Gedung Joang '45 Sumatera BaratGedung Joang '45 Sumatera Barat adalah bangunan cagar budaya yang terletak di Jalan Samudera, Kota Padang, Sumatera Barat, Indonesia. Gedung ini berfungsi sebagai museum dan perpustakaan di bawah pengelolaan Dewan Harian Daerah ’45 Sumatera Barat. Bangunannya didirikan pada 1909, yang pada masa kolonial Belanda berfungsi sebagai Kantor Perwakilan Dagang Jerman.[1] Peresmian gedung ini sebagai museum dan perpustakaan dilakukan pada 17 Agustus 1987 oleh Gubernur Sumatera Barat Azwar Anas. Koleksi utamanya meliputi 250 foto perjuangan kemerdekaan Indonesia di Sumatra Tengah, sekitar 2.000 eksemplar buku, hingga kumpulan riwayat hidup ringkas sebanyak 10.000 rakyat Sumatera Barat yang ikut merebut dan mempertahakankan kemerdekaan Indonesia.[2] Gedung ini mengalami kerusakan pasca-gempa bumi yang melanda Sumatera Barat pada 2009 yang mengakibatkan operasionalnya berhenti.[3] SejarahGedung ini didirikan pada 1909 dan awalnya ditempati oleh Kantor Perwakilan Dagang Jerman untuk Pantai Barat Sumatra pada masa kolonial Belanda. Kepemilikan gedung berpindah ke tangan Jepang setelah kemenangan mereka dalam Perang Asia Timur Raya pada 17 Maret 1942. Gedung ini lalu dijadikan sebagai markas oleh pasukan Jepang, untuk penjaga keamanan di pantai barat Sumatra. Setelah kekelahan Jepang terhadap Sekutu, gedung ini ditinggalkan begitu saja oleh pasukan Jepang.[1] Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, Badan Keamanan Rakyat dibentuk di Padang dan gedung ini menjadi markas keamanan pasukan yang diketuai oleh Jusuf Ali. Namun, kedatangan Sekutu yang diboncengi oleh Belanda pada tanggal 13 Oktober 1945, membuat gedung ini berpindah tangan kepada Belanda. Setelah pengakuan kedaulatan Republik Indonesia oleh Belanda, gedung ini diserahkan menjadi kompleks markas Resimen IV dan Territorium I.[1] Pada 15 Februari 1987, gedung ini dijadikan Kantor Harian Dewan Harian Daerah Angkatan ’45 (DHD ’45) Sumatera Barat. Pada tanggal 17 Agustus 1987, gedung ini diresmikan sebagai museum oleh Gubernur Sumatera Barat Ir. Azwar Anas, menindaklanjuti hasil Munas Angkatan ’45 ke-VII di Ujung Pandang yang memutuskan bahwa seluruh Kantor Harian DHD ’45 di seluruh Indonesia secara bertahap akan dijadikan "Gedung Joang" dan difungsikan sebagi museum.[1] BangunanBangunan ini berdenah segi empat, dengan atap berbentuk limas yang terbuat dari genteng. Arsitektur kolonialnya terlihat dari dinding tembok yang tebal sekitar 30 cm, dengan pintu berukuran tinggi 2,5 m. Gedung ini terdiri dari dua lantai dengan pintu masuk yang berada di sisi barat, tepat mengahadap ke Jalan Samudera dan Pantai Padang. Teras depan yang merupakan bangunan tambahan diberi atap gonjong.[1] Ruangan di lantai satu dipergunakan sebagai ruangan koleksi museum. Selain itu, terdapat kamar untuk para staf museum dan dapur di lantai satu. Adapun lantai dua dipergunakan untuk perustakaan dan koleksi naskah-naskah. Untuk akses masuk ke lantai dua dihubungkan oleh tangga yang terbuat dari bata berlepa.[1] KoleksiKoleksi Museum Gedung Juang ’45 Sumatera Barat terdiri atas 250 koleksi foto dokumentasi berbagai peristiwa bersejarah yang berasal dari periode 1945–1950, khususnya berkaitan dengan perjuangan kemerdekaan Indonesia di Sumatra Tengah. Foto-foto tersebut terutama bersumber dari para veteran pejuang. Terdapat pula peta Agresi Militer Belanda I dan II, peta gerilya pemancar PDRI YBJ-6, dan struktur organisasi militer Divisi IX Banteng. Selain itu, terdapat koleksi foto dan lukisan yang berkaitan dengan perjuangan bangsa Indonesia seperti Rapat Raksasa Lapangan Ikada, Bandung Lautan Api, dan Pertempuran 10 November di Surabaya.[2] Koleksi Museum Gedung Juang ’45 lainnya seperti keris, samurai, cetakan peluru, dan patung, termasuk patung Tentara Pelajar Sumatra Tengah dan patung dada 17 para pahlawan masa pergerakan kemerdekaan.[2] Adapun koleksi perpustakaan meliputi buku sejarah lokal, nasional, politik, sosial dan budaya.[2] Rujukan
|