Share to:

 

Dinasti Gajapati

Dinasti Gajapati

Dinasti Gajapati, yang juga dikenal sebagai Dinasti Suryavamsa (transl. Dinasti Surya) atau Dinasti Routray, merupakan dinasti Hindu pada abad pertengahan yang berpusat di wilayah Trikalinga, anak benua India.[1] Pada masa kejayaannya, dinasti ini memerintah wilayah yang membentang dari Sungai Gangga di utara hingga Sungai Kaveri di selatan, mencakup sebagian besar Andhra Pradesh dan beberapa wilayah barat Bengal Barat.[2] Dinasti ini menggantikan Dinasti Ganga Timur.Para penguasa Gajapati adalah penganut Hindu Vaishnava yang taat dan pemuja setia Dewa Wisnu. Mereka juga dikenal karena mendirikan banyak kuil untuk menghormati Dewa Wisnu.[3]

Etimologi

Dalam bahasa Odia, “Gaja” berarti gajah, sementara “Pati” berarti tuan atau pemilik. Oleh karena itu, secara etimologis, Gajapati berarti “raja dengan pasukan gajah” atau “tuan dari gajah”.[4] Gelar ini merupakan salah satu dari empat gelar yang digunakan oleh raja-raja India pra-kolonial, selain Narapati (contoh: kaisar Vijayanagara), Aswapati (contoh: sultan Bahmani), dan Chattrapati.[5]

Sejarah

Wilayah Kalinga (sekarang Odisha) awalnya dikuasai oleh Dinasti Ganga Timur, yang memerintah dari Kalinga-nagara (sekarang Mukhalingam di dekat Srikakulam, Andhra Pradesh) sebelum memindahkan ibu kotanya ke Cuttack pada abad ke-13. Filsuf Hindu Ramanujacharya memengaruhi Raja Choda Ganga Deva, yang merenovasi kuil di Puri.[5] Narasingha Deva I mendirikan Kuil Matahari di Konark serta Kuil Varaha Lakshmi Narasimha di Simhachalam, Visakhapatnam. Dinasti Ganga kemudian digantikan oleh Dinasti Gajapati.[6]

Prasasti tembaga dari Dinasti Pallava awal ditemukan di Danau Kolleru, menghubungkannya dengan Gajapati Langula Narasimha Deva, seorang raja Oriya (Odia Raja). Menurut legenda, benteng Gajapati terletak di Kolleti Kota, salah satu pulau di danau tersebut, yang melindungi pasukan Odia. Jenderal musuh di Chiguru Kota di tepi danau berusaha menggali saluran di Upputeru modern untuk mengalirkan air danau ke laut, memungkinkan serangan ke benteng Gajapati.[7]

Masa keemasan

Pada abad ke-15, Dinasti Gajapati mencapai puncak kekuasaan di bawah Kaisar Kapilendra Deva, memerintah wilayah dari Sungai Gangga dekat Hoogly hingga Sungai Kaveri di selatan. Namun, pada awal abad ke-16, dinasti ini kehilangan sebagian besar wilayah selatan mereka kepada Kekaisaran Vijayanagara dan Kesultanan Golkonda.[2]

Masa ini ditandai oleh pengaruh besar Chaitanya Mahaprabhu serta penyebaran kuil Jagannath ke seluruh wilayah kekaisaran. Tradisi militer yang melemah dalam masyarakat diduga disebabkan oleh gerakan Bhakti yang dipimpin Sri Chaitanya Mahaprabhu, yang menetap di Puri selama 18 tahun pada masa pemerintahan Kaisar Prataparudra.[1] Terinspirasi ajarannya, Kaisar Prataparudra meninggalkan tradisi militerisme para penguasa Kalingga dan memilih menjalani hidup sebagai pertapa, yang mengakibatkan ketidakpastian dalam kekaisaran. Govinda Vidyadhara kemudian merebut takhta dengan membunuh putra-putra kaisar.[8]

Referensi

Sitasi

  1. ^ a b R. C. Majumdar 1967, hlm. 366.
  2. ^ a b R. C. Majumdar 1967, hlm. 364.
  3. ^ Sen, Sailendra (2013-03-15). A Textbook of Medieval Indian History (dalam bahasa Inggris). Ratna Sagar P. Limited. ISBN 978-93-80607-34-4. 
  4. ^ Bal, Ashok Kumar; Singh, Karan (2022). Gajapati: a king without a kingdom. New Delhi: Konark Publishers Pvt Ltd. ISBN 978-81-949286-2-1. 
  5. ^ a b Hemalatha, B. (1991). Life in Medieval Northern Andhra: Based on the Inscriptions from the Temples of Mukhalingam, Srikurmam, and Simhachalam (dalam bahasa Inggris). Navrang. ISBN 978-81-7013-086-4. 
  6. ^ Mansinha, Mayadhar (1962). History of Oriya Literature (dalam bahasa Inggris). Sahitya Akademi. 
  7. ^ "-- Schwartzberg Atlas -- Digital South Asia Library". dsal.uchicago.edu. Diakses tanggal 2024-12-02. 
  8. ^ Das, H. C. (1989). Sri Chaitanya in the Religious Life of India (dalam bahasa Inggris). Punthi Pustak. ISBN 978-81-85094-22-9. 

Sumber

Kembali kehalaman sebelumnya