunuh ditangan Baurekso dan senopatinya.
  7. RADEN LIKAR ;Mendengar ibu dan saudaranya ditawan, Raden Likar pun meminta perlindungan Adipati Tayan. Pada Tahun 1625 Raden  Likar dijodohkan dengan putri Kia Layang Jaga yaitu Dayang Periyok. Raden Likar masuk Bele’k (dalam keluarga) perempuan, dengan sepenuh hati masuk dalam keluarga besar Adipati Tayan. Gawai adat pernikahan sangat meriah dan melibatkan seluruh pungawa kerajaan dan kerabat-kerabat mulai dari benua raya sampai di benua labai. Pernikahan adat Dayak Tobag ini disaksikan oleh Raja Sintang, karena hubungan Tayan dengan Sanggau waktu itu kurang baik. Setelah menikah putri cantik ini dipanggil kaum bangsawan Melayu dengan nama Cik Periyok. Pada tahun 1630 Adipati Tayan menyerah pimpinan kepada putrinya Dayang Periyok sebagai putri mahkota. Atas keinginan Dayang  Periyok maka Adipati Tayan mengukuhkan suaminya Raden Likar untuk menggantikan kedudukannya. Setelah menjadi Adipati dan melihat situasi politik saat itu, Pateh Likar selanjutnya memproklamirkan Kadipaten Tayan menjadi Kerajaan penuh dengan disaksikan kembali oleh Raja Sintang. Mulai saat itu Kerajaan Tayan tidak lagi menjadi bawahan Kerajaan Tanjungpura. Raja Likar menjadi Raja pertama Kerajaan Tayan dengan kekuasaan dari Tayan hilir, Tayan hulu, sampai sungai meliau-mayam.

Dayak Tobag Dipimpin Raja-Raja Tayan

Setelah Kabupaten Tayan memproklamirkan diri memjadi kerajaan, maka statusnya tidak lagi menjadi bawahan Kerajaan Tanjungpura, tetapi sudah berdiri sendiri. Meskipun didaerah lain atau dalam sistem kerajaan ada nama penyebutan tersendiri, Masyarakat Adat Dayak Tobag cendrung dengan menggunakan julukan atau gelar yang dipakai pada masa lampau. Berikut Raja-raja Tayan yang kami rangkum:

  1. RAJA LIKAR; Pada Tahun 1630 Raden Likar menggantikan kedudukannya. Setelah beberapa tahun menjadi Adipati, Pateh Likar dikukuhkan menjadi Raja Tayan dengan disaksikan kembali oleh Raja Sintang. Tumenggung Junggah bergabung dengan Kerajaan Tayan dan Senopati Urang dari Labai diangkat menjadi Panglima kerajaan Tayan menggantikan Layang Ompok. Raja Likar dengan Ratu Periyok memiliki empat orang anak, yaitu: Raden Gagok, Raden Manggar, Raden Togok, dan Dayang Perua. Pada tahun 1631 Tumenggung Ambun Jati menjadi Rakrian Mantri Raja Dalam urusan Adat.
  2. RAJA GAGOK; Pada tahun 1671 Raja Likar sudah berusia tua dan tidak mampu lagi melaksanakan tugas-tugasnya, kemudian ia melantik Putra mahkota Kerajaan Tayan bernama Gagok. Raden Likar meninggal dan dimakamkan di bukit Abu Angat sungai meliau. Sementara Raden Manggar berkuasa menjadi Adipati di Kadipaten Meliau. Raja Gagok menikah dengan putri Raja Melayu bernama  Halijah.
  3. GUSTI RAMAL; Tahun 1710 Raden Martajaya menjadi Raja Tayan mengganti ayahnya Raden Gagok yang meninggal. Kebudayaan islam semakin kuat memasuki istana. Raja Tayan memeluk agama Islam dengan nama Gusti Ramal. Istrinya Ratu Indut dari Benua Raya juga beragama islam. Pada masa ini Raja Tayan pun membuat amar keputusannya yang berisi: dalam adat Dayak Tobag, nilai Omas atau amas diganti dengan Real, dan Adat Pasong Bubu diganti dengan Adat Pantak Batang. Gusti Ramal mempunyai beberapa orang anak, yaitu: Raden Sumayuda, Utin Belondo, Raden Mangku,dan Raden Tanjung. Setelah Tumenggung Ambun Jati meninggal, pada tahun 1719 beliau diganti Tumenggung Mangko.
  4. GUSTI KAMARUDDIN; Sekitar tahun 1747 Pangeran Sumayuda menggantikan ayahnya menjadi Raja Tayan. Pangeran Sumayuda sudah memeluk agama islam, setelah dinobatkan menjadi Raja Tayan ia dikenal dengan nama Gusti Kamaruddin dengan gelar Panembahan. Pada masa ini pengarus Islam mulai  kuat di Kerajaan Tayan. Tumenggung Mangko diangkat menjadi Mangku Setya Raja. masa ini sekelompok persekutuan dagang (Kongsi) China ingin menguasai perdagangan diwilayah Kerajaan Tayan dan berambisi menguasai keraton Tayan. Istana Tayan diserang orang  Cina  Bejambol  (Cina Sentiam)  yang membuat terowongan di bukit Jan Mas. Penguasa Kerajaan Tayan waktu itu sempat pindah Ke Empetai dan Entangis, dan sebagian ke pulau pode', maku', dan Tebang Benua. Setelah orang cina bejambol dikalahkan, mereka yang mengungsi kembali lagi. Pada masa ini lah karet diperkenalkan VOC Hundia Belanda. Gusti Kamaruddin mempunyai istri bernama Utin Inting, dan mempunyai beberapa orang anak, yaitu: Gusti Mekah, Gusti Repa, dan Putri Syurifa. Pada masa ini terjadi wabah penyakit kulit dan Raja juga terjangkit. Dan disembuhkan melalui alamat mimpi nenek Labai. Setelah terjadi perperangan antara Kerajaan Pontianak dan Kerajaan Sanggau. Orang Sentiam (Orang Cina) Menterado dan daerah Bengkayang membuat terowongan di balik bukit Janmas (hujan Emas) menuju kearah istana Kerajaan Tayan, bermaksud menyerang dari dalam dan langsung melumpuhkan istana sebagai pusat pemeritahan kerajaan Tayan. Tapi berhasil dilumpukan istana, dan tewas lah seluruh orang sentiam cina bejambol. Tempat terjadi pembunuhan orang-orang sentiam tersebut dinamakan Sebuntu. Dalam kejadian tersebut tewaslah Hulu Balang bernama Syarif Hamzah suami Utin Syurifa.
  5. GUSTI MEKAH; Meninggalnya Gusti Kamaruddin pada tahun 1786 dan  naiklah putranya Gusti Mekah yang kemudian bergelar Panembahan Nata Kusuma. Masa ini Temunggong Sembok (Keturunan Bilang Putra Macan Tikas) diangkat menggantikan Mangku Mangko yang meninggal. Sekitar tahun 1820 Bago’ di Segelam Danau menghalangi rencana VOC menanam karet, Istana Tayan marah. Bago' yang digelar Panglima Kayu Mirah diburu serdadu VOC dan pihak istana. Keluarga Bago' ditawan dan Bago' pun menyerah. Pada tanggal 12 November 1822 Gusti Mekah mengikat perjanjian dengan VOC untuk alih kendali atas perekonomian Kerajaan. VOC pun mencampuri kebijakan Istana Kerajaan Tayan. Gusti Mekah sangat menyesali atas tindakannya itu dan mengalami sakit. Setelah setahun sakit, ia wafat.
  6. GUSTI REPA; Karena Gusti Mekah tidak mempunyai keturunan, maka pada tahun 1825 adiknya Gusti Repa naik tahta, bergelar Panembahan Kusuma. Gusti Repa selama memerintah menderita sakit. Konon sakit karena diracun. Gusti Repa kurang disenangi diantara kerabat keraton. Selama pemerintahannya Gusti Repa tidak banyak berbuat apa-apa. Beliau wafat pada tahun 1828 dan beliau tidak mempunyai keturunan.
  7. RATU UTIN BLONDO; Pada tahun 1828 yaitu nenek raja sebelumnya Utin Blondo naik tahta bergelar Ratu Kesuma Negara. Utin Blondo tidak mau kompromi dengan VOC dan memutuskan kerjasama. Ratu utin Blondo mengadakan sayembara memilih pengawal utamanya. Dan terpilihlah Kujek, Kital dan Ngkinang. Suatu hari Ratu mengundang Kerajaan Minang yang sangat terkenal aksi pencak silatnya untuk melakukan pertandingan persahabatan. Para pengawal utama sang Ratu tidak tingal diam dan turut serta melakukan persiapan itu. Aksi-aksi mereka rupanya dilihat para tamu turut serta dalam pertandingan. Pangeran Minang itu mengerti dan setuju usulan perwakilannya dalam adu jago dan menyampaikan kehendaknya pada Ratu Tayan. Sang Ratu tersenyum dan mengerti. Maka pertandingan itu pun dibatalkan dan diganti pertunjukan pergelaran seni pencak silat saja. Dimasa itu juga pihak VOC kekuatan armadanya bermaksud menggertak dan hendak memaksa melanjutkan kontrak. Perubahan yang diajukan pihak VOC Hindia Belanda sangat memberatkan beban rakyat, maka kontrak tersebut ditolak oleh Utin Blondo. Pihak VOC tidak terima dan berisyarat melawan kekuatan sang Ratu. Ratu Utin Blondo ditemani ketiga pengawal dan beberapa prajurit tangguhnya langsung pergi menuju dimana kapal VOC berlabuh dan sang Ratu yang emosi langsung menginjak tepi kapal VOC Hindia Belanda tersebut hingga hampir tengelam. Keadaan ini membuat pihak VOC membatalkan maksudnya dan segera meninggalkan Istana menuju ke Pontianak. Pada saat mesin kapal sudah dihidupkan untuk pulang ternyata kapal tersebut tidak bergeser dari tempat semula, walaupun air sungai yang terkena baling-baling / kipas kapal tersebut sampai keruh. Keadaan ini membuat pihakVOC semakin panik, dan  pemimpin VOC akhirya minta maaf dan mohon izin ke Ratu Tayan untuk meniggalkan Istana. Setelah itu barulah kapal mereka bisa bergerak meninggalkan Tayan.
  8. GUSTI HASAN; Pada Tahun 1833 Utin Blondo merasa sudah tua, dan diganti suaminya Gusti Hasan bergelar Panembahan Mangku Kusuma Negara. Pernikahannya dengan Utin Blondo dikaruniai 2 (dua) orang anak yaitu: Gusti Inding, dan Gusti Karma. Pada masa ini istilah Orang Darat (Penduduk yang masih menganut paham leluhur) dan Orang Laut (Penduduk yang menganut islam) mulai diperkenalkan karena anggapan waktu itu tidak ada suku melayu, suku melayu itu dari Malaya, Deli, Palembang dan Bangka. Selama pemerintahan Gusti Hasan ini konon VOC Hindia Belanda belum berani mendekati kraton Tayan. Pada masa ini diangkat Tumenggung Jihan menggantikan Mangku sebelumnya.
  9. GUSTI INDING; Setelah wafatnya Gusti Hasan pada tahun 1855 naik tahtalah Gusti Inding bergelar Panembahan Mangku Negara Surya Kusuma Pihak VOC kembali dan berusaha mendekati Raja Tayan. Raja kini tidak dikawal ketiga pendekar sakti masa Utin Blondo.VOC dibawah pimpinan Kanjeng Gouvernement Hindia Belanda berhasil mengikat kontrak dengan Raja Tayan dan memberi beberapa hadiah kepada yang raja termasuk hadiah untuk pergi ketanah suci, karena sangat gembira sang Kanjeng Gouvernement juga menganugrahi gelar gelar baru bagi Raja yaitu Panembahan Anom Paku Negara Surya Kusuma. Pada tahun 1840 diangkat Tumenggung Kamit jadi Mangku di wilayah hiliir meliau. Raja Tayan setelah naik haji disebut Panembah Haji berselisih dengan Kerajaan Landak. Terjadilah perang dengan sebab kurang begitu jelas dan tidak adanya kemenangan dari pihak manapun.
  10. GUSTI KARMA; Merasa sudah tua, Gusti Inding menyerahkan kekuasaan kepada adiknya Gusti Karma pada tahun 1871. Gusti Karma menjadi Raja dengan gelar Panembahan Adiningrat Kesuma Negara. Beliau beristrikan Andi Fatimah putri Andi Naim dari Kerajaan Bone di tanah sulawesi, setelah menikah sang putri berganti nama menjadi Utin Fatimah, dan memiliki anak diantaranya: Gusti Indung atau Muhammad Ali, Gusti Ismael, Gusti Ining, Tija Melijah, dan Utin Mariyam. Pada masa ini Tabib bernama Lahim (Sei Rongas) diangkat menjadi Tabib Istana Tayan. Tabib ini juga diperbantukan ke istana Kerajaan Pontianak. Pada tahun 1862 Tumenggung Abong diangkat menjadi Mangku Kapuas Bijan. Pada tahun 1876 Tumenggung Ketoyo diangkat menjadi Mangku wilayah hilir Tayan.Dan Mangku Nahar wilayah Benua Raya.
  11. GUSTI INDUNG; Wafatnya Gusti Karma pada tahun 1890 maka diangkatlah Gusti Indung bergelar Panembahan Paku Kesuma Negara. Pada tahun 1889 Raden Abdul Salam Adipati Meliau alias Pangeran Manado melepaskan kekuasaanya kepada VOC Hindia Belanda dikarenakan beliau pindah ke tanah Betawi. Hindia Belanda menyerahkan meliau ke Kerajaan Tayan, VOC pun semakin kuat mempengaruhi istana Kerajaan Tayan. Pada tahun 1898 Gusti Indung membangun istana Kerajaan Tayan di Tanjung. Beliau mengutus Mangku Abong dan Mangku Ketoyo untuk mengerahkan rakyat Tayan membangun istana. Maka dikeluarkanlah kayu dari danau bekat, dari sungai Tayan, dari Sungai Lais, dan sungai belungai. Setelah terbangunnya istana Tayan, Gusti Indung kemudian memindahkan Kota Raja ke istana baru di tanah tanjung sampai sekarang. Gusti Indung memiliki 12 (dua belas) orang anak, yaitu: Gusti Tamdjit, Gusti Mukmin, Gusti Mustafa. Tiak Dompet, Raden Muluk, Raden Andi, Utin Rafiah, Tiak Saruna, Tiak Iding, Utin Salbiah, Utin Sadiyah, dan Utin Salmah.
  12. GUSTI TAMDJIT; Gusti Indung wafat, maka naik tahtalah Gusti Tamdjit pada tahun 1905 bergelar Panembahan Anom Paku Negara. Gusti Tamdjit beristrikan 5 (lima) orang diantaranya: Utin Pipah, Utin Saedah, Utin Wangi, Utin Sepa, dan Utin Mariyam. Pada tahun 1906 Gusti Tamdjit menyerahkan daerah Meliau ke Hindia Belanda dengan sistem ganti rugi, dan pihak Hindia Belanda memberi gamti atas daerah Meliau dengan membayar dalam bentuk uang dan emas. Dan daerah Meliau nantinya akan disebut Gouvernement Gebied. Gusti Tamdjit memiliki 19 (sembilan belas) anak, yaitu: Gusti Madri, Gusti Djafar, Utin Zahrah, Utin Kemala, Gusti Intan, Utin Nurkiah, Gusti Hasnan, Utin Mariyam, Gusti Machmud, Gusti Hasan, Gusti Husin, Utin Atina, Gusti Djohan, Gusti Muhammad Ali, Utin Katiah, Gusti Nurdin, Gusti Ismail, Utin Udara, dan Utin Hanafiah. Pada tahun 1916 Mangku Tapot diangkat menggantikan Mangku Abong di Beginjan menguasai wilayah Kapuas Belumba. Sedangkan di Benua Raya dikuasakan kepada Mangku Ngewah.
  13. GUSTI DJAFAR; Wafatnya Gusti Tamdjit pada tahun 1929, diangkatlah Gusti Djafar Raja Tayan bergelar Panembahan Anom Adi Negara. Sementara Gusti Madri lebih memilih pada pendalaman agama islam. Gusti Djafar memiliki 3 (tiga) orang istri, yaitu: Utin Maimunah, Utin Hafsah, dan Utin Halidjah. Utin Halidjah adalah putri Gusti Muhammad Tahir Raja Sanggau. Pada tahun 1931 Gusti Djafar membangun aula depan keraton untuk tempat penerimaan para tamu yang datang ke istana dan acara-acara pertemuan. Aula tersebut dihiasi barang antik koleksi kerajaan seperti keramik tiongkok, perisai/tameng, tombang dan beberapa alat dan senjata lokal lainnya. Gusti Djafar juga menata halaman / alun-alun keraton, karena beliau sangat menyenangi seni dan keindahan. Maka pada waktu tertentu keraton juga menyelenggarakan pentas seni tradisional di keraton sebagai hiburan untuk rakyat. Perkembangan lain dimasa pemerintahan Gusti Djafar adalah dibangunnya jalan Tayan menuju sosok bekerja sama dengan pihak Kompeni. Dan usaha pembangunan terakhir beliau adalah dibangunnya Kantor Kerajaan Tayan yang disebut Balai Agung. Pada tahun 1935 Mangku Cunggat menggantikan Mangku Ketoyo di benua sepode'. Dari pernikahannya Gusti Djafar dikaruniakan 16 (enam belas) orang anak, sedangkan tiga orang lainnya meninggal masih bayi. Ke enam belas tersebut adalah: Gusti Ismail, Gusti Usman, Gusti Kenaan, Gusti Abas, Utin Zahriah, Utin Anisyah, Gusti Muhammad Thahir, Utin Kamariah, Utin Djamaliah, Gusti Bustami, Gusti Busni, Utin Aisyah, Gusti Alidin, Gusti Darmawi, Gusti Rubini, Gusti Sofian, dan Utin Asyiah. Pada tanggal 19 Desember 1942 hari jumat jam 11:00 siang di Pontianak sekitar Kampung Bali (jalan H. Juanda /Sisingamangaraja). Kejadian dekat Tangsi (asrama serdadu Belanda) adanya penyerangan 9 (sembilan) unit pesawat Jepang membombardir tempat itu saat masyarakat hendak sholat, dan  selain serdadu Belanda, banyak masyarakat sekitar yang tewas atas kejadian itu. Mendengar kejadian ini pihak Keraton Tayan pun segera mengungsikan seisi keraton menuju Kampung Entangis, setelah itu pindah ke Kampung Manang. Sementara Gusti Djafar dan prajuritnya masih tetap di istana. Datangnya Kompeni Belanda menjadikan Tayan sebagai pangkalan militernya dengan 3 (tiga) pesawat terbang dengan kapuas sebagai landasannya. Pangkalan digunakan tidak terlalu lama, tapi mereka sempat melakukan serangan ke serawak kucing dan tarakan yang didudukan oleh tentara Dai Nippon (Jepang). Jepang masuk ke Kalimantan Barat melalui Sambas. Belanda menyerah ke Jepang karena sekutu kalah, memberi ruang kepada Gusti Djafar untuk mengunjungi keluarga di Manang. Gusti Djafar tidak tenang dan kembali kekeraton, dalam perjalanan ia bertemu dengan rakyat yang membawa barang jarahan dan Gusti Djafar memerintah agar mengembalikan barang jarahan tersebut. Jepang beraksi menangkap Sultan Syarif Muhammad Alkadrie, dan Raja-raja lainnya di Kalimantan Barat, termasuk Gusti Djafar Raja Tayan. Pada masa ini perlawanan rakyat terhadap Jepang menjadi-jadi. Suatu peristiwa dimana pimpinan pasukan rakyat Tumenggung Gagak dibantu Mangku Tapot,  Mangku Cunggat, Utin Timah,  Panglima Akek, Panglima Kilat, Panglima Itun, Panglima Eton, Panglima Dadu, Panglima Jab, Panglima Cabo dan Panglima Burung, juga ada beberapa orang  kuat yang tercatat mengikuti perang diantaranya: Suden, Hasan, Gunung, Pajar, Kapuk, Asoi, Adam, Kondoi, Meran, Laji, Dolek dan Oran. Perperangan terjadi sangat sengit. Konon ceritanya Utin Timah memiliki peluru petunang yang tak bisa habis. Pasukan Jepang  kalah dalam perang ini, pasukannya yang masih tersisa melarikan diri ke Meliau. Korban dari pasukan rakyat yang gugur perang di Sengkuang Tajur diantaranya: Ombai, Entajok, Johor, Gunding ,dan Ayon. Setelah  menang di sengkuan tajur, kemudian bala pasukan rakyat sebagian menuju Meliau, diantaranya Panglima Burung, Panglima Dadu dan lain-lain, Mangku Tapot tetap di Beginjan, Kapuk dan Pajar tidak turut serta dikarenakan cidera. Panglima Gagak, Panglima Kilat, Panglima Itun, Panglima Jap dan Panglima Eton menyerang ke Tayan Hulu, membawa sebagian pasukan dari sengkuan tajur ikut menuju Tayan Hulu untuk membantu Panglima Busu dan pasukannya yang menghadang  pasukan Jepang menuju Batang Tarang  yang dipukul mundur oleh pasukan rakyat pimpinan Panglima Jauhari.  Dalam peristiwa ini pasukan rakyat yang gugur diantaranya: Panglima Eton dan Panglima Itun meninggal saat penyerangan di Tayan Hulu Sosok. Demikian juga di daerah lain setelah terjadi perlawanan di Labai dan di Embuan Tua yang dimenang pasukan rakyat pimpinan Menera (Pangsuma). Berikutnya terjadi gejolak di Temurak-sungai bongkok Meliau. Pasukan rakyat (Sungai galing, Temurak, Pemudang, dan Melobok): dalam koordinasi Tumenggung Kunduk (Temurak) dibantu pasukan rakyat dari Sengkuang Tajur mengadakan perlawanan. Ada beberapa yang berjaga di Pemudang menghadang kapal Jepang yang hendak kembali ke Tayan. Melihat kondisi kurang menguntungkan pihak tentata Jepang, sehingga pasukan Jepang  mundur ke Meliau memperkuat benteng disana. Sementara Suku Dayak Desa dipimpin Tumenggung Mandi. Dan Suku Melayu dipimpin Gusti M. Ali. Pasukan rakyat bergabung dibawah koordinasi Panglima Menera. Dalam peristiwa perlawanan ini tewaslah Panglima Menera.
  14. GUSTI ISMAIL; Setelah terjadi banyaknya pergerakan rakyat melawan penjajah kala itu, serdadu Jepang menjadi kalang kabut. Tak lama terdengar kabar kalau Jepang kalah perang dari sekutu dan pertahanan mereka mulai goyah, dan serdadu Jepangpun dilucuti pihak Sekutu. Pihak Jepang pun tidak berani mengganggu Kerajaan Tayan lagi. Pada waktu aman tersebut tahun 1945 dilantiklah Gusti Ismail naik tahta sebagai Raja Tayan selanjutnya. Pada Tahun 1949 Diangkat Mangku Cembang menjadi Mangku terakhir di Kerajaan Tayan. Gusti Ismail bergelar Panembahan Paku Negara.

Pemimpin Dayak Tobag setelah berakhirnya Kerajaan Tayan

Pada 1950 terbentuknya Republik Indonesia Serikat (RIS) yang mengharuskan setiap kerajaan yang ada di Nusantara menjadi Swapraja dibawa RIS. Berdasar ketentuan dalam perundang-undangan RIS, maka gelar Sultan Tayan diganti menjadi Kepala Swapraja. Dan ini lah masa berakhirnya Kerajaan Tayan sebagai simbol peradaban lama, dan sistem pemerintahan dalam kerajaan dihapus dan mengikuti sistem pemerintahan RIS. Degan adanya perubahan tersebut, Gusti Ismail kemudian diangkat menjadi wedana Tayan. Setelah Gusti Ismail diangkat menjadi PNS, beliau kemudian dipindahkan ke Kantor Bupati Kepala Daerah Kabupaten Sanggau sampai beliau pensiun.

Dengan berakhirnya sistem kerajaan maka  status keraton Tayan  dijadikan situs Sejarah yaitu Monumen Ordonansi no.238 tahun 1951 dan mendapat donasi untuk pemeliharaan dari Pemda Propinsi Kalbar. Setelah Soeharto menjadi Presidan NKRI mulailah adanya sensus penduduk dan pengelompokkan suku bangsa. Pada masa ini politik orde baru mulai  mengambil alih peran menentukan arah kemajuan Tayan kedepannya. Demikian juga masyarakat adat Dayak Tobag mengikuti sistem pemerintahan yang baru tersebut.[6]

[6][7][8][9]

Organisasi

Masyarakat adat Dayak Tobag seperti masyarakat lainnya tentu ingin menata kehidupan dan turut serta membangun kehidupan berbangsa yang lebih baik. Dibentuknya organisasi, salah satu bertujuan untuk membantu dan mendukung program pemerintah pusat dan daerah dalam usaha membangun bangsa dan negara Republik Indonesia. Berikut tentang organisasi atau kelembagaan adat Dayak Tobag.[6]

Pembentukan LMA Dayak Tobag

Setelah Kerajaan bergabung dalam sistem pemerintahan pusat Republik Indonesia. Masyarakat adat Dayak umumnya menyesuaikan dengan sistem demokrasi yang ada. Jadi Masyarakat Adat Dayak kalimantan Barat khususnya membentuk organisai awal Dayak bernama Dayak In Action (DIA) berdiri tgl 3 November 1945 di Putussibau. Tgl 1 Oktober 1946 berganti nama jadi Partai Persatuan Dayak (PPD), dan terbentuk pengurus dibeberapa wilayah termasuk di Tayan. Sebelum pemilu 2 Mei 1977 PPD melebur bersama partai lain menjadi Partai Demokrasi Indonesia (PDI), Kepengurusan dan aset diserah kepada Pemangku Adat dan Tokoh Adat mayoritas di wilayah tersebut. Di Tayan diserahkan kepada Bapak Kintoi, Salim, Langit, Dani, Nubi dan Cembang sebagai perwakilan. Antara tahun 1980-1990 kekosongan organisasi. Tokoh adat berpengaruh: Ikku dan Suato (Tebang), Jais (Ntangis), Sani, Ani, Latep (Labai lawai). Noh dan Dani (Beginjan), Adi, Derol dan Nubi (Segelam) Baden dan Culin (Meliau) Kintoi dan Ahin (Sepode’). Atas prakarsa bapak Amen Arianto, SH, Tgl 6 Juni 1993 para tokoh adat Dayak Tobag tersebut rapat di kediaman Salim, disepakati didirikanya Organisasi Lembaga Musyawarah Adat Dayak Tobag sebagai pengganti PPD dan menyatukan Adat dan budaya. Mengingat pada waktu ini Dayak Tobag dikenal Dayak Tebang  dan Dayak Cempedek. Dan sesuai dengan musdat nama Dayak Tobag menjadi satu nama dan penyebutannya serta penulisannya baik kalangan intern dan umum.

Musyawarah Adat Dayak Tobag

MUSDAT atau Musyawarah Adat adalah forum tertinggi dalam masyarakat adat Dayak Tobag yang diselenggarakan oleh LMA Dayak Tobag. Ada beberapa Musdat, diantaranya:

  1. Musdat I tgl 24 juni 1993 dibalai desa, Tebang Benua; menetapkan 1 real adalah Rp. 2000 dan memilih pengurus LMA Dayak Tobag dengan Ketua adalah bapak Amen Arianto, SH.
  2. Musdat II tgl 26 Maret 1994 digedung serbaguna, Pulau Tayan; terbentuk Pengurus LMA Dayak Tobag.  
  3. Musdat III pada tanggal 21 Mei 1994 digedung SD, Subah; penetapan Hukum Adat  Dayak Tobag.
  4. Musdat IV pada tanggal 12 November 1994 digedung SD, Beginjan; evaluasi pengurus LMA Dayak Tobag dan dibentuknya Sanggar Sri Kuning”. Tgl 15 Mei 1995  Rapat Pengurus LMA Dayak Tobag di  Tayan, membuat  7 Pati Adat dan membentuk Yayasan Tikas Ma’ Bilang. Dibentuknya Pati Adat pengganti Mangku Adat, kemudian dibentuk  7 (tujuh) Benua adat, seperti: S. Sood; Pati Adat Benua Raya, pusat di Tebang Benua; Syahminan; Pati Adat Benua Damang Ria, pusat di Beginjan; Nubi; Pati Adat Benua Jaya Sempurna berpusat di Sebemban; Baden Deron; Pati Adat Benua  Mangku Kamit, pusat di Temurak; Kiang; Pati Adat Benua Kapuas Jaya berpusat di Sansat; Kintoi; Pati Adat Benua Sepode’ berpusat di Subah, dan; Poen; Pati Adat Benua  Labai Lawai berpusat di Bagan Asam; Tgl 10 November 1996; Rapin susun AD/ART LMA di pulau Tayan.
  5. Musdat V pada tanggal 29 Agustus 1999 digedung SD, Bagan Asam; mengukuhkan Ketua Umum: Amen Arianto, SH., menetapkan buku adat dan lantat. Tgl 20 Agustus 2005; Rapin penetapan Musdat VI dan bahas sekretariat LMA, dirumah sdr. Soter, Kp. Kawat.
  6. Musdat VI pada tanggal 13 Mei 2006 digedung SD, Tebang Benua; Pada menetapkan kepengurusan baru Ketua Umumnya Salfius Seko, SH.
  7. Musdat VII pada tanggal 19 Mei 2011 digereja katholik, Serama; mengukuhkan Pati Adat (Kepala Suku anak benua) dan pengurus LMA Dayak Tobag, penetapan wilayah benua adat (amar Pati Adat) dan kota Tayan, dan penerbitan buku ator adat (kuning).
  8. Musdat VIII pada tanggal 28 Juni 2013 digereja katholik, Sebemban; Pengukuhan pengurus dengan Ketua Umum Salfius Seko, SH.,MH., salam Dayak Tobag, dan penetapan nilai ganti mata (adat pati nyawa).
  9. Musdat IX pada tanggal 30 Mei 2014 diaula desa Tanjung Bunut, Mbaloh; evaluasi, menetapkan penulisan nama “Dayak Tobag”, pembaharuan AD/ART dan pengukuhan pengurus adat, dan;
  10. Musdat X pada tanggal 13 Maret 2016 ditenda musdat, Temurak; evaluasi, penetapan nama Gawai Munjong Raya, dan pembaharuan beberapa pasal adat kematian dan perkuburan/makam.
  11. Musdat XI pada tanggal 10 Desember 2023 digedung SMP Dusun Terentang Desa Subah; Evaluasi, Pembaharuan AD/ART, pemilihan dan pengukuhan Pengurus Baru periode 2024-2029.

Selanjutnya Musyawarah Adat diadakan  minimal 5 (lima) tahun sekali.

Buku Adat Dayak Tobag

Ada beberapa buku yang diterbit dan dicetak oleh LMA Dayak Tobag untuk keperluan intern Komunitas Adat Dayak Tobag Seperti:

  1. Buku Hukum Adat dan Adat Istiadat yang disusun AF. Haerony Salim dan kawan-kawan pada tahun 1995 di Pulau Tayan.
  2. Buku Hukum Adat dan Adat Istiadat (revisi) disusun AF. Haerony Salim dan kawan-kawan pada tahu 2000 di Pulau Tayan, dengan penyesuaian hasil musdat V Tgl 29 Agustus 1999  Musdat V.
  3. Buku Hukum Adat dan Adat Istiadat Dayak Tobag disusun Amen Arianto, SH,MH. dan kawan-kawan pada tahun 2004 di Tebang Benua.
  4. Buku Ator Adat Dayak Tobag disusun Alfons Ar. dkk19 Mei 2011 di Beginjan.
  5. Buku Hukum Adat Dayak Tobag, Pengarah Salfius Seko,SH,MH. dan disusun oleh D. Dulanang Yones dan Arianto pada tahun 2017 di Beginjan.
  6. Buku Dayak Tobag: Mitos dan Sejarah, Ditulis D. Dulanang Yones dan Arianto, pada 2 Desember 2021 di Begnjan.

Salam dan Gawai Dayak Tobag

Salam Dayak Tobag ditetapkan pada tanggal 28 Juni 2013 pada saat Musyawarah Adat VIII di Sebemban, yang berbunyi:

Tabe’ Ka’k Jebata Pejaji Penompa’, Togoh Adat Sute’ Sungu”  dan dijawab  “Ao’.”

Dan selanjutnya salam tersebut dipergunakan disetiap event atau kegiatan masyarakat adat Dayak Tobag sampai sekarang ini. Dalam Musyawarah Adat X tanggal 13 Maret 2016 di Dusun Temurak Desa Meliau Hilir, menetapkan Gawai Adat Dayak Tobag dengan nama “Gawai Munjong Raya”. Penjadwalan Gawai Munjong Raya ditetapkan oleh LMA Dayak Tobag atau melalui Musdat. Gawai ini bertujuan lebih pada pendidikan dan pembinaan generasi muda Dayak Tobag dalam usaha melestarikan dan mengembangkan Adat tradisi dan budaya Dayak Tobag.

Pengurus LMA Dayak Tobag

Periode 1994-1999

Pengurus:

  1. Ketua : Amen Arianto, SH
  2. Wakil Ketua: A.F. Haerony Salim
  3. Sekretaris: Hieronimus Abui
  4. Bendahara: Ulianto
Periode 1999-2005

Pengurus Inti:

  1. Ketua : Amen Arianto, SH
  2. Wakil Ketua AF. Haerony Salim
  3. Sekretaris I : Hieronimus Abui
  4. Sekretaris II: Yohanes Juidi
  5. Bendahara I: Ulianto
  6. Bendahara II: Kasianus Kimleng
  7. Koordinator Bidang Pelestarian Hukum Adat : JF. Heroni
  8. Koordinator Bidang Seni Budaya: D. Dulanang Yones
  9. Koordinator Bidang Hubungan Kemasyarakatan: Agato Limat
  10. Koordinator Bidang Pembangunan dan SDM : Senimanto
Periode 2006-2012

Penasihat:

  1. Amen Arianto,SH,MH
  2. AF. Haerony Salim
  3. D. Dulanang Yones
  4. Kasianus Kimleng
  5. H. Djuki
  6. Agstinus Poen
  7. Ulianto
  8. Suato
  9. DF. Hierony

Pengurus Inti;

  1. Ketua Umum : Salfius Seko, SH
  2. Ketua I : Frans L.L, SH
  3. Ketua II : Selevanus
  4. Sekretaris : Acam,SE
  5. Wakil Sekretaris: Edy Alex Seraayok,SH
  6. Bendahara: Soter
  7. Wakil Bendahara: Temoi
  8. Koordinator Bidang Hak Adat:Antonius Tyson,SH
  9. Koordinator Bidang Seni Budaya: Arianto
  10. Koordinator Bidang Sosial Kemasayarakatan: Antonius Muin, S.Sos
  11. Koordinnator Bidang Litbang dan SDM: Cimpa, A.Ma.Pd
  12. Koordinator Bidang Pengembangan Usaha: Hadrianus Pola
  13. Koordinator Bidang Pemberdayaan Perempuan: Melina, SE.
Periode 2013-2023

Penasihat:

  1. Amen Arianto, SH,MH
  2. D.Dulanang Yones
  3. H. Djuki
  4. A. Seran
  5. Agustinus Poen
  6. Kasianus Kimleng
  7. Kasianus Okon
  8. S. Syafi'i

Pengurus Inti:

  1. Ketua Umum: Salfius Seko,SH,MH.
  2. Ketua I : Romelius Esto, S.Hut
  3. Ketua II: Vesius Dien,SE
  4. Sekretaris Umum: Acam,SE
  5. Sekretaris I: Petrus Damianus Iwan
  6. Sekretaris II: Supeno
  7. Bendahara: Arianto
  8. Koordinator Bidang Hak Adat dan Advokasi : Hironimus Abui,SH
  9. Koordinator Bidang Seni dan Budaya: Timotius Tinjin
  10. Koordinator Bidang Sosial Kemasyarakatan: Viktor Wilson,A.Md
  11. Koordinator Bidang Litbang dan SDM: Alung,S.Th
  12. Koordinator Bidang Pengembangan Usaha: Mardianus Mesias Amnifu,SE
  13. Koordinator Bidang Pemberdayaan Perempuan: Agustina,S.Hut
Periode 2024-2029

Dewan Penasehat, Pertimbangan dan Pengawas

  1. Ketua/ PE' HULU RIOSEPUH : Acam, SE
  2. Anggota/ PE' RIOSEPUH : Yanto Laong, S.Si
  3. Anggota/ PE' RIOSEPUH : Salfius Seko, SH,Mh
  4. Anggota/ PE' RIOSEPUH : Anselmus Efendi,Sh
  5. Anggota/ PE' RIOSEPUH : Bison
  6. Anggota/ PE' RIOSEPUH : Ferus, S.Kom
  7. Anggota/ PE' RIOSEPUH : Namsen

Dewan Pimpinan:

  1. Ketua Umum / PATEH MANGKU ADAT: Arianto
  2. Ketua Harian dan Urusan Litbang dan SDM/ PATINGGI MANGKU ADAT: Nadi
  3. Sekretaris Umum/ PATINGGI HULUDAMPAR: Toni, A.Md
  4. Bendahara Umum/ PATINGGI HULUJURONG: Kasianus Ejanto, S.PdK
  5. Ketua Bidang Pelestarian Hukum Adat dan Advokasi/ SINGAPATI: Sri Hartono
  6. Ketua Bidang Sosial Kemasyarakatan, Hubungan Birokrasi dan Pemerintahan/ DOMONG HULUJURU: Yulianus Atin
  7. Ketua Bidang Pelestarian Ritual dan Upacara Adat/ PUAWANG AGOK: A. Tindo
  8. Ketua Bidang Kepemudaan dan Seni Budaya/ RANGGA HULUJATI: Klaudius Supeno
  9. Ketua Bidang Pemberdayaan Perempuan/ BIANG HULUBINI:-

Pimpinan Wilayah:

  1. Ketua Wilayah Benua Raya/ PATI ADAT: Apomin
  2. Ketua Wilayah Benua Damang Ria/ PATI ADAT: H. Naher
  3. Ketua Wilayah Benua Mangku Kamit/ PATI ADAT: A.R. Salam
  4. Ketua Wilayah Benua Jaya Sempurna/ PATI ADAT: Suryadi
  5. Ketua Wilayah Benua Kapuas Jaya/ PATI ADAT: Philipus Eko
  6. Ketua Wilayah Benua Sepode' / PATI ADAT : Ahin
  7. Ketua Wilayah Benua Labai Lawai/ PATI ADAT : A. Poen

Tokoh-Tokoh Dayak Tobag

Tokoh yang pertama kali atau Tokoh Perintis :
  1. Mangku Ketoyo, Pemimpin asal Sepode' (Cempedek) adalah orang Dayak Tobag pertama yang bersekolah di Sekolah Rakyat (SR).
  2. SUNAH, Pemudi asal laman Maku adalah orang Dayak Tobag pertama mengikuti pendidikan keagamaan (setara SLTP pada masa itu) dalam misi misionaris katholik pada tahun 1830;
  3. Kintoi, Tokoh asal Subah adalah orang Dayak Tobag pertama yang mengikuti organisasi dan menjadi pengurus PPD Tayan pimpinan MTH. Djaman;
  4. AFH. Salim, Pemuda asal Beginjan adalah orang Dayak Tobag pertama yang tamat SMA dan menjadi Sekcam, dan Pejabat Camat, dan juga PNS pertama;
  5. JF. Heroni dan D. Dulanang Yones, Pemuda asal Beginjan adalah orang Dayak Tobag pertama yang mengenyam pendidikan guru dan menjadi guru agama katolik.
  6. Mino, Pemuda asal Beginjan adalah orang Dayak Tobag pertama yang menjadi tentara (TNI-AD).
  7. Suandi, Pemuda asal Beginjan adalah orang Dayak Tobag pertama yang menjadi anggota Kepolisian RI.
  8. Amen Arianto, SH,.MH, Pemuda asal Tebang Benua adalah orang Dayak Tobag pertama yang mengenyam pendidikan hukum dan mendapat gelar sarjana, dan menjadi pimpinan LMA Dayak Tobag;
  9. Ulianto, Pemuda asal Tebang Benua dan Fillo asal Beginjan, adalah orang Dayak Tobag pertama yang menjadi anggota legislatif /DPRD (Sanggau);
  10. Acam, SE,. pemuda asal Tebang Benua adalah orang Dayak Tobag pertama menjadi penyanyi yang merilis album dalam pita kaset, dan menjadi pimpinan DAD Tayan Hilir;
  11. Yanto Laong, S.Si, pemuda asal Tebang Benua adalah orang Dayak Tobag pertama menjadi seorang imam katholik.
  12. Salfius Seko, SH,. pemuda asal Tebang Benua adalah orang Dayak Tobag pertama menjadi Dosen.
  13. Edy Alex Serayog, pemuda asal Entajo adalah orang Dayak Tobag pertama menjadi Jaksa dan Hakim;
  14. Fransilvanus, SH,. pemuda asal Bagan Asam adalah orang Dayak Tobag pertama menjadi pengacara;
Tokoh-tokoh dan Sepuh Dayak Tobag, diantaranya:
  1. Amen Arianto, SH.,MH. (alm)
  2. AF. Haerony Salim.
  3. Ulianto (alm)
  4. Kintoi (alm)
  5. A. Poen
  6. Baden Deron (alm)
  7. Suato (alm)
  8. Syahminan (alm)
  9. D. Dulanang Yones (alm)
  10. S.Sood
  11. Kiang (alm)
  12. Nobi (alm)
  13. DF. Dani (alm)
  14. Culin (alm)
  15. Seran (alm)
  16. Lolon
  17. F. Adi (alm)
  18. Ahin
  19. Djuki
  20. H. Naher
  21. K. Kimleng
  22. Namsen
  23. Salfius Seko, SH.,MH
  24. Acam, SE
  25. Yanto Laong, SH
  26. Arianto
  27. Edy Alex Serayox
  28. H. Abui
  29. Fransilvanus, SH
  30. P. Saifin
  31. Anselmus Efendi, SH
  32. Bison
  33. AR. Salam
  34. Cadun
  35. Suryadi
  36. Alung
  37. (Data belum masuk semua)

[10][11]

Referensi

  1. ^ J.U. Lontaan, Dkk (1975). Sejarah Hukum Adat dan Adat Istiadat Kalimantan Barat. Jakarta: Bumirestu. 
  2. ^ A.F. Haerony, Salim (1995). Hukum Adat dan Adat Istiadat Dayak Tobag. Tayan: LMA Dayak Tobag. 
  3. ^ Amen Arianto, SH,MH., Ulianto (2004). Hukum Adat dan Adat Istiadat Dayak Tobag. Tayan: LMA Dayak Tobag. 
  4. ^ Alfons, Ar (2011). Ator Adat Dayak Tobag Kalbar. Tayan: LMA Dayak Tobag. 
  5. ^ Salfius S.,SH,MH,.Dulanang Y, Ar (2017). Hukum Adat Dayak Tobag. Tayan: LMA Dayak Tobag. 
  6. ^ a b c D. Dulanang Y, Arianto (2021). Dayak Tobag: Mitos dan Sejarah. Tayan: LMA Dayak Tobag. 
  7. ^ Drs. Husni Umberan, M.S.Ed, Dkk (1996). Sejarah Kerajaan-Kerajaan Di Kalimantan Barat. Pontianak: Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisi Pontianak. 
  8. ^ Gusti D, Dkk (1999). Sejarah dan Silsilah Kerajaan Tayan. Tayan: Perpustakaan Istana Kerajaan Tayan. 
  9. ^ Fathul FT, Ss, Dkk (2007). Kerajaan Hulu Aik: Studi sejarah tentang perkembangan Kerajaan Hulu Aik. Pontianak: Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Pontianak. 
  10. ^ Amen Ar, SH.,MH., H. Abui. (2006). Dokumen LMA Dayak Tobag. Tayan: LMA Dayak Tobag. 
  11. ^ Salfius S,SH.,MH., Acam,SE. (2022). Dokumen LMA Dayak Tobag. Tayan: LMA Dayak Tobag. 
Kembali kehalaman sebelumnya