Dokumen Keesaan GerejaDokumen Keesaan Gereja adalah rumusan pengakuan bersama gereja-gereja di Indonesia yang disusun dalam wadah oikumene DGI/PGI. Adapun tujuan penyusunan dokumen ini sebagai pedoman dan alat dalam mewujudkan Gereja Kristen Yang Esa di Indonesia.[1] Dokumen Keesaan Gereja (disingkat dengan DKG) yang dikenal saat ini merupakan pembaruan dan penyempurnaan terus menerus dari naskah-naskah sebelumnya. Latar BelakangPemahaman gereja-gereja mengenai Gereja Kristen Yang Esa di Indonesia dalam Sidang Raya DGI I mendorong DGI untuk melakukan studi dan penyelidikan bersama mengenai Pengakuan Iman, Tata Gereja, Katekisasi, dan Liturgi yang digunakan oleh gereja-gereja anggotanya. Studi dan penyelidikan ini memuncak pada Sidang Raya DGI VI pada tahun 1967 di Ujung Pandang, yang diperkenalkan dalam konsep Tata Sinode Oikumene Gereja di Indonesia (SINOGI) dan Pemahaman Iman Bersama. Pada Sidang Raya DGI VII pada tahun 1971 di Pematang Siantar, konsep SINOGI dan Pemahaman Iman Bersama diterima sebagian karena gereja-gereja di Indonesia pada saat itu dinilai belum siap. Inilah tahap awal perubahan .....nama dan pemahaman diri Oleh karena itu dibutuhkan [2] Usaha-usaha mewujudkan keesaan secara konkret pada sidang-sidang berikutnya dan Pada Sidang Raya DGI IX yang pada tahun 1980 di Tomohon, usaha-usaha konkret mewujudkan keesaan semakin berkembang. Situasi ini mendorong muncul pembicaraan mengenai "SIMBOL-SIMBOL KEESAAN" yang merupakan kristalisasi dari Lima Dokumen Keesaan Gereja. "SIMBOL-SIMBOL KEESAAN" meliputi empat dokumen, yaitu:[3]
Kemudian dalam Sidang Raya DGI/PGI X pada tahun 1984 di Ambon, dokumen-dokumen ini dirumuskan kembali dan disahkan dengan nama Lima Dokumen Keesaaan Gereja (LDKG).[4] Pada sidang ini juga, wadah keesaan gereja berganti nama dari DGI menjadi PGI.[2] Pergumulan teologis gereja-gereja di Indonesia Karena itu, dokumen ini juga merupakan hasil pergumulan teologis gereja-gereja di Indonesia sejak berdirinya DGI pada tahun 1950.[3] IsiBerikut adalah isi dari Lima Dokumen Keesaan Gereja:[4]
LDKG mengalami penyempurnaan pada Sinode Raya PGI XI pada tahun 1989 di Surabaya.[5] Pada LDKG, diberikan tambahan sejenis pengantar umum uuk keseluruhan LDKG secara utuh dan menempatkannya secara terpisah dari kelima dokumen.[5] Pengantar umum tersebut bernama Prasetya Keesaan.[5] Rujukan
|