Garis suksesi takhta MalaysiaMalaysia menerapkan sistem monarki terpilih, sehingga tidak memiliki garis suksesi takhta secara langsung. Dalam hal kedudukan Yang di-Pertuan Agong lowong (mangkat, tidak layak, atau mengundurkan diri), Majelis Raja-Raja akan mengadakan pertemuan untuk memilih Yang di-Pertuan Agong yang baru dari sembilan penguasa negara bagian Melayu. Sementara itu, jabatan Timbalan Yang di-Pertuan Agong (Wakil Yang di-Pertuan Agong) tidak secara langsung menjadi penerus takhta kerajaan. Pemilihan Yang di-Pertuan Agong sendiri didasarkan pada Pasal 32 Konstitusi Malaysia. Menurut konvensi, Yang di-Pertuan Agong dipilih berdasarkan urutan kesenioran kerajaan negara bagian.[1] Takhta federal
Takhta negara bagianSembilan negara bagian dari kesemua negara bagian Malaysia dikepalai oleh seorang penguasa Melayu dan berbentuk monarki. Garis suksesi dari sembilan negara bagian tersebut adalah sebagai berikut:[2] Negeri SembilanDalam garis suksesi takhta, Negeri Sembilan menggunakan sistem monarki elektif dan bukan wangsa monarki linear. Empat luak (distrik) terbesar di Negeri Sembilan memiliki hak untuk memilih seorang Undang, yang juga merupakan seorang pelantik Raja. Jika kedudukan Yang di-Pertuan Besar lowong, maka keempat Undang tersebut akan dikumpulkan dan menunjuk penerus di antara Empat Pangeran. Empat Pangeran tersebut terdiri atas Tunku Besar Seri Menanti (saat ini Tunku Ali Redhauddin), Tunku Laksamana (saat ini Tunku Naquiyuddin), Tunku Muda Serting (saat ini Tunku Imran), serta Tunku Panglima Besar (saat ini Tunku Nadzaruddin). Yang di-Pertuan Besar yang menjabat saat ini adalah Tuanku Muhriz. Selangor
Perlis
Terengganu
Kedah
Kelantan
Pahang
Johor
PerakBerbeda dengan negara bagian lainnya, wangsa penguasa Perak menerapkan urutan suksesi yang lebih kompleks. Sultan yang sedang berkuasa akan menunjuk pangeran dari jalur laki-laki untuk mendapat gelar tinggi tertentu. Pangeran-pangeran ini berada di susunan tata tempat yang ketat dan mengindikasikan urutannya dalam suksesi takhta Perak. Sejak keputusan pada 25 Februari 1953, hierarki gelar dan urutan suksesi takhta dapat dilihat sebagai berikut:
Walau pemegang gelar biasanya ditunjuk untuk menjabat gelar seumur hidup, gelar tersebut bisa saja dicabut dengan alasan tidak mampu maupun tidak layak. Jika seorang pemegang gelar wafat ataupun dinaikkan jabatannya, maka pemegang gelar di bawahnya akan menjadi pemegang gelar yang baru. Raja Muda merupakan seorang penerus takhta yang akan menggantikan Sultan setelah wafat maupun turun takhta, sementara Raja di-Hilir akan menjadi Raja Muda setelahnya. Setelah itu, Raja Kechil Besar akan menjadi Raja di-Hilir dan begitupun seterusnya. Sultan yang baru kemudian akan menunjuk Raja Kechil Bongsu yang lowong setelah dirinya menaiki takhta Sultan.
Referensi
Pranala luar
|