Dunia G-NolIstilah dunia G-Nol (bahasa Inggris: G-Zero) berarti kekosongan kekuasaan yang muncul dalam politik internasional akibat berkurangnya pengaruh Barat dan fokus domestik pemerintahan negara-negara berkembang.[1][2] G-Nol berarti tidak ada satu pun negara atau kumpulan negara yang mampu dan mau mengangkat agenda ekonomi dan politik secara global. Istilah G-Zero pertama kali diciptakan oleh ilmuwan politik Ian Bremmer dan David F. Gordon.[3][4] G-Nol menjadi tema utama buku Ian Bremmer yang berjudul Every Nation for Itself: Winners and Losers in a G-Zero World. (New York: Portfolio, May 2012; revised paperback 2013). ISBN 978-1-59184-468-6. G-Nol adalah persepsi peralihan dari kepemimpinan negara-negara industri G7 dan negara-negara besar baru Group of Twenty yang mencakup Tiongkok, India, Brasil, Turki, dan lain-lain.[5][6][7] G-Nol juga merupakan penolakan terhadap G2, potensi kemitraan strategis AS-Tiongkok, atau G3, upaya penyeragaman kepentingan AS, Eropa, dan Jepang untuk mempertahankan demokrasi pasar bebas dari bangkitnya kapitalisme negara ala Tiongkok. Pihak-pihak yang memandang bahwa G-Nol adalah tatanan internasional yang berlaku saat ini memberi peringatan bahwa G7 sudah usang, G20 menawarkan terlalu banyak visi yang bertentangan tentang peran pemerintah dalam ekonomi untuk membuat kebijakan-kebijakan yang terkoordinasi dengan baik, Tiongkok tidak tertarik memikul tanggung jawab G2, dan Amerika, Eropa, dan Jepang terlalu sibuk mengurus dalam negeri sehingga tidak mampu menyeragamkan pendekatan terhadap kebijakan ekonomi dan keamanan. Dalam artikel “From G8 to G20 to G-Zero: Why no one wants to take charge in the new global order", Ian Bremmer menulis bahwa kompromi sulit dibuat karena setiap negara memiliki nilainya masing-masing dan rakyat negara maju ingin pemimpinnya berfokus di dalam negeri, bukan luar negeri. Negara-negara maju tersebut adalah Amerika Serikat, Britania Raya, Jerman, Prancis, dan Jepang. Ketika negara maju mulai berfokus di dalam negeri, kepemimpinan global semakin pudar sehingga memperbanyak masalah transnasional. Ketika kepemimpinan global memudar, perselisihan antarnegara juga meningkat, contohnya perbedaan pandangan Amerika Serikat dan Tiongkok tentang "kapitalisme pasar bebas versus kapitalisme negara”. Ada pula sejumlah isu di Asia Timur, misalnya perselisihan Tiongkok dan Jepang di Laut Tiongkok Timur. AS juga perlu menyoroti perubahan sektor energinya sekaligus perlu tidaknya berpartisipasi dalam Perang Saudara Suriah. Bremmer menjelaskan bahwa pemerintah dapat beradaptasi dengan situasi G-Nol dengan berfokus pada solusi-solusi regional seperti kerja sama Tiongkok dengan Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) dan keterlibatan Amerika Serikat dalam Kemitraan Trans-Pasifik. Pemerintah juga bisa membangun hubungan dengan berbagai mitra. Namun, beberapa negara mungkin tidak mampu beradaptasi karena ada tiga peristiwa besar: kebangkitan Tiongkok, gejolak Timur Tengah, dan penataan ulang Eropa. Negara-negara yang terdampak oleh deretan peristiwa tersebut adalah Jepang, Israel, dan Britania Raya.[8] Para kritikus memandang konsep ini melebih-lebihkan turunnya kekuasaan politik dan ekonomi Amerika Serikat dan tidak menganggap serius keinginan negara berkembang untuk berperan penting dalam kancah internasional.[9] Lihat pulaReferensi
Pranala luar |