Digitalisasi multimedia
Digitalisasi multimedia adalah proses perubahan media dari satu elemen menjadi banyak elemen. Digitalisasi multimedia dalam dunia jurnalistik menjadi sebuah tampilan baru yang disertai dengan elemen-elemen multimedia. Multimedia secara umum adalah gabungan dari dua atau lebih elemen, yaitu gambar, suara(audio), teks, animasi, grafik, dan video yang mampu memberikan tampilan menjadi lebih dinamis dan interaktif.[1] Penambahan elemen-elemen multimedia pada dunia jurnalistik mengubah tatanan dalam jurnalistik menjadi jurnalisme multimedia atau multimedia journalism. Jurnalisme multimedia merupakan model jurnalisme yang memiliki elemen multimedia seperti audio, gambar atau foto, teks, hypertext, video dan adanya interaktivitas. Jurnalisme multimedia hadir melalui elemen-elemen jurnalistik yang saling berkaitan, yaitu inovasi teknologi, jurnalis foto dan redaksi, organisasi bisnis media, khalayak, dan kondisi sosial, budaya, ekonomi, dan politik. Jurnalisme multimedia tidak akan bisa maksimal tanpa kaitannya dengan kelima elemen jurnalistik. Perubahan satu elemen jurnalistik juga dapat mendorong elemen jurnalistik yang lainnya. Jurnalisme multimedia tidak hanya memindahkan produk jurnalisme dari versi cetak ke digital, tetapi juga memilki elemen jurnalistik yang berbeda dengan yang ada di versi cetak.[2] SejarahDigitalisasi multimedia bermula pada 1983-1986 dengan kemunculan Viewtron. Knight-Ridder membuat sebuah proyek yang memberikan akses berita kepada khalayak sebelum berita tersebut dicetak pada koran. Berita yang ditampilkan merupakan berita dari Miami Herald dan Associated Press. Namun, Viewtron terpaksa harus ditutup pada 31 Maret 1986 dikarenakan tidak memberikan profit apapun setelah 6 tahun penelitian dan 3 tahun beroperasi. Selain itu, dalam mengakses Viewtron diperlukan perangkat khusus seperti terminal dan keyboard.[3] Pada tahun 1988, World Wide Web mulai berkembang dan memunculkan banyak pionir laman berita dari berbagai media berita. Contohnya seperti CNN, The Chicago Tribune, dan News & Observer.[4] Koran Inggris, The Daily Telegraph mengikuti tren yang ada dengan meluncurkan Electronic Telegraph pada November 1994. Electronic Telegraph menjadi koran berbasis daring pertama di Eropa.[5] Publikasi daring mulai mengikuti ritme dari publikasi cetak yang terbit setiap hari. Spesifikasi topik berita juga mulai dikembangkan pada saat ini sehingga muncul yang dinamakan agregasi berita. Agregasi berita adalah sebuah tren saat sebuah laman atau software mengumpulkan berbagai konten yang memiliki topik yang sama namun berasal dari banyak sumber dan memiliki banyak format. Konten yang dikumpulkan dapat berupa teks, foto dan video. Salah satu laman yang menyediakan agregasi berita adalah Drudge Report. Topik yang diangkat pada saat itu adalah skandal Monica Lewinsky.[4] Sementara di Indonesia, pionir pertama koran daring adalah Republika dan Kompas pada tahun 1995. Kemunculan koran daring ini disebabkan oleh mulai meningkatnya jumlah pengguna internet di Indonesia. Selain itu, kendala geografis yang membuat sulitnya distribusi koran cetak juga menjadi alasan pendukung hadirnya laman-laman ini. Namun, konten dalam laman ini masih sama dengan konten pada koran versi cetak. Tempo juga turut meluncurkan Tempo Interaktif pada tahun 1996. Kemunculan Tempo Interaktif sebagai pengganti koran cetak Tempo yang berhenti beredar akibat dibredel oleh pemerintah pada tahun 1994. Sehingga konten yang ada pada laman Tempo Interaktif berbeda dengan laman-laman berita yang lain. Tempo Interaktif cenderung menyuguhkan konten berupa wawancara dengan narasumber dan profil tokoh. Perubahan mulai terjadi ketika Detikcom muncul pada tahun 1998. Berbeda dengan laman berita yang lain, Detikcom lebih mengutamakan kecepatan dalam menyampaikan berita. Unsur berita yang digunakan hanya What, Who dan Where. Perubahan ini mulai dilakukan karena situasi Indonesia pada saat itu sedang sangat bergejolak. Informasi mengenai gerakan reformasi selalu muncul setiap saat dan dari berbagai daerah. Sehingga kecepatan dalam mendapatkan informasi menjadi hal yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat.[6] Kini, laman berita di Indonesia sudah mencapai 43.300 laman. Laman-laman tersebut tidak hanya memproduksi dan menampilkan berita, namun ada pula yang menyajikan agregasi berita dan kurasi berita. Namun laman berita yang terverifikasi oleh pemerintah hanya 5% dari jumlah keseluruhan, yaitu 234 laman berita. Hal ini dikarenakan laman-laman berita lainnya cenderung terbit secara tidak menentu. Selain itu, laman-laman tersebut tidak menggunakan kode etik jurnalistik dengan tepat dan tidak menjadi rujukan orang lain.[7] KarakteristikDigitalisasi multimedia memiliki unsur yang menggabungkan teks, gambar berdimensi, animasi, grafik, audio, serta video. Berikut adalah karakteristiknya: Multimedia InteraktifPengguna atau user dapat berinteraksi secara penuh dengan elemen multimedia yang ditampilkan pada layar. Kini, audiens juga dapat memberikan komentar, atau feedback dalam bentuk lain seperti menyukai, tidak menyukai, bahkan share. Contoh: Virtual interaktif, virtual reality.[8] Multimedia LinearMultimedia yang berjalan lurus tanpa kontrol navigasi dari pengguna laman web, penyajiannya berurutan serta sekuensial dari awal sampai akhir. Namun, adanya digitalisasi juga menjadikan pengguna dapat menghentikan atau melanjutkan konsumsi konten. Dengan kata lain, kontrol navigasi memang sepenuhnya sudah berada pada tangan audiens. Contoh: Film, musik, video.[8] Kontrol AudiensDalam multimedia digital, pengguna laman web diberi keleluasaan untuk memilih informasi yang diinginkan. Dengan kata lain, audiens kini cenderung mengenal istilah content on demand. Di mana audiens dapat mencari dan mengonsumsi konten sesuka hati, tidak seperti dahulu hanya tertentu sesuai jadwal (Televisi, Radio). Tidak hanya mengonsumsi konten, audiens juga kini dapat menjadi produsen melalui digitalisasi multimedia.[9] Cepat TersebarSetiap kali suatu konten diposting ke internet melalui laman web, maka langsung bisa diakses oleh warga dunia. Waktu yang diperlukan untuk menyampaikan berita juga jauh lebih cepat dibanding media cetak.[9] Multimedia Terintegrasi Beberapa format multimedia, kini dapat terintegrasi melalui tautan atau link dari satu platform ke platform lain. Hal ini juga mempermudah berbagai aktivitas dan pekerjaan, mengingat hanya perlu menautkan satu tautan untuk berlanjut ke tautan lain. Informasi yang didapatkan audiens juga akan menjadi utuh dan lebih menyeluruh. PenerapanMedia saat ini disajikan dengan elemen multimedia seperti The New York Times Interactive,[10] The Guardian[11] dan BBC UK[12] serta media Indonesia yang menerapkan digitalisasi multimedia adalah Visual Interaktif Kompas[13] dan Tirto.id.[14] Referensi
|