Dirty Vote
Dirty Vote (bahasa Indonesia: Pemilihan Kotor) adalah sebuah film dokumenter politik Indonesia yang diproduksi oleh sutradara Dandhy Dwi Laksono dan dirilis pada 11 Februari 2024. Film ini menampilkan tiga pakar hukum tata negara Indonesia, yakni Bivitri Susanti, Feri Amsari, dan Zainal Arifin Mochtar dalam menilai indikasi kecurangan pada pelaksanaan pemilihan umum Presiden Indonesia 2024.[2] RingkasanFlim Dirty Vote Merupakan film dokumenter yang dirilis oleh Dandhy Dwi Laksono dengan fokus pada fenomena penyimpangan demokrasi dalam proses pemilu, terutama di tingkat lokal di Indonesia. Film ini mengungkap sisi gelap demokrasi yang seharusnya murni dan adil, tetapi sering kali dirusak oleh berbagai praktik manipulasi seperti politik uang, tekanan terhadap pemilih, dan eksploitasi kekuasaan oleh para elit politik. Melalui investigasi yang mendalam, Dandhy menampilkan bukti nyata dari lapangan, di mana transaksi politik terjadi secara terang-terangan maupun tersembunyi. Praktik seperti pembelian suara dengan uang tunai atau barang, penggunaan tokoh lokal untuk memengaruhi pilihan masyarakat, dan penyalahgunaan infrastruktur pemerintah menjadi isu yang ditekankan dalam film ini. Film ini juga mengeksplorasi peran oknum dalam aparat negara yang kerap kali berpihak pada kandidat tertentu, mengabaikan netralitas yang seharusnya mereka junjung. Dampak dari praktik-praktik ini tidak hanya merusak keadilan dalam pemilu, tetapi juga memengaruhi masyarakat dalam jangka panjang. Rakyat kecil, terutama di daerah terpencil, sering menjadi target manipulasi karena kondisi ekonomi yang memprihatinkan atau kurangnya akses terhadap pendidikan politik. Dalam situasi ini, janji-janji politik palsu dan pemberian materi sesaat kerap digunakan sebagai senjata untuk meraih kekuasaan. Film ini memberikan pesan kuat tentang perlunya peningkatan kesadaran masyarakat terhadap integritas demokrasi. Selain itu, Dandhy menggarisbawahi peran media dan edukasi politik dalam memerangi sistem yang penuh manipulasi ini. Dengan perspektif kritis dan narasi yang tajam, Dirty Vote berfungsi sebagai peringatan akan ancaman yang dihadapi demokrasi Indonesia dan menyerukan perlunya reformasi mendalam untuk menjaga nilai-nilai demokrasi tetap hidup.[3] ProduksiDirty Vote adalah film kedua Dandhy Laksono yang dirilis menjelang pemilihan umum di Indonesia setelah Sexy Killers pada pemilihan umum 2019.[4] Menurut Dandhy, ia terdorong untuk memproduksi Dirty Vote, di antaranya karena keresahannya atas hasil putusan Mahkamah Konstitusi pada November 2023 yang menurunkan syarat umur calon wakil presiden.[2][5] Alasan ia memilih Zainal Arifin, Bivitri, dan Feri sebagai narasumber adalah pengalaman mereka dalam mengurus perkara di Mahkamah Konstitusi dan mampu menjelaskan isu konstitusional kepada pemirsanya. Ia juga membantah keterlibatan perusahaan asing dalam mendanai proyek film ini.[6][7] Sementara itu, Joni Aswira sebagai Ketua Umum Masyarakat Jurnalis Lingkungan Indonesia (SIEJ) sekaligus salah satu produser film ini menuturkan bahwa Dirty Vote memerlukan waktu sekitar dua minggu untuk proses syuting, termasuk pada pengumpulan data dan analisis yang akan dipaparkan para pakar hukum.[8] Beberapa lembaga nirlaba berkolaborasi dalam produksi film ini, di antaranya Aliansi Jurnalis Independen, Greenpeace Indonesia, Indonesia Corruption Watch, Jaringan Advokasi Tambang, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi, dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia.[8][9][10] PenayanganDirty Vote didistribusikan melalui dua video yang diunggah melalui saluran YouTube bernama sama dan melalui saluran Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia pada 11 Februari 2024 pukul 11.00 WIB. Akumulasi jumlah penonton dari kedua video tersebut tercatat sedikitnya enam juta kali pada hari pertama penayangan.[11] Selain melalui media daring, film ini juga ditayangkan secara terbatas melalui nonton bareng (nobar) dan diskusi oleh beberapa pihak. Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada menjadikan film ini sebagai bagian dari kuliah umum perdana Departemen Hukum dan Tata Negara pada 13 Februari 2024.[12][13] Sementara itu, penyelenggaraan nobar di Jakarta Selatan[14] dan Kabupaten Gresik[15] pada 12 Februari 2024 dibatalkan karena melanggar aturan masa tenang menjelang hari pemungutan suara.[16][17] KontroversiFlim ini menjadi kontroversi karena momentum dari penanyagan flim ini yang mana, flim ini ditayangkan pada tahun yang sama saat indonesia akan melakukan pemilihan presiden baru lalu isi yang di paparkan mengacu pada semua kasus terkait tentang pemilihan presiden baru dan masa presiden saat itu. Ditambah lagi pernyataan dari ketiga pemeran ini yaitu Bivitri Susabnti, Feri Amsari, dan Zainal Arifin Mochtar dalam memaparkan segala rentetan kejadian yang diindikasikan mengarah pada semua kecurangan dalam pemilu ini membuat beberapa pihak menjadi langsung untuk menyampaikan tanggapan. Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional Prabowo-GibranSalah satu yang memberikan tanggapan yaitu Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional Prabowo-Gibran yaitu Habiburokhman menyebut film dokumenter "Dirty Vote" ini merupakan film yang berisi fitnah dan narasi dengan narasi yang menyerang pemerintahan saat ini.[18] Anis BaswedanSalah satu capres pada tahun 2024 yaitu Anies Baswedan nomor urut 1 memberikan tanggapan yang cukup kontroversi hingga dilaporkan ke Bawaslu isi laporan yang mengenai Anis Baswedan yaitu 'rakyak inginkan perubahan' pernyataa inilah yang membuat capres ini berujung dilaporkan ke bawaslu dan menambah dari ke-kontroversi dari flim ini sehingga semakin banyak orang yang mulai melihat dan memperhatikan semua isi dari flim ini.[19][20] PenontonDalam kurun waktu 6 hari terbilang dari 11-17 Februari 2024 Dirty Vote telah ditonton sebanyak 367.492 channel Dirty Vote dan PSHK Indonesia, ini menambah kontroversi dari flim Dirty Vote mengigat tingginya antusias dari masyarakat dan berbagai pihak. Referensi
Pranala luarWikiquote memiliki koleksi kutipan yang berkaitan dengan: Dirty Vote.
|