Share to:

 

Empat Lama

Sebuah peta Beijing pada tahun 1968 yang menunjukkan jalan-jalan dan markah tanah yang diganti namanya selama Revolusi Kebudayaan. "Āndìngménnèidàjiē" (Jalan Dalam Gerbang Kestabilan) menjadi "Dàyuèjìnlù" (Jalan Lompatan Jauh ke Depan), "Táijīchǎngdàjiē" (Jalan Pabrik Táijī) menjadi "Yǒnggélù" (Jalan Pengusiran Abadi), "Dōngjiāomínxiàng"(Jalur Rakyat Melintasi Timur) berganti nama menjadi "Fǎndìlù"(Jalan Anti-Imperialis), "Běihǎigōngyuán"(Taman Laut Utara) berganti nama menjadi" Gōngnóngbīnggōngyuán "(Taman Buruh-Petani-Tentara), dan" Jǐngshāngōngyuán "(Taman Pemandangan Gunung) menjadi "Hóngwèibīnggōngyuán" (Taman Pengawal Merah). Sebagian besar perubahan nama zaman Revolusi Kebudayaan kemudian dibalikkan.

Empat Lama atau Empat Hal Lama (Hanzi sederhana: 四旧; Hanzi tradisional: 四舊; Pinyin: sì jiù) adalah istilah yang digunakan saat Revolusi Kebudayaan yang terjadi pada tahun 1966–1976 di Republik Rakyat Tiongkok untuk merujuk pada usaha Komunis dalam memusnahkan elemen kebudayaan Tiongkok prakomunisme. Empat Lama, yaitu adat lama, kebudayaan lama, kebiasaan lama, dan pemikiran lama. Gerakan untuk memusnahkan Empat Lama dimulai di Beijing pada 19 Agustus 1966, sesaat setelah peluncuran Revolusi Kebudayaan.[1]

Peristilahan

Istilah "Empat Lama" pertama kali muncul pada 1 Juni 1966 di editorial Harian Rakyat milik Chen Boda, "Singkirkan Semua Monster dan Iblis", di mana Empat Lama digambarkan sebagai antiproletar, "dipelihara oleh kelas pengeksploitasi, telah meracuni pikiran rakyat selama ribuan tahun".[2] Namun adat, kebudayaan, kebuasaan, dan pemikiran apakah yang termasuk dalam "Empat Lama" tak pernah digambarkan dengan jelas.[3]

Pada 8 Agustus, Komite Pusat menggunakan istilah ini pada Kongres Nasional Ke-8. Istilah ini diagungkan pada 18 Agustus oleh Lin Biao kepada massa dan darinya menyebar ke majalah Bendera Merah, juga terbitan Pengawal Merah.[3]

Panggilan untuk memusnahkan "Empat Lama" pada umumnya tidak muncul sendirian, melainkan dikontraskan dengan harapan membangun "Empat Baru" (adat baru, kebudayaan baru, kebiasaan baru, dan pemikiran baru).[3] Pemahaman bahwa budaya Tionghoalah yang bertanggung jawab atas keterbelakangan ekonomi Tiongkok dan kebutuhan untuk bereformasi diteladani oleh Gerakan Empat Mei (1919) dan pihak berwewenang penjajahan saat pendudukan Tiongkok oleh Jepang.[4]

  1. ^ Law, Kam-yee. [2003] (2003). The Chinese Cultural Revolution Reconsidered: beyond purge and Holocaust. ISBN 0-333-73835-7
  2. ^ Li, Gucheng (1995). A Glossary of Political Terms of The People's Republic of China. Chinese University Press. hlm. 427. 
  3. ^ a b c Lu, Xing. Rhetoric of the Chinese Cultural Revolution: The Impact on Chinese Thought, Culture, and Communication. University of South Carolina Press. hlm. 61–62. 
  4. ^ Gao, Mobo (2008). The Battle for China's Past: Mao and the Cultural Revolution. Pluto Press. hlm. 21–22. 
Kembali kehalaman sebelumnya