Geger Tahta Kasepuhan (2020)Geger Tahta Kasepuhan merupakan konflik penerus tahta Sultan Sepuh sepeninggal Sultan Sepuh Arief Natadiningrat. Sepeninggal beliau terjadi konflik internal di kalangan keluarga kesultanan Kasepuhan dimana pihak Raharjo Jali yang merupakan cucu dari Sultan Sepuh Aluda (bertahta: 1899–1842) menuduh bahwa Sultan Sepuh Alexander yang menggantikan kakeknya tersebut bukanlah anak kandung dari Sultan Sepuh Aluda[1] Aturan yang selama ini berlaku pada masa kolonial Belanda menyatakan dimana pengganti sultan harus merupakan putera dari sultan sebelumnya[2],[3] Silsilah keluarga Sultan Sepuh AludaPihak keluarga Rahardjo Jali menjelaskan bahwa Sultan Sepuh Aluda memiliki dua orang Istri yakni Ratu Ayu Gumiwah Raja Pamerat yang wafat 1922 dan Nyimas Rukiah yang wafat 1979,[1] dari istri pertama yaitu Ratu Ayu Pamerat, Sultan Sepuh Aluda memiliki anak antara lain ialah
Sementara Alexander Gumelar Rajaningrat adalah anak titipan (bukan anak kandung dari Sultan Sepuh Aluda[1]) Pasca meninggalnya Ratu Ayu Gumiwah Raja Pamerat pada 1922, Sultan Sepuh Aluda kemudian menikah lagi dengan Nyimas Rukiah[5] dan dikaruniai anak yaitu
Silsilah keluarga Sultan Sepuh Alexander
Achmad Hasyim dalam pemaparannya dalam seminar Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama Kabupaten Cirebon yang bertajuk Geger Kesultanan Kasepuhan Cirebon, persfektif filologi, sejarah dan politik Islam menjelaskan mengenai silsilah Sultan Sepuh Alexander diantaranya Snouck Hurgronje (orientalis Belanda) menikah dengan Nyai Sangkana melahirkan Siti Aminah, Siti Aminah lantas menikah dan melahirkan Alexander Gumelar[4] Upaya rekonsiliasiPihak Raharjo Jali menjelaskan bahwa sudah bertahun-tahun upaya persuasif dijalankan kepada keluarga Sultan Sepuh yang bertahta namun tidak ditanggapi, bahkan permintaan pihak Raharjo Jali untuk melakukan uji DNA juga tidak mendapatkan respon[1] Upaya Hukum masalah tahta KasepuhanAlexander Rajaningrat menjadi Sultan Sepuh pada tahun 1942 sepeninggal Sultan Sepuh Aluda, namun permasalahan ini ditentang oleh keluarga Sultan Sepuh Aluda yang menuduh bahwa Alexander bukanlah anak kandung dari Sultan Sepuh Aluda.[1] Upaya hukum tahun 1958Pada tahun 1958, enam keturunan Sultan Sepuh Aluda menolak jabatan Sultan yang diserahkan kepada Alexander Rajaningrat dari enam nama yang mengajukan penolakan tersebut dua diantaranya adalah anak-anak Sultan Sepuh Aluda dengan Nyimas Rukiah yakni Ratu Mas Shopie Djohariah dan Ratu Mas Dolly Manawijah.[6] Dalam persidangan, Alexander Rajaningrat mengajukan forum Previlegiatum (bahasa Indonesia : Dewan Adat) namun majelis hakim menolaknya, pengadilan mengeyampingkan dewan adat dan lainnya, menurut Erdi Soemantri (kuasa hukum keduanya pada 2001) yang merupakan kuasa hukum dari Ratu Mas Shopie Djohariah dan Ratu Mas Dolly Manawijah dengan ditolaknya forum Previlegiatum tersebut maka pengadilan telah menolak dia sebagai Sultan.[6] Keputusan pengadilan tentang forum Previlegiatum yang diajukan oleh Alexander Rajaningrat tertuang pada surat putusan bernomor 82/1958/Pn.Tjn juncto nomor 279/1963 PT.Pdt juncto nomor K/Sip/1964.[6] Upaya hukum tahun 2001Berdasarkan surat putusan itu bernomor 82/1958/Pn.Tjn juncto nomor 279/1963 PT.Pdt juncto nomor K/Sip/1964 yang menolak forum Previlegiatum yang diajukan oleh Alexander Rajaningrat maka pada tahun 2001 Ratu Mas Dolly Manawijah dan Ratu Mas Shopie Djohariah menunjuk Edi Soemantri sebagai kuasa hukumnya, Erdi Soemantri selaku kuasa hukum Ratu Mas Dolly Manawijah dan Ratu Mas Shopie Djohariah lantas mengajukan Adjudikasi pada tahun 2001 yang menghasilkan putusan untuk menjalankan putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap hingga tingkat MA.[6] Berdasarkam keterangan dari Asyrotun Mugiastuti selaku humas Pengadilan Negeri Cirebon bahwa permohonan eksekusi pertama tahun 2001 sempat diproses sampai penetapan KPN dan BA Adjudikasi, menurutnya pada berkas yang ada tidak ditemukan alasan kenapa belum dilakukan eksekusi.[7] Pada selasa 8 Juni 2004 pengugat sempat mengajukan adjudikasi. Pemeriksaan tanah objek perkara terkait batasnya objek sengketa sesuai atau tidak dengan putusan[7]
Menurut Erdi Soemantri selaku kuasa hukum, Adjudikasi yang dilakukan pada tahun 2004 tidak terlaksana karena terdapat kendala, salah satunya ialah biaya.
Upaya hukum tahun 2011Pada tahun 2011 keluarga penggugat melakukan permohonan eksekusi,[7] kemudian dilakukan adjudifikasi data[6] namun permohonan yang dilakukan oleh keluarga penggugat tersebut tidak berlanjut kepada eksekusi, demikian juga permohonan yang dilakukan pada 2012 juga tidak berlanjut kepada eksekusi tanpa diketahui penyebabnya[7] Pada tahun 2014 Ratu Mas Dolly Manawijah meninggal dunia, setahun setelahnya pengadilan Agama Bogor berdasarkan putusan surat putusan nomor 70/Pdt.P/2015/PA.Bgr menetapkan tiga anak Ratu Mas Dolly Manawijah sebagai ahli waris yakni Rahardjo Jali, Ani Andayani dan Dewantoro.[6] Upaya hukum tahun 2020
Pada tahun Agustus 2020, Erdi Soemantri selaku kuasa hukum dari ahli waris Ratu Mas Dolly Manawijah mengajukan permohonan eksekusi ke pengadilan negeri Cirebon terkait tanah pribadi sultan dan tanah milik keraton, Erdi Soemantri selaku kuasa hukum dari ahli waris kemudian mengajak pemerintah agar memetakan tanah keraton yang terkena undang-undang pokok agraria sehingga persoalan aset keraton pun bisa diseleseikan.[6] Erdi Soemantri mengaku mendapat amanah dari Ratu Mas Shopie Djohariah dan Ratu Mas Dolly Manawijah agar mengembalikan keraton sebagai tempat syiar Islam. Erdi Soemantri juga mengajak keluarga lainnya untuk mengkaji dan meneliti persoalan ini agar menemukan solusi[6]
Yogyakarta merupakan daerah dengan status Istimewa dimana penguasa kesultanan Yogyakarta Hadiningrat memiliki kuasa politik atas wilayahnya, pada masa awal kemerdekaan Indonesia ada beberapa wilayah Istimewa di Indonesia, diantaranya Daerah Istimewa Yogyakarta, Daerah Istimewa Surakarta dan Daerah Istimewa Kutai[8] Pengangkatan Raharjo Jali sebagai Kanjeng Gusti Volmacht van beheer KasepuhanPada masa pergantian sultan ini maka pihak keluarga besar Sultan Sepuh Aluda menunjuk Raharjo Jali sebagai volmacht (wali) kesultanan Kasepuhan yang ikrar dan pelantikannya dilakukan pada tanggal 6 Agustus 2020 di Masjid Agung Sang Cipta Rasa[9] Pelantikan Raharjo Jali ini kemudian tidak dipermasalahkan oleh Heru Arianatareja yang merupakan ketua dari Sentana Kesultanan Cirebon[10] Pelantikan Pangeran Raja Luqman Zulkaedin dan penolakannyaPasca meninggalnya Sultan Sepuh Arief Natadiningrat bin Maulana Pakuningrat bin Alexander Rajaningrat pada 22 Juli 2020,[11] pihak keluarga Sultan Sepuh Arief memajukan nama Luqman Zulkaedin yang merupakan putera kedua Sultan Sepuh Arief sebagai penerus tahta di kesultanan Kasepuhan, Cirebon, acara pelantikannya kemudian digelar pada tanggal 30 Agustus 2020 ditengah gelombang protes dari para kerabat kesultanan Cirebon dan para santri.[12] Pelantikan Pangeran Raja Luqman Zulkaedin ditandai dengan penyerahan dan penyematan keris peninggalan Sunan Gunung Jati[13] oleh pamannya (adik mendiang Sultan Sepuh Arief) yang bernama Pangeran Raja Goemelar Soeriadiningrat[14] Penolakan dan alasannyaPada tanggal 30 Juli 2020, Prof. Dr. H. Pangeran Raden Hempi Raja Kaprabon, Drs., M.Pd. selaku pimpinan di Kaprabonan Cirebon menuliskan surat yang ditujukan kepada para wargi dan pini sepuh keraton Kasepuhan serta sentana kesultanan Cirebon yang menyatakan bahwa penerus di Kasepuhan tidak dapat diteruskan oleh puteranya[15],[16]
Pada tanggal 26 Agustus 2020, para tokoh lintas keraton di Cirebon yang tergabung dalam kerabat kesultanan Cirebon diwakili oleh Pangeran Elang Tommy Iplaludin Dendabrata, S.Pd. M.Pd. yang juga merupakan Pangeran Patih dari kesultanan Kacirebonan mengeluarkan pernyataan sikap di tempat pemakaman para sultan Cirebon yaitu Astana Gunung Sembung di desa Astana, Cirebon untuk menolak para pihak yang bukan merupakan nasab dari Sunan Gunung Jati sebagai penerus tahta kesultanan Kasepuhan termasuk Pangeran Raja Luqman Zulkaedin yang diindikasikan akan dinobatkan menjadi penerus tahta, hal tersebut dikarenakan Pangeran Raja Luqman Zulkaedin bukanlah nasab langsung Sunan Gunung Jati[17]
Pada tanggal 30 Agustus 2020 bertepatan dengan acara pelantikan Pangeran Raja Luqman Zulkaedin oleh para pendukungnya, Hj. Ratu Mawar Kartina, S.H., M.H. yang merupakan putri dari almarhum Sultan Anom Djalaluddin dari kesultanan Kanoman meneriakan penolakannya di bangsal Prabayaksa kesultanan Kasepuhan,[18] baginya proses Jumenengan (bahasa Indonesia : naik tahta) Pangeran Luqman Zulkaedin tidak sah karena yang bersangkutan bukanlah keturunan langsung Sunan Gunung Jati. Menurut Hj. Ratu Mawar Kartina, S.H., M.H. penolakan terhadap Luqman Zulkaedin tidak hanya dilakukan oleh keturunan Sunan Gunung Jati namun juga oleh sejumlah ulama dan pondok pesantren[13]
Respon terhadap penolakanDrs. Raden Chaidir Susilaningrat, M.Si. selaku juru bicara dari Kasepuhan menyatakan bahwa penolakan yang terjadi dianggap sesuatu hal yang sah, selama disampaikan dengan cara baik dan tidak melawan perbuatan hukum.[13]
Pencabutan mandat oleh keluarga Pangeran JayawikartaPada bulan Oktober 2020, Pangeran Ilen Seminingrat yang merupakan anggota keluarga besar Pangeran Jayawikarta menyatakan bahwa perjanjian gelung sanggul hadi yang sudah berjalan selama 130 tahun berakhir sehingga mandat yang selama ini diberikan juga dicabut.[19] Pencabutan mandat dan pernyataan berakhirnya perjanjian gelung sanggul hadi yang dinyatakan Pangeran Ilen Seminingrat tersebut dilatarbelakangi oleh sikap Pangeran Raja Adipati (PRA) Luqman yang dianggap belum menyampaikan struktur adat yang melibatkan semua keluarga besar keraton setelah tiga minggu pelatikannya, terlebih keluarga Pangeran Jayawikarta telah mengirimkan tiga kali surat untuk bersilaturahmi yang juga belum direspon[19] Saran dari Pemprov JabarRidwan Kamil selaku gubernur provinsi Jawa Barat memberikan dua cara penyeleseian konflik tahta kesultanan kasepuhan yaitu dengan pertama melalui jalan musyawarah, apabila jalan musyawarah tidak bisa menyeleseikan konflik maka dapat menggunakan jalur hukum dalam penyeleseiannya.[20]
Seminar Ulama dan calon Sultan Sepuh dari pihak keluarga kesultanan CirebonPihak keluarga kesultanan Cirebon yang terdiri dari Kaprabonan, Kesultanan Kacirebonan, Kesultanan Kanoman, Kesultanan Kasepuhan, dan dewan keluarga Mertasinga memberikan 15 nama calon penguasa Kasepuhan yang berasal dari trah asli Syarief Hidayatullah atau lebih dikenal dengan nama Sunan Gunung Jati, menurut Kyai Haji Muhtadi Mubarok dari pesantren Benda Kerep Kota Cirebon ke 15 nama yang diberikan oleh keluarga kesultanan Cirebon nanti akan dikaji dan dilakukan istikharah oleh para ulama Cirebon dan Banten, jumlahnya sekitar 500 ulama.[21]
Selepas istikharah oleh para ulama, selanjutnya akan diadakan arak-arakan dan prosesi kenaikan tahta penguasa Kasepuhan yang baru.[21] Pelantikan Raharjo Jali sebagai Sultan Sepuh Aluda II dan penolakannyaPada tanggal 18 Agustus 2021, Raharjo Jali dilantik oleh Dewan Kelungguhan sebagai Sultan Sepuh Aluda II. Pelantikan dilaksanakan di ''Umah Kulon'' kompleks Kasepuhan.[22] nama Aluda merupakan serapan dari bahasa Arab al-Huda yang berarti petunjuk, gelar Aluda juga dipakai oleh Sultan Sepuh XI. Penolakan terhadap Sultan Sepuh Aluda IIPada 19 Agustus 2021, Heru Arianatareja yang merupakan keturunan dari Raden Arianatareja menolak status Sultan Sepuh Aluda II dikarenakan Raharjo Jali yang sebelumnya adalah Volmacht (bahasa Indonesia : Wali) dan menurut aturan adat volmacht tidak bisa menjadi Sultan[23] Referensi
|