Han Yong-un
Han Yong-un (Nama pena:Manhae; 1879-1944) adalah seorang tokoh religius, politik, dan penyair dari Korea. Awalnya ia dikenal dalam partisipasinya dalam Revolusi Donghak dan setelah itu ia pergi ke Gunung Seorak untuk mendalami Buddhisme. Ia menjadi seorang paderi pada tahun 1905 dan melakukan restorasi untuk mengembangkan agama Buddha Korea. Kehidupan awalHan lahir dari keluarga asal Seobu, Hongseong, provinsi Chungcheong pada tanggal 29 Agustus 1879. Ayahnya bernama Han Ung-jun, seorang petani. Ia awalnya bersekolah di kampung dan menerima pelajaran tradisional. Masa remajanya ialah ketika Korea sedang mengalami kekacauan, saat negeri itu hendak membuka diri kepada dunia luar dari ketertutupan. RevolusionerKampung halaman Han, provinsi Chungcheong dan tetangganya, Jeolla, merupakan daerah yang paling sering mengobarkan pemberontakan. Terutama oleh para petani miskin terhadap para petinggi pemerintahan yang korup. Para petani banyak bergabung menjadi anggota agama baru yang bernama Donghak. Selain sebagai organisasi religius, Donghak juga merupakan penentang pemerintahan korup yang memeras kehidupan rakyat jelata. Donghak juga menentang imperialisme Barat, agama Katolik dan dominasi Tiongkok. Pemberontakan besar Donghak terjadi tahun 1892 di Chungcheong. Han Yong-un ikut ambil bagian dalam pemberontakan tahun 1894. Upaya pemberontakan Donghak berhasil menduduki Jeonju, ibu kota provinsi Jeolla dan memaksa pemerintah untuk melakukan gencatan senjata. Tetapi, sebenarnya Pemerintah Joseon meminta bantuan pasukan Tiongkok guna menumpas Donghak. Hal menjadi semakin rumit karena pihak Jepang ikut campur tangan. Kota Gongju, ibu kota Chungcheong awalnya berhasil diduduki Donghak, namun akhirnya direbut gabungan Pasukan Jepang dan Joseon. Banyak pengikut Donghak ditangkap dan dieksekusi. Tahun 1895 organisasi Donghak akhirnya berakhir. Ayah dan kakak Han tertangkap dan dieksekusi. Han Yong-un berhasil meloloskan diri dan bersembunyi di kuil Baekdamsa di Gunung Seorak[1] Saat itu ia berumur 16 tahun. BuddhismeBersembunyi di Kuil Baekdam di Gunung Seorak, ia mulai mempelajari agama Buddha. Ia menjadi pendeta pada tahun 1905 dengan nama Manhae, yang bermakna "Sepuluh Ribu Samudera". Sebagai pendeta, ia melaksanakan reformasi terhadap agama Buddha. Ia menginginkan Buddhisme agar menjadi lebih sosial dan berguna bagi orang-orang di luar kuil yang kekurangan. Selain itu, ia juga menyarankan agar para biksu mandiri mencari penghasilan sendiri serta meninggalkan selibat. Pejuang kemerdekaan KoreaUntuk memperdalam ilmu tentang agama Buddha, Han pergi ke luar negeri. Pada tahun 1909, ia pergi ke Jepang dan belajar di Sekolah Tinggi Zen Komazawa dekat Tokyo. Tahun berikutnya ia pindah ke Vladivostok. Tahun 1910 adalah tahun dimana Jepang menganeksasi Korea. Di Vladivostok ia mendirikan sebuah organisasi untuk pejuang kemerdekaan Korea. Setelah itu, ia kembali ke Korea sebagai pejuang yang menuntut pembebasan Korea. Tahun 1919, sebagai perwakilan pemeluk Buddhisme, ia menandatangani Deklarasi Kemerdekaan pada tanggal 1 Maret beserta 23 orang tokoh lain. Walau deklarasi ini damai sifatnya, Han dan teman-temannya ditangkap pemerintah kolonial Jepang. Dari tahun 1920-1923, Han menghabiskan hidup di dalam penjara. Walau mendapat siksaan, Han menuangkan pikiran dengan menulis puisi. Karya-karya tulisannya membuat orang mengenal ia sebagai penulis puisi hebat pada abad 20. Satu karya yang berjudul "Nimui Chimmuk" (Silence of My Sweetheart) dianggap sebagai salah satu puisi modern Korea yang terbaik. Galeri
Referensi
Pranala luar
|