EkosemiotikaEkosemiotika adalah salah satu cabang ilmu semiotika yang bersinggungan dengan ekologi manusia. Ilmu ini mempelajari hubungan tanda yang diciptakan oleh budaya, yang berkaitan dengan makhluk hidup lain, seperti komunitas dan bentang alam.[1] Dalam keilmuan ini, lingkungan memiliki sifat semiotis dalam cara dan tingkatan yang berbeda-beda. Lingkungan bendawi memiliki keterjangkauan dan potensi untuk turut hadir dalam hubungan tanda. Hewan-hewan menyematkan makna pada lingkungan berdasarkan kebutuhan dan cara pandangnya terhadap lingkungan. Dalam budaya manusia, lingkungan dapat menjadi bermakna dalam karya sastra atau seni atau melalui pelambangan hewan atau bentang alam. Representasi budaya terhadap lingkungan pada gilirannya dapat mempengaruhi alam melalui tindakan manusia. Ekosemiotika menelaah proses, transmisi dan masalah yang terjadi dalam dan di antara lapisan semiotis yang berbeda-beda. Pusat fokus ekosemiotika mempelajari konsep peran (model berdasarkan tanda yang manusia punya) dalam merancang dan mengubah lingkungan. Konsep analisis ekosemiotika adalah, sebagai contoh, semiosida, keterjangkauan (affordance) dan konsorsium. Bidang keilmuan ini dipelopori oleh Winfried Nöth dan Kalevi Kull, dan kemudian dikembangkan oleh Almo Farina dan Timo Maran.[2] Ekosemiotika meliputi atau banyak bersinggungan dengan semiotika bentang alam.[3] Lihat PulaCatatan kaki
|