GKSBS memiliki latar belakang sejarah yang panjang. Bermula dengan adanya orang-orang Kristen dari pulau Jawa yang mengikuti program transmigrasi (koloniasasi) yang diadakan oleh pemerintah Belanda mulai tahun 1936 (dalam beberapa dokumen, program kolonisasi ini bahkan dimulai sejak 1905 di Gedong Tataan). Dua tahun kemudian, yaitu tahun 1938Sinode Gereja Kristen Jawa terpanggil untuk melayani mereka dan mengirimkan para pelayannya ke Sumatra bagian selatan.
Pada tahun 1971Sinode GKJ mulai mempersiapkan kemandirian gereja yang dilayaninya di “Tanah Seberang” yang ketika itu bernama Sinode GKJ Wilayah I di Sumatra bagian selatan. Arah kemandirian itu diwujudkan dengan melakukan program-program pembinaan yang intensif, perkunjungan-perkunjungan ke wilayah pelayanan dijadwalkan secara teratur sampai dengan tahun 1987. Usaha-usaha itu diberkati Tuhan dengan menghasilkan buah. Pada sidang XVIII Sinode GKJ di Yogyakarta tanggal 6 Agustus1987 persidangan itu memutuskan bahwa Sinode GKJ Wilayah I di Sumatra Bagian Selatan dinyatakan mandiri dan menjadi Sinode sendiri dengan nama: Gereja-gereja Kristen Sumatra Bagian Selatan (disingkat GKSBS). Pada awal kemandirianya itu, GKSBS masih menggunakan Tata Gereja GKJ. Pada sidang IV GKSBS tanggal 26-29 Agustus 1996 di Bandar Lampung, GKSBS Mengesahkan Tata Gereja/Tata Laksana GKSBS. Serentak dengan disahkannya Tata gereja/Tata Laksana GKSBS, maka nama “Gereja-gereja Kristen Sumatra Bagian Selatan” berubah menjadi “Gereja Kristen Sumatra Bagian Selatan”[2]
Lintasan Sejarah
Akta Sinode GKJ[1]Diarsipkan 2023-06-07 di Wayback Machine. I Tahun 1949 artikel 16, memutuskan bahwa Lampung merupakan wilayah pelayanan dari GKJ.
Akta Sinode GKJ II Tahun 1950 artikel 27, Sinode GKJ dengan sangat gembira menerima laporan kemajuan pelayanan di Lampung.
Akta Sinode GKJ IV Tohun 1953 artikel 31, Sinode memutuskan terbentuknya Klasis Sumatera Selatan yang meliputi wilayah propinsi Sumatera Selatan waktu itu yaitu wilayah Palembang, Jambi, Bengkulu dan Lampung. Kemudian setelah propinsi membiak menjadi 4 propinsi yaitu Propinsi Lampung, Sumatera Selatan, Bengkulu dan Jambi, wilayah tersebut disebut dengan wilayah Sumatera Bagian Selatan.
Akta Sinode GKJ IV tahun 1953 Artikel 36, Sinode GKJ menyetujul rencana kerja Klasis Sumatera Selatan untuk di tanggung bersama-sama oleh Sinode GKJ.
Akta Sinode GKJ VI tahun 1953 Artikel 65, karena perkembangan pelayanan yang makin meluas dan sudah terbentuk makin banyak jemaat, maka Sinode memutuskan untuk membiakkan Klasis Sumatera Selatan menjadi 2 Klasis, yaitu: Klasis Lampung dan Klasis Palembang.
Akta Sinode GKJ XI tahun 1969 Artikel 131.
Karena perkembangan yang makin pesat terutama Jemaat jemaat di Lampung, maka Sinode memutuskan untuk menyetujui pembiakan Klasis Lampung menjadi 5 Klasis, yaitu :
Klasis Metro
Klasis Sri Bhawono
Klasis Seputih Raman
Klasis Tanjungkarang
Klasis Bandarjaya.
Akta Sinode GKJ XII Tahun 1971 Artikel 60. Klasis-klasis di Lampung mengusulkan kemandirian gereja-gereja di Sumatra bagian selatan untuk bersinode sendiri. Usulan tersebut dijawab oleh Sinode GKJ dengan membentuk Deputat Sinode Wilayah. Dalam hal ini GKJ dibagi 3 wilayah, yaitu:
Deputat Wilayah I: yang meliputi wilayah Klasis-klasis Lampung dan Palembang ( Sumbagsel ).
Deputat Wilayah II: yang meliputi Klasis-klasis di Jawa Tengah sebelah Selatan sampai Bandung.
Deputat Wilayah III: yang meliputi Jawa Tengah sebelah Utara sampai Jakarta dan Tuban. Pembagian wilayah tersebut sudah ada gagasan pembentukan Sinode Sumatra untuk Wilayah I.
Akta XIII Tuhun 1974, ArHkel 127, Sinode memutuskan: Pembiakan Klasis Palembang menjadi 2 Kiasis yaitu: Klasis Palembang dan Klasis Belitang Buay Madang. Hal ini dikarenakan perkembangan Jemaat-jemaat di wilayah Klasis Palembang yang makin berkembang kearah Jambi, Bengkulu dan Sumatera Selatan sendiri.
Akta Sinode GKJ XIII tahun 1974, artikel 68, Sinode memutuskan untuk meningkatkan Deputat Wilayah menjadi Sinode Wilayah. Hal ini ditempuh oleh GKJ dalam rangka melatih dan membina Gereja di Sumbagsel untuk bersinode sendiri. Dengan demikian sejak tahun 1974 Sinode GKJ terdiri dari 3 Sinode Wilayah, yaitu:
Sinode Wilayah I GKJ yang meliputi wilayah Sumatra bagian selatan.
Sinode Wilayah II yang meliputi wilayah dari Bandung sampai Yogyakarta.
Sinode Wilayah III GKJ meliputi wilayah dari Jakarta sampai Tuban.
Akta Sinode GKJ XVI tahun 1981, Artikel 6 Sinode Wilayah I GKJ mengusulkan Kemandirian Sinode Wilayah I GKJ untuk bersinode sendiri dengan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:
Latar belakang keanggotaan Gereja-gereja dilingkungan Sinode Wilayah I yang sangat variable, mereka berasal dari berbagai macam Gereja asal di Jawa (GKJ, GKJW, GKJTU, GITJ, GKP, GKPB, GPIB, HKBP, GKIS, dll).
Masyarakat di Sumbagsel yang majemuk, yaitu terdiri dari banyak suku dengan berbagai macam adat dan kebiasaanya, oleh karenanya Gereja-gereja diSumbagsel terpanggil untuk melayani sebagai Gereja Daerah
Pertimbangan praktis, yaitu karena jarak jauh dari Jawa Tengah, maka penghayatan masalah-masalah di lingkungan Sinode Wilayah I GKJ tidak bisa dilakukan oleh Deputat GKJ Salatiga. Hal yang demikian mengakibatkan bahwa mereka tidak begitu tahu akan masalah-masalah/ kesulitan/ hambatan dan juga perkembangan yang pesat dari Gereja-gereja di Sumbagsel.
Usul ini ditanggapi positip oleh Sinode GKJ dengan membentuk Panitía Kemandirian Sinode Wilayah I GKJ yang terdiri dari:
Pdt. Wijoyo Hadipranoto, BD (Konvokator).
Drs. F.W. Singotaruna
Ir. Gunarto Darmowigoto
Pdt. Marwoto, S.Th.
Pdt. Dr. Harun Hadiwiyono.
Pemerintahan gereja
Pemerintahan gereja (secara teologis) adalah Kristokrasi, dan sebagai organisasi yang bersifat/berbentuk gereja pemerintahan, GKSBS adalah “Presbiterial Sinodal” yang di dalamnya menekankan pentingnya kebersamaan dalam hal dana sesuai amanat musyawarah Majelis Sesinode 1987 dan Sidang I Sinode GKSBS.
Pada Sidang Sinode GKSBS VIII tanggal 23-26 September 2005 di Bengkulu pada (Artikel 12: Liturgi Kontekstual) yang di dalamnya termuat tentang pelayanan perjamuan kudus untuk anak yang mulai diberlakukan sejak disetujui oleh Sidang Sinode VIII.
Mengenai hubungan dan kerjasama oikoumenis di Indonesia, pada sidang Majelis Pekerja Lengkap Gereja-gereja di Indonesia (MPL-PGI) di Kendari tanggal 20-27 April 1988, Sinode GKSBS telah diterima menjadi anggota PGI dan tercatat dengan nomor anggota 58.
Sampai saat ini pertumbuhan GKSBS tercatat menjadi 100 Jemaat dewasa, Jumlah Kepala Keluarga: 10.954 KK, Jiwa: 36.015 jiwa 460 Kelompok kebaktian, yang dihimpun dalam 14 klasis yang tersebar di seluruh wilayah Sumatra bagian selatan dengan 87 tenaga aktif sebagai pendeta dan 26 orang pendeta emiritus.
Logo GKSBS dan Makna Logo
Salib adalah lambang identitas Gereja Yesus Kristus. Daun cengkih tujuh lembar warna hijau tua dan muda adalah lambang dari berdirinya Sinode GKSBS yang dimulai dengan tujuh klasis pada tahun 1987, yaitu: Klasis Palembang, Belitang, Bandarjaya, Seputih Raman, Metro, Sri Bhawono dan Tanjungkarang.
Sedangkan empat garis warna biru di bawah gambar cengkih adalah melambangkan identitas keberadaan GKSBS di wilayah Sumbagsel yang terdiri dari empat Provinsi yaitu Lampung, Sumatera Selatan, Bengkulu dan Jambi. Itulah sebabnya GKSBS dalam identitas dirinya tidak melandaskan diri sebagai gereja suku, tetapi menjadi gereja daerah di wilayah Sumatra bagian selatan yang beragam suku, dan latar belakang budayanya.