Share to:

 

Evolusi manusia terkini

Evolusi manusia terkini mengacu pada adaptasi dan seleksi dan hanyutan genetik evolusioner dalam berbagai populasi manusia modern (secara anatomis), sejak peristiwa pemisahan dan penyebaran manusia di zaman Paleolitik Tengah (300.000 SM s.d. 50.000 SM) sampai zaman modern, dan evolusi masih akan terus berlangsung sampai masa yang akan datang. Evolusi adalah perubahan bertahap pada DNA suatu spesies selama beberapa generasi. Ini dapat terjadi melalui seleksi alam, ketika sifat-sifat tertentu yang diciptakan oleh mutasi genetik membantu organisme bertahan hidup atau bereproduksi. Dengan demikian, mutasi seperti itu lebih cenderung untuk diteruskan ke generasi berikutnya, sehingga mereka meningkatkan frekuensi dalam suatu populasi. Secara bertahap, mutasi ini dan sifat-sifat terkaitnya menjadi lebih umum di antara seluruh kelompok.

Setelah manusia menyebar di seluruh Afrika yang terjadi sekitar 130.000 tahun yang lalu, dan ekspansi keluar Afrika baru-baru ini yang terjadi sekitar 70.000 hingga 50.000 tahun yang lalu, beberapa sub-populasi H. sapiens pada dasarnya telah hidup terisolasi selama puluhan ribu tahun sebelum Zaman Penjelajahan Bangsa Eropa, diantaranya orang Aborigin di Australia, orang Amerindian (penduduk asli benua Amerika), orang Khoisan di Afrika bagian selatan. Ditambah dengan peristiwa pencampuran dengan manusia purba, maka hal ini menghasilkan variasi genetik yang cukup signifikan, yang dalam beberapa kasus telah terbukti merupakan hasil seleksi terarah yang terjadi selama lebih dari 15.000 tahun terakhir, jauh lebih lama daripada kemungkinan peristiwa pencampuran dengan manusia purba.[1] Ada tekanan seleksi yang sangat besar untuk populasi-populasi manusia pada masa puncak zaman es yang terakhir / Glasial Maksimum Terakhir (Last Glacial Maximum) (LGM), suatu periode terdingin pada masa zaman es terakhir, di benua Eurasia (Eropa dan Asia), dan untuk populasi pertanian menetap sejak zaman Neolitikum.

Adaptasi juga telah ditemukan pada populasi modern yang hidup dalam kondisi iklim yang ekstrem seperti Kutub Utara (kemampuan hidup pada iklim sangat dingin) dan Tibet (kemampuan hidup di dataran tinggi karena tekanan udara yang lebih rendah), serta adaptasi imunologis seperti ketahanan/resistensi terhadap penyakit otak pada populasi yang mempraktikkan kanibalisme kamar mayat di Papua Nugini.[2][3]

Introgresi

Beberapa adaptasi iklim, seperti adaptasi hidup pada dataran tinggi pada manusia seperti yang terjadi di dataran tinggi Tibet, dianggap telah diperoleh dari pencampuran dengan manusia purba. Introgresi varian genetik yang diperoleh dari percampuran dengan Neanderthal memiliki distribusi yang berbeda di orang Eropa dan orang Asia Timur, mencerminkan perbedaan dalam tekanan selektif terkini. Sebuah studi pada tahun 2014 melaporkan bahwa varian turunan Neanderthal yang ditemukan pada populasi Asia Timur menunjukkan pengelompokan dalam grup-grup yang terkait dengan sistem imun dan hematopoietik, sementara populasi Eropa menunjukkan pengelompokan dalam grup-grup yang terkait dengan proses katabolik lipid.[note 1] Sebuah studi tahun 2017 menemukan korelasi campuran Neanderthal pada populasi Eropa modern dengan ciri-ciri seperti warna kulit, warna rambut, tinggi, pola tidur, suasana hati dan kecanduan merokok.[5]

Paleolitikum Atas

Perubahan fisiologis atau fenotipik telah ditelusuri sampai ke peristiwa mutasi pada zaman Paleolitikum Atas, seperti varian orang Asia Timur dari gen EDAR, yang terjadi sekitar 35.000 tahun yang lalu.[8]

Percabangan terbaru dari berbagai garis keturunan populasi Eurasia dipercepat secara signifikan selama periode puncak zaman es terakhir / Glasial Maksimum Terakhir (LGM), Mesolitikum dan Neolitikum, karena meningkatnya tekanan seleksi dan efek pendiri (founder effect) yang terkait dengan migrasi.[9] Alel prediktif kulit terang telah ditemukan pada gen Neanderthal,[10] tetapi alel untuk kulit terang di orang Eropa dan orang Asia Timur, yang terkait dengan, KITLG dan ASIP, (pada 2012) dianggap belum diperoleh dari campuran dengan manusia purba, tetapi diperoleh dari mutasi yang terjadi baru-baru ini sejak masa puncak jaman es terakhir (glasial maksimum terakhir / LGM). Fenotipe yang terkait dengan populasi "kulit putih" atau "ras Kaukasia" dari populasi Eurasia Barat muncul selama masa LGM, dari sekitar 19.000 tahun yang lalu. Karakteristik pigmentasi kulit terang dari orang Eropa modern diperkirakan telah menyebar ke seluruh Eropa dalam "sapuan selektif" selama periode Mesolitikum (5 ribu tahun).[11] Alel TYRP1 SLC24A5 dan SLC45A2 yang terkait muncul sekitar 19.000 tahun yang lalu, yang berada pada masa LGM, kemungkinan besar di Kaukasus.[12] Variasi HERC2 untuk mata biru pertama kali muncul sekitar 14.000 tahun yang lalu di Italia dan Kaukasus.[13]

Adaptasi orang Inuit dengan diet tinggi lemak dan iklim dingin telah ditelusuri sampai mutasi yang terjadi pada masa puncak zaman es terakhir / Glasial Maksimum Terakhir (LGM) (20.000 tahun yang lalu).[14] Kapasitas tengkorak rata-rata dalam populasi manusia modern bervariasi dalam kisaran 1.200 hingga 1.450 cm3 (ukuran rata-rata pada pria dewasa). Volume tengkorak yang lebih besar dikaitkan dengan wilayah iklim, rata-rata yang terbesar ditemukan pada populasi Siberia dan Arktik.[16][17] Baik Neanderthal dan manusia modern terawal di Eropa (European early modern humans) memiliki volume tengkorak yang agak lebih besar daripada rata-rata orang Eropa modern, menunjukkan berkurangnya tekanan seleksi untuk volume otak yang lebih besar setelah akhir masa LGM.

Holosen

Adaptasi evolusi pada masa holosen telah meningkat secara signifikan, dengan estimasi kecepatan 100 kali lipat dibandingkan dengan masa Paleolitikum, sejak awal masa Holosen, terutama pada populasi pertanian di Eurasia.[18] Hawks et al. (2007) telah mengaitkan efek ini dengan tekanan seleksi baru yang timbul dari pola makan (diet) baru, cara hidup baru, dan tekanan imunologis terkait dengan domestikasi hewan yang telah dilakukan manusia sejak berakhirnya zaman es terakhir.

Contoh untuk adaptasi terkait dengan pertanian dan domestikasi hewan termasuk jenis ADH1B dari ras Asia Timur terkait dengan domestikasi beras,[19] atau toleransi terhadap laktosa.[20][21]

Adaptasi terkini telah diusulkan terjadi pada suku Sama-Bajau Austronesia yang terletak di kepulauan Indonesia dalam bentuk limpa yang diperbesar sehingga mampu menyediakan jumlah sel darah merah yang lebih besar yang kaya oksigen yang berguna untuk menyelam lebih lama, yang berkembang di bawah tekanan seleksi yang terkait dengan kebiasaan menyelam selama seribu tahun terakhir atau lebih.[22][23]

Dalam zaman sejarah modern, sejak industrialisasi, ada beberapa tren yang telah diamati: Misalnya, menopause terjadi pada masa yang lebih kemudian dalam hidup seorang wanita. Beberapa trend yang dilaporkan juga termasuk semakin lamanya periode reproduksi manusia dan tingkat kolestrol yang lebih rendah, gula darah, dan tekanan darah pada beberapa populasi manusia.

Lihat juga

Catatan

  1. ^ "Specifically, genes in the LCP [lipid catabolic process] term had the greatest excess of NLS in populations of European descent, with an average NLS frequency of 20.8±2.6% versus 5.9±0.08% genome wide (two-sided t-test, P<0.0001, n=379 Europeans and n=246 Africans). Further, among examined out-of-Africa human populations, the excess of NLS [Neanderthal-like genomic sites] in LCP genes was only observed in individuals of European descent: the average NLS frequency in Asians is 6.7±0.7% in LCP genes versus 6.2±0.06% genome wide."[4]

Referensi

  1. ^ Wade, N (2006-03-07). "Still Evolving, Human Genes Tell New Story". The New York Times. Diakses tanggal 2008-07-10. 
  2. ^ Medical Research Council (UK) (November 21, 2009). "Brain Disease 'Resistance Gene' evolves in Papua New Guinea community; could offer insights Into CJD". ScienceDaily. Rockville, MD: ScienceDaily, LLC. Diakses tanggal 2009-11-22. 
  3. ^ Mead, S.; Whitfield, J.; Poulter, M.; Shah, P.; Uphill, J.; Campbell, T.; Al-Dujaily, H.; Hummerich, H.; Beck, J. (2009). "A Novel Protective Prion Protein Variant that Colocalizes with Kuru Exposure" (PDF). The New England Journal of Medicine. 361 (21): 2056–2065. doi:10.1056/NEJMoa0809716. PMID 19923577. 
  4. ^ Khrameeva, E; Bozek, K; He, L; Yan, Z; Jiang, X; Wei, Y; Tang, K; Gelfand, MS; Prüfer, K; Kelso, J; Pääbo, S; Giavalisco, P; Lachmann, M; Khaitovich, P (2014). "Neanderthal ancestry drives evolution of lipid catabolism in contemporary Europeans". Nature Communications. 5 (3584): 3584. Bibcode:2014NatCo...5E3584K. doi:10.1038/ncomms4584. PMC 3988804alt=Dapat diakses gratis. PMID 24690587. 
  5. ^ Michael Dannemann 1 and Janet Kelso, "The Contribution of Neanderthals to Phenotypic Variation in Modern Humans", The American Journal of Human Genetics 101, 578–589, October 5, 2017.
  6. ^ Kamberov, Yana G (14 February 2013). "Modeling Recent Human Evolution in Mice by Expression of a Selected EDAR Variant". Cell. 152 (4): 691–702. doi:10.1016/j.cell.2013.01.016. PMC 3575602alt=Dapat diakses gratis. PMID 23415220. 
  7. ^ Wade, Nicholas (14 February 2013). "East Asian Physical Traits Linked to 35,000-Year-Old Mutation". The New York Times. Diakses tanggal 2019-05-06. 
  8. ^ Traits affected by the mutation are sweat glands, teeth, hair thickness and breast tissue.[6][7]
  9. ^ Beleza, Sandra; Santos, A. M.; McEvoy, B.; Alves, I.; Martinho, C.; Cameron, E.; Shriver, M. D.; Parra, E. J.; Rocha, J. (2012). "The timing of pigmentation lightening in Europeans". Molecular Biology and Evolution. 30 (1): 24–35. doi:10.1093/molbev/mss207. PMC 3525146alt=Dapat diakses gratis. PMID 22923467. 
  10. ^ Lalueza-Fox; Römpler, H; Caramelli, D; Stäubert, C; Catalano, G; Hughes, D; Rohland, N; Pilli, E; Longo, L; et al. (2007). "A melanocortin-1 receptor allele suggests varying pigmentation among Neanderthals". Science. 318 (5855): 1453–1455. Bibcode:2007Sci...318.1453L. doi:10.1126/science.1147417. PMID 17962522.  Parameter |dead-url=Hofreiter tidak valid (bantuan)
  11. ^ Burger, Joachim; Thomas, Mark G.; Schier, Wolfram; Potekhina, Inna D.; Hollfelder, Nina; Unterländer, Martina; Kayser, Manfred; Kaiser, Elke; Kirsanow, Karola (2014-04-01). "Direct evidence for positive selection of skin, hair, and eye pigmentation in Europeans during the last 5,000 y". Proceedings of the National Academy of Sciences (dalam bahasa Inggris). 111 (13): 4832–4837. doi:10.1073/pnas.1316513111. PMC 3977302alt=Dapat diakses gratis. PMID 24616518. 
  12. ^ E. R. Jones, "Upper Palaeolithic genomes reveal deep roots of modern Eurasians", Nature Communications volume 6, Article number: 8912 (2015). doi:10.1038/ncomms9912.
  13. ^ Fu, Qiaomei; Posth, Cosimo (2 May 2016). "The genetic history of Ice Age Europe". Nature. 534 (7606): 200–205. doi:10.1038/nature17993. PMC 4943878alt=Dapat diakses gratis. PMID 27135931. 
  14. ^ Matteo Fumagalli et al., "Greenlandic Inuit show genetic signatures of diet and climate adaptation", Science Vol. 349, Issue 6254, 18 September 2015, pp. 1343–1347, DOI: 10.1126/science.aab2319
  15. ^ Beals, Kenneth L; Smith, Courtland L; Dodd, Stephen M (1984). "Brain Size, Cranial Morphology, Climate, and Time Machines". Current Anthropology. 25 (3): 301–330. doi:10.1086/203138. 
  16. ^ "We offer an alternative hypothesis that suggests that hominid expansion into regions of cold climate produced change in head shape. Such change in shape contributed to the increased cranial volume. Bioclimatic effects directly upon body size (and indirectly upon brain size) in combination with cranial globularity appear to be a fairly powerful explanation of ethnic group differences." (figure in Beals, p304)[15]
  17. ^ Nowaczewska, Wioletta; Dabrowski, Pawel; Kuźmiński, Lukasz (2011). "Morphological Adaptation to Climate in Modern Homo sapiens Crania: The Importance of Basicranial Breadth". Collegium Antropologicum. 35 (3): 625. PMID 22053534. 
  18. ^ Hawks, J.; Wang, E. T.; Cochran, G. M.; Harpending, H. C.; Moyzis, R. K. (2007). "Recent acceleration of human adaptive evolution". Proceedings of the National Academy of Sciences. 104 (52): 20753–8. Bibcode:2007PNAS..10420753H. doi:10.1073/pnas.0707650104. PMC 2410101alt=Dapat diakses gratis. PMID 18087044. 
  19. ^ Peng, Y. et al. The ADH1B Arg47His polymorphism in East Asian populations and expansion of rice domestication in history. BMC Evolutionary Biology 10, 15 (2010).
  20. ^ Ségurel, Laure; Bon, Céline (2017). "On the Evolution of Lactase Persistence in Humans". Annual Review of Genomics and Human Genetics. 18 (1): 297–319. doi:10.1146/annurev-genom-091416-035340. PMID 28426286. 
  21. ^ Ingram, Catherine J. E.; Mulcare, Charlotte A.; Itan, Yuval; Thomas, Mark G.; Swallow, Dallas M. (2008-11-26). "Lactose digestion and the evolutionary genetics of lactase persistence". Human Genetics (dalam bahasa Inggris). 124 (6): 579–591. doi:10.1007/s00439-008-0593-6. ISSN 0340-6717. PMID 19034520. 
  22. ^ Ilardo, M. A.; Moltke, I.; Korneliussen, T. S.; Cheng, J.; Stern, A. J.; Racimo, F.; de Barros Damgaard, P.; Sikora, M.; Seguin-Orlando, A. (2018-04-18). "Physiological and Genetic Adaptations to Diving in Sea Nomads". Cell. 173 (3): 569–580.e15. doi:10.1016/j.cell.2018.03.054. PMID 29677510.  Parameter |dead-url=Willerslev tidak valid (bantuan)
  23. ^ Gislén, A; Dacke, M; Kröger, RH; Abrahamsson, M; Nilsson, DE; Warrant, EJ (2003). "Superior Underwater Vision in a Human Population of Sea Gypsies". Current Biology. 13 (10): 833–836. doi:10.1016/S0960-9822(03)00290-2. PMID 12747831. 
Kembali kehalaman sebelumnya