Dinasti Nguyen
Dinasti Nguyễn (Chữ Nôm: 茹阮, bahasa Vietnam: Nhà Nguyễn; Hán tự: 阮朝, bahasa Vietnam: Nguyễn triều) adalah dinasti penguasa Vietnam yang terakhir.[1] Pemerintahan mereka berlangsung selama 143 tahun, dan dimulai pada tahun 1802 ketika Kaisar Gia Long naik tahta setelah mengalahkan Dinasti Tay Sơn dan berakhir pada tahun 1945 ketika Bảo Đài turun tahta dan kekuasaan dipindahkan ke Negara Vietnam. Selama masa pemerintahan Kaisar Gia Long, bangsa ini resmi dikenal sebagai Việt Nam (越南) tetapi pada pemerintahan Kaisar Minh Mang, bangsa ini berganti nama menjadi Đài Nam(大南, harfiah "Selatan yang Besar"). Pemerintahan mereka ditandai dengan meningkatnya pengaruh kolonialisme Prancis, akibatnya Vietnam dibagi menjadi tiga yaitu Cochinchina menjadi koloni Prancis sementara Annam dan Tonkin menjadi protektorat yang independen dalam nama saja. AsalKeluarga Nguyễn telah menjadi salah satu keluarga besar dalam sejarah Vietnam, di waktu-waktu Kaisar Le Loi. Dikarenakan perang saudara dan melemahnya Dinasti Lê, Nguyễn dan Trịnh (keluarga besar lainnya) bergabung bersama untuk melawan Mac. Nguyễn Kim, pemimpin aliansi ini, dibunuh pada tahun 1545 oleh seorang hamba Mac. Menantunya Trịnh Kiem, mengambil alih aliansi karena anak-anak Kim masih terlalu muda. Pada 1558, Nguyễn Hoàng, putra sulung Nguyễn Kim diberi kebangsawanan atas daerah selatan yang baru ditaklukan. Ia memerintah dari kota Huế untuk sisa hidupnya dan mendirikan kekuasaan penguasa Nguyễn di bagian selatan negara itu. Sementara bangsawan Nguyễn seperti Trịnh, membayar upeti kepada Kaisar Lê, kenyataannya adalah mereka memerintah, bukan menjadi raja. Nguyen Hoang dan penerusnya terus memperluas wilayah mereka dengan membuat Kampuchea sebagai protektorat, dan menyerang Laos, Champa dan daerah lainnya. Bangsawan Nguyễn memberi gelar diri mereka sebagai "dewa" (Chua). Kelahiran dinastiNguyễn Phúc Nguyễn, anak Nguyễn Hoàng memulai nama keluarga Nguyễn Phúc. 200 tahun kemudian, Nguyễn Phúc Khoát adalah penguasa pertama dari garis tahta yang menyebut dirinya Raja (Vuong), seperti bangsawan Trịnh di Utara. Nguyễn Phúc Ánh akhirnya menyatukan Vietnam untuk kedua kalinya setelah 3 abad. Dia mulai memimpin dinasti dan menyebut dirinya Kaisar (Hoàng Đế) Gia Long. Setelah Gia Long, penguasa dinasti lainnya mengalami masalah dengan misionaris Katolik dan kemudian keterlibatan Eropa di Indochina. Anaknya Minh Mang kemudian dihadapkan dengan pemberontakan Le Van Khoi, ketika orang-orang Kristen asli dan pendeta Eropa mencoba untuk menggulingkan dia dan mengangkat cucu Gia Long yang telah berpindah agama menjadi Katolik Roma. Kejadian ini kemudian berlanjut dengan pemberontakan yang diluncurkan oleh para misionaris dalam upaya untuk meng-Katolikisasi tahta dan negara.[2] Sebaliknya Minh Mang juga terkenal karena penciptaan lahan publik sebagai bagian dari reformasi itu.[3] Kaisar Minh Mang, Thieu Tri dan Tự Đức, menentang keterlibatan Prancis dalam negeri dan mencoba untuk mengurangi pertumbuhan penganut Katolik di Vietnam pada waktu itu. Pemenjaraan misionaris yang secara ilegal memasuki negara itu dianggap Prancis sebagai dalih utama untuk menginvasi dan menduduki Indocina. Sama seperti apa yang telah terjadi di Qing Tiongkok, ada juga banyak insiden yang melibatkan negara Eropa selama abad ke-19. Kaisar Nguyen terakhir yang memerintah dengan kemerdekaan penuh adalah Tự Đức. Setelah kematiannya, ada krisis penerus tahta kerajaan di mana Bupati Ton That Thuyết mengatur pembunuhan tiga kaisar dalam setahun. Hal ini memungkinkan Prancis untuk mengambil kontrol langsung negara Vietnam dan akhirnya mendapatkan kontrol penuh terhadap monarki. Semua kaisar sejak Đồng Khánh dipilih oleh Prancis dan hanya bersifat simbolik. Kolonisasi PrancisNapoleon III mengambil langkah pertama untuk membangun pengaruh kolonial Prancis di Indochina. Dia menyetujui peluncuran ekspedisi angkatan laut pada tahun 1858 untuk menghukum Vietnam karena penganiayaan misionaris Katolik mereka dan memaksa pengadilan untuk menerima kehadiran Prancis di negara itu. Salah satu faktor penting dalam keputusannya adalah keyakinan bahwa Prancis bisa menjadi kekuatan kelas dua jika tidak memperluas pengaruhnya di Asia Timur, juga adanya gagasan bahwa Prancis memiliki misi menyebarkan kebudayaan. Hal ini akhirnya menyebabkan invasi besar pada tahun 1861. Pada 1862 perang berakhir dan Vietnam terpaksa kehilangan tiga provinsi di selatan (yang disebut oleh pihak Prancis sebagai Cochinchina), membuka tiga pelabuhan perdagangan Prancis, memungkinkan armada kapal perang Prancis ke Kampuchea (yang menyebabkan dibentuknya protektorat Prancis atas Kamboja pada tahun 1863), memperbolehkan kebebasan bertindak bagi para misionaris Prancis dan memberi Prancis ganti rugi yang besar untuk biaya perang. Namun Prancis tidak campur tangan dalam pemberontakan yang didukung kaum Kristen Vietnam di Bắc Bộ meskipun adanya desakan misionaris dan adanya pembantaian ribuan orang Kristen setelah pemberontakan, menunjukkan bahwa meskipun penganiayaan orang Kristen adalah penyebab intervensi, militer dan alasan politik yang sebanarnya mengakibatkan kolonialisme di Vietnam. Prancis benar-benar menaklukkan Vietnam pada tahun 1887 dan kemudian mempromosikan pendudukan dan pengembangan Delta Mekong oleh Vietnam. Dinasti Nguyễn masih memerintah Annam secara nominal yang merupakan protektorat Prancis. Prancis menambahkan bahan-bahan baru untuk budaya Vietnam. Prancis memasukkan Katolik dan sistem penulisan berdasarkan abjad Latin. Ejaan yang digunakan dalam transliterasi Bahasa Vietnam adalah bahasa Portugis karena Prancis mengandalkan kamus yang disusun sebelumnya oleh seorang pastor Portugis. Perang Dunia ISementara berusaha memaksimalkan penggunaan sumber daya alam dan tenaga kerja untuk memerangi Perang Dunia I Prancis menindak semua gerakan patriotik di Vietnam. Indochina, terutama Vietnam, harus menyediakan 70.000 tentara dan 70.000 pekerja untuk Prancis, yang dipaksa ditugaskan dari desa-desa untuk bekerja di medan perang Prancis. Vietnam juga menyumbang 184 juta piaster dalam bentuk pinjaman dan 336.000 ton makanan. Beban ini terbukti membuat pertanian menjadi terpukul karena bencana alam (1914-1917). Akibat kurangnya sebuah organisasi nasional yang bersatu, gerakan nasional Vietnam gagal memanfaatkan keuntungan dari kesulitan Prancis selama perang. Pada bulan Mei 1916, raja Duy Tan, melarikan diri dari istananya untuk mengambil bagian dalam pemberontakan tentara Vietnam. Prancis rupanya telah tahu tentang rencana ini dan akibatnya para pemimpin ditangkap dan dieksekusi. Duy Tan digulingkan dan diasingkan ke Pulau Reunion di Samudera Hindia. Perang Dunia IISentimen nasionalis rupanya menjadi lebih intensif di Vietnam, terutama selama dan setelah Perang Dunia Pertama, tetapi semua pemberontakan dan upaya tentatif gagal untuk memperoleh konsesi dari pihak Prancis. Revolusi Rusia yang terjadi saat ini memiliki dampak yang luar biasa pada abad ke-20 dan membentuk sejarah Vietnam. Dimulainya Perang Dunia II pada 1 September 1939 adalah kejadian yang sama menentukannya dengan pengambilalihan Đà Nẵng oleh Prancis pada tahun 1858. Blok Poros dari Jepang menginvasi Vietnam pada tanggal 22 September 1940, berusaha untuk membangun pangkalan militer untuk menyerang melawan Sekutu di Asia Tenggara. Pada tahun 1941-1945, ada sebuah gerakan perlawanan komunis yang disebut Viet Minh yang dikembangkan di bawah kepemimpinan Ho Chi Minh. Pada tahun 1944-1945 terjadi kelaparan di Vietnam utara di mana lebih dari satu juta orang mati kelaparan. Pada bulan Maret 1945, menyadari kemenangan sekutu tak terelakkan, Jepang menggulingkan pemerintah Prancis di Vietnam, memenjarakan PNS dan menyatakan Vietnam "independen" di bawah "perlindungan" Jepang dengan Bảo Đại sebagai kaisar. Keruntuhan dinastiJepang menyerah pada tanggal 15 Agustus, memicu pemberontakan oleh Vietminh. Setelah menerima "permintaan" untuk pengunduran dirinya, Bảo Đại turun tahta pada 30 Agustus dan kekuasaan diserahkan kepada Vietminh. Bảo Đại diangkat sebagai "penasihat tertinggi" oleh pemerintah baru. Bảo Đại meninggalkan mereka tak lama kemudian karena ia tidak setuju dengan kebijakan Vietminh dan mengasingkan diri di Hong Kong. Setelah kembalinya Prancis pada bulan Oktober, Perang Prancis-Indocina (1946-1954) terjadi antara Prancis dan Vietminh. Penerus dan kepala dinastiPada tahun 1948, Prancis membujuk Bảo Đại untuk kembali sebagai "Kepala Negara" (Quoc Trường) dari "Negara Vietnam" (Quoc Gia Việt Nam) yang didirikan di daerah-daerah di mana pihak Prancis sudah mengambil alihnya, sementara perang berdarah dengan Viet Minh yang dipimpin Ho Chi Minh berlanjut. Bảo Đại menghabiskan sebagian besar waktunya selama konflik yang menikmati kehidupan yang baik di rumah mewah di Đà Lat (di Dataran Tinggi Vietnam) atau di Paris, Prancis. Perang berakhir dengan kekalahan Prancis di Djien Bien Phu pada tahun 1954. Prancis bernegosiasi dengan AS untuk membagi Vietnam. Vietnam diusulkan dibagi menjadi Vietnam Utara (diperintah Viet Minh) dan Vietnam Selatan (diperintah pemerintahan baru). Pada tahun 1955 perdana menteri Ngô Đình Diem menggulingkan Bảo Đại di suatu referendum yang oleh sebagian besar pemilih dianggap suatu kecurangan. Tidak hanya jumlah pemilih yang mendukung usulan Diem untuk republik tidak masuk akal (98%), tetapi jumlah suara untuk republik jauh melebihi jumlah pemilih terdaftar. Diem kemudian diasumsikan posisi Presiden Republik Vietnam (Việt Nam Cong Hoa), sekali lagi mengakhiri keterlibatan Bảo Đại dalam urusan Vietnam, yang kali ini secara permanen. Bảo Đại memutuskan mengasingkan diri di Prancis, di mana ia meninggal pada tahun 1997 dan dimakamkan di Cimetière de Passy. Putra Mahkota Bao Long melanjutkannya setelah kematian ayahnya Kaisar Bảo Đại sebagai Kepala Dinasti Kekaisaran Vietnam (31 Juli 1997). Ia pada gilirannya digantikan oleh saudaranya Bao Thang pada tanggal (28 Juli 2007). Daftar bendera unit administrasi Flag States And GloryBendera unit administrasi[4][5] Dinasti Nguyễn digunakan sejak sekitar 1868-1885, denganrasio 2:2. Daerah kerajaan
Provinsi Wilayah UtaraProvinsi Daerah Tengah
Pranala Bagogo ImagineWikimedia Commons memiliki media mengenai Nguyễn dynasty.
Referensi Latvia Praja Thai
|