Gereja Asiria Timur
Gereja Asiria Timur (bahasa Inggris: Assyrian Church of the East, bahasa Suryani: ܥܕܬܐ ܕܡܕܢܚܐ ܕܐܬܘܖ̈ܝܐ ʻIttā d-Madnĕkhā d-Āturāyē), atau nama resminya Gereja Asiria Timur yang Kudus Apostolik Katolik[3] (bahasa Suryani: ܥܕܬܐ ܩܕܝܫܬܐ ܘܫܠܝܚܝܬܐ ܩܬܘܠܝܩܝ ܕܡܕܢܚܐ ܕܐܬܘܖ̈ܝܐ, ʻIttā Qaddishtā w-Shlikhāitā Qattoliqi d-Madnĕkhā d-Āturāyē), merupakan salah satu Kekristenan Siria yang asal-usulnya bermula dari Tahta Keuskupan Seleukia-Ktesifon, didirikan oleh Santo Tomas Rasul beserta Santo Mari dan Santo Addai, sebagaimana yang tercantum dalam kitab Ajaran Addai. Gereja ini merupakan salah satu Gereja apostolik, secara historis termasuk dalam Gereja dari Timur (Church of the East), dan saat ini dipimpin oleh Patriark-Katolikos Mar Gewargis III. Gereja ini sendiri sesekali waktu menyebut dirinya Gereja Ortodoks Asiria, dan kadang-kadang disangka salah satu dari Gereja-Gereja Ortodoks Oriental. Istilah "Ortodoks" tidak pernah digunakan dalam buku-buku ibadah, dan tidak pula dalam korespondensi resmi Gereja ini, akan tetapi merupakan penggunaan yang membingungkan dari sebuah istilah milik Gereja Ortodoks Timur dan Gereja Ortodoks Oriental. Istilah "iman yang benar" atau "ajaran yang benar" dalam Bahasa Syria pun tidak pernah dijumpai dalam sebutan-sebutan yang pernah digunakan Gereja ini. Dalam bahasa Syria, istilah tersebut dapat diterjemahkan menjadi "trisa subha". Di India, Gereja ini dikenal sebagai Gereja Syria Kaldea. Di dunia Barat, Gereja ini kerap disebut Gereja Nestorian meskipun sebutan tersebut dirasakan oleh Gereja Timur ini sebagai suatu penghinaan. Paus Yohanes Paulus II menyatakan Gereja ini sebagai “Gereja para Martir” mengingat penindasan yang diderita Gereja ini sepanjang sejarahnya, dan demi kehormatan para martir ternama. Gereja ini menyatakan bahwa tidak ada satu pun Gereja lain yang memiliki syuhada sebanyak Gereja Timur Asiria. Gereja Asiria adalah Gereja asli di kawasan yang dulunya bernama Parthia (sekarang Irak Timur dan Iran). Secara geografis Gereja ini pernah merentang sejauh Tiongkok dan India pada Abad Pertengahan: sebuah prasasti yang ditemukan di Xi'an (nama aslinya adalah Chang'an), ibu kota Tiongkok pada era Dinasti Tang, berisi keterangan tertulis dalam Bahasa Tionghoa dan Bahasa Syria mengenai aktivitas-aktivitas Gereja ini pada abad ke-7 dan Abad ke-8, lalu setengah millennium kemudian seorang rahib Tionghoa berangkat dari Beijing sampai ke Paris dan Roma untuk mengimbau dijalinnya aliansi dengan pihak Mongol melawan kaum Mameluk. Sebelum datangnya bangsa Portugis ke India pada tahun 1498, Gereja ini menyediakan uskup-uskup "Syria Timur" bagi umat Kristiani Santo Tomas. Patriark Mar Timotius I (727–823) dalam tulisannya pernah menyebut-nyebut tentang komunitas Kristiani yang besar di Tibet. Para penyusun teologi Gereja ini, yakni Diodorus dari Tarsus dan Theodorus dari Mopsuestia, mengajar di Antiokhia. Kristologi normatif Gereja Asiria disusun oleh Babai Agung (551–628) dan jelas-jelas berbeda dari ajaran dualisme yang dituduhkan kepada Nestorius: karya kristologisnya yang utama dinamakan 'Kitab Persatuan', dan di dalamnya Babai mengajarkan bahwa kedua qnome (esensi) tidaklah membaur namun selamanya manunggal dalam satu parsopa (personalitas) Kristus. SejarahKonsolidasi GerejaKomunitas-komunitas Kristiani sudah eksis di kawasan Asiria, Babilonia, dan Persia semenjak abad ke-2. Sebuah konsili diketahui pernah diselenggarakan di Seleukia-Ktesifon sekitar tahun 325 untuk menyelesaikan konflik yurisdiksional antar uskup terkemuka. Dalam sebuah konsili sesudahnya, juga di Seleukia-Ktesifon pada tahun 410, komunitas-komunitas Kristiani Mesopotamia menyatakan tidak lagi tunduk kepada para uskup Antiokhia dan para uskup "Barat", selain itu uskup kota Seleukia-Ktesifon diangkat sebagai Katolikos.
Skisma dengan Gereja Katolik/Ortodoks
Gereja Asiria terpisah dari Gereja Katolik/Ortodoks (Gereja Timur dan Barat yang belum terpisah sebelum Skisma Akbar tahun 1054) sebagai akibat dari skisma Nestorian tahun 431, akan tetapi teologi Gereja Asiria tidak dapat disebut Nestorianisme. Nestorius, seorang murid Theodorus dari Mopsuestia dan uskup kota Konstantinopel, dikutuk karena menolak menyebut Perawan Maria sebagai 'Bunda Allah' ("Theotokos" dalam Bahasa Yunani). Dia hanya mau menyebut Maria sebagai 'Bunda Kristus' ("Kristotokos" dalam Bahasa Yunani). Lawannya, Kiril dari Aleksandria, menuduhnya membagi Kristus menjadi dua pribadi, yang dengan jelas disangkal Nestorius. Persoalan menjadi makin rumit dengan argumentasi-argumentasi Kiril yang kurang jelas, yang tak lama kemudian menjadi biang skisma Monofisit. Kiril dari Aleksandria dengan gigih berupaya menggeser Nestorius beserta para pendukung dan pengikutnya dari tampuk kekuasaan. Namun di kawasan-kawasan yang dihuni para penutur Bahasa Syria, Theodorus dari Mopsuestia sangatlah disegani, maka tindakan pengutukan atas muridnya Nestorius tidak dapat diterima baik. Para pengikutnya diberi suaka. Raja-raja Persia, yang terus-menerus berperang dengan Kekaisaran Romawi, mengambil kesempatan ini untuk memastikan loyalitas warga negaranya yang beragama Kristen serta mendukung skisma Nestorian:
Sejarah selanjutnyaPada waktu kedatangan para pengungsi Nestorian dari Edessa, prelatus yang sedang menjabat adalah Babaeus atau Babowai (kadang kala disebut pula 'Babai', jangan disamakan dengan 'Babai Agung') (457–484), yang tampaknya menerima mereka dengan tangan terbuka. Akan tetapi Bar Sauma, yang saat itu menjabat sebagai uskup Nisibis, kota penting terdekat dari Edessa, berselisih dengan sang Katolikos yang lemah itu, yang telah dijatuhkannya dalam Sinode Beth Lapat, April 484. Pada tahun yang sama Babowai didakwa di hadapan raja telah berkonspirasi dengan Konstantinopel dan dengan kejam dijatuhi hukuman mati. Dalam Sinode Beth Lapat, diputuskan pula bahwa para biarawan dan seluruh pejabat Gereja mesti menikah. Keputusan tersebut mengakibatkan kemurtadan serta melemahnya kehidupan spiritual, sehingga pada kira-kira tahun 544 beberapa perubahan hasil keputusan sinode itu dikembalikan ke keadaan semula. Kontra-perubahan ini mencapai puncaknya pada tahun 571 ketika Abraham Agung dari Kashkar mendirikan sebuah biara baru di Gunung Izla dekat Nisibis guna menghidupkan kembali gerakan monastik yang ketat, dan Henana dari Adiabene menjadi kepala sekolah teologi Nisibis. Henana kemudian keluar dari tradisi Antiokhia Theodorus dan secara terang-terangan mengikuti ajaran Origenes. Para uskup gagal dalam usaha-usaha mereka untuk menyensor dan mengecam Henana karena adanya proteksi pihak kerajaan sehingga dia tetap menjabat sebagai kepala sekolah, sekalipun hampir semua murid telah meninggalkan sekolah itu. Perang-perang dalam kurun waktu 610–628 antara Persia dan Byzantium memperlemah pengaruh politik Gereja Asiria sehingga beberapa keuskupan dan desa berpindah ke tangan kaum Monofisit. Gereja Asiria tidak diizinkan memilih seorang Katolikos baru, dan tradisi teologisnya digerogoti oleh Henana. Babai Agung bersama Diakon Agung Mar Aba mengatur Gereja tanpa wewenang sebagai Katolikos. Akan tetapi dalam jabatan resminya sebagai 'penilik biara-biara di Utara' Babai memiliki wewenang untuk menyidik ortodoksi para rahib dan biara-biara di Mesopotamia Utara dan untuk menegakkan disiplin. Secara khusus, dia menyingkirkan para rahib yang telah menikah. Babai Agung dan rekan-rekan rohaniwannya bersusah-payah mempertahankan peninggalan Theodorus: sekolah-sekolah teologi tandingan didirikan di Nisibis dan Balad, serta biara Mar Abraham, yang dikepalai Babai, beranggotakan sejumlah pelajar dari sekolah teologi Nisibis. Babai sendiri menulis sejumlah besar komentar dan Hagiografi untuk melawan kaum Monofisit dan Henana yang menganut ajaran Origenes, serta mengembangkan satu-satunya Kristologi Asiria yang sistematis. dia mengajarkan bahwa kedua qnome (esensi) itu tidak berbaur namun manunggal kekal dalam satu parsopa (personalitas) Kristus. Jerih payah mereka membuahkan hasil: dalam pertemuan para uskup pada tahun 612, ajaran-ajaran Theodorus dikanonisasikan. Dengan segerea tulisan-tulisan dan Kristologi Babai menjadi normatif, dan tulisan-tulisan Henana menjadi terabaikan. Monastisisme Asiria termurnikan dan tumbuh subur. Gereja ini terbukti terorganisir dengan baik selama penaklukan bangsa Arab yang mengikuti perang Byzantium-Persia, dan berkembang selama berabad-abad kemudian. Teori Kedatangan di IndonesiaGereja ini tiba di Indonesia sejak abad ke-7. yakni di 2 tempat yang bernama Pancur (Sekarang wilayah dari:Deli Serdang) dan Barus (Sekarang wilayah dari: Tapanuli Tengah) di Sumatra (645 SM). Sejarah ini telah tercatat oleh ulama Syaikh Abu Salih al-Armini dalam bukunya dengan judul FIBA “Tadhakur Akhbar min al-Kana’is wa al-Adyar min Nawabin Mishri wa al-Iqta’aih” (Daftar berita pada gereja-gereja dan monastries di provinsi-provinsi Mesir dan sekitarnya). Daftar gereja-gereja dan monastries dari naskah asli dalam bahasa Arab dengan 114 halaman ini berisi berita tentang 707 gereja-gereja dan 181 monastries Kristen yang tersebar di sekitar Mesir, Nubia, Abysina, Afrika Barat, Spanyol, Arab dan India . Dalam bukunya (Abu Salih), tanah Indonesia masih dimasukkan dalam wilayah India (al-Hindah)[2] Diarsipkan 2023-07-26 di Wayback Machine.. Namun menurut A.J. Butler M.A., kata Fahsûr seharusnya ditulis Mansûr, yaitu sebuah negara pada zaman kuno yang terdapat di Barat Laut India, terletak di sekitar Sungai Indus. Mansur merupakan negara paling utama yang terkenal di antara orang-orang Arab dalam hal komoditas kamfer (al-kafur). (Lihat B.T.A. Evetts, MA (ed.), The Churches … hlm. 300) SakramenGereja Asiria dari Timur sama halnya dengan Gereja Katolik Roma Memiliki 7 Sakramen. namun perbedaannya ialah tentang ragi Malka.
LiturgiLiturgi ekaristi yang paling umum dari Gereja Timur adalah Liturgi Addai dan Mari. Ritus ini dikenal baik oleh para sarjana liturgi karena tidak berisi kalimat institusi yang diucapkan Yesus dalam Perjamuan Akhir ("Inilah tubuhku"..."Inilah darahku"). Oleh karena itu banyak (khususnya pihak Katolik Romawi) yang menganggap liturgi ini invalid. Akan tetapi, pada tahun 2001, setelah melewati sebuah studi mengenai hal tersebut, Kardinal Joseph Ratzinger (sebagai prefek Kongregasi Doktrin Iman saat itu) menyatakan bahwa liturgi tersebut valid dan umat Katolik di Irak boleh menerima Ekaristi dari Gereja Asiria jika tidak terdapat Gereja Katolik. Deklarasi ini disetujui oleh Paus Yohanes Paulus II. Referensi
Pranala luar
|