Hinduisme di Jawa
Agama Hindu Jawa adalah suatu bentuk tradisi Hindu yang berkembang di Jawa. Dalam sejarah, agama Hindu telah memberikan pengaruh kepercayaan dan budaya di Jawa, Indonesia. Kerajaan Hindu-BuddhaBaik Pulau Jawa dan Sumatra telah sangat dipengaruhi budaya yang besar dari sub benua India selama milenium pertama dan kedua Masehi. Baik agama Hindu dan Buddha berbagi latar belakang sejarah yang sama dan keanggotaannya kala itu bahkan tumpang tindih di saat yang sama (seseorang dapat bersamaan memeluk agama Buddha dan juga Hindu), secara luas disebarkan di Asia Tenggara Maritim. Agama Hindu dan bahasa Sanskerta sebagai bahasa penyebarnya, menjadi sangat bergengsi di Jawa. Banyak candi Hindu yang dibangun, termasuk Prambanan di dekat Kota Yogyakarta, yang telah ditetapkan sebagai Situs Warisan Dunia; dan kerajaan Hindu berkembang, dan yang paling signifikan adalah Kerajaan Majapahit. Pada abad ke-6 dan abad ke-7 banyak kerajaan maritim muncul di Sumatra dan Jawa yang menguasai perairan di Selat Malaka dan berkembang seiring meningkatnya perdagangan laut antara Tiongkok dan Hindustan dan selewatnya. Selama saat ini, cendekiawan-cendekiawan dari Hindustan dan Tiongkok mengunjungi kerajaan-kerajaan tersebut untuk menerjemahkan teks-teks sastra dan agama . Di antara kerajaan-kerajaan Hindu Jawa, yang paling dianggap penting adalah Majapahit, yang merupakan kerajaan terbesar dan kerajaan Hindu terakhir yang signifikan dalam sejarah Indonesia. Majapahit berpusat di Jawa Timur, memerintah sebagian besar dari apa yang sekarang merupakan Indonesia modern dari sana. Sisa-sisa kerajaan Majapahit bergeser ke Bali pada abad ke-16 setelah digantikan oleh kerajaan-kerajaan Islam di wilayah pesisir Jawa.[1] Pelestarian dan pengakuanAgama Hindu atau penggabungan Hindu-animisme telah dipertahankan oleh sejumlah masyarakat tradisional Jawa. Suku Osing di Jawa Timur walaupun hampir seluruhnya memeluk agama Islam tetapi budayanya menunjukkan banyak kemiripan dengan agama Hindu Bali milik suku Bali. Sebagian masyarakat suku Tengger secara resmi adalah penganut Hindu, namun agama mereka mencakup banyak unsur Kejawen dan Buddhisme, termasuk penyembahan Buddha bersama dengan Trimurti agama Hindu, Siwa, Wisnu, dan Brahma. Suku Badui juga memiliki agama mereka sendiri yang menggabungkan corak-corak agama Hindu dan Sunda Wiwitan. PerkembanganKeberadaan candi Hindu di suatu daerah kadang-kadang mendorong masyarakat lokal untuk menghubungkan diri kembali dengan agama Hindu, baik itu situs arkeologi candi yang direklamasi sebagai tempat ibadah agama Hindu, atau pura yang baru dibangun. Candi besar di Prambanan, misalnya, terletak di wilayah Klaten. Sebuah pura agama Hindu baru yang penting di Jawa Timur adalah Pura Mandaragiri Semeru Agung, yang terletak di lereng Gunung Semeru, gunung tertinggi di Jawa. Perkembangan jumlah penganut agama Hindu juga terjadi di wilayah sekitar Pura Agung Blambangan, kuil Hindu lain yang baru, dibangun di atas situs dengan sisa-sisa arkeologi yang dikaitkan dengan kerajaan Blambangan, kekuasaan politik Hindu terakhir di Pulau Jawa, dan Pura Loka moksa Jayabaya (di desa Menang di Kediri), di mana orang suci Hindu dan juga raja Jayabaya dipercaya telah mencapai pembebasan spiritual (moksa). Situs lain adalah Pura Pucak Raung yang baru di Jawa Timur, yang disebutkan dalam sastra Bali sebagai tempat dari mana Maharishi Markandeya mengumpulkan pengikut dan membawa agama Hindu ke Bali pada abad ke-5 Masehi . Sebuah contoh dari kebangkitan di sekitar situs arkeologi candi Hindu kuno diamati di Trowulan, Mojokerto, ibu kota kerajaan Hindu Majapahit yang melegenda. Sebuah gerakan Hindu lokal sedang berjuang untuk mendapatkan kembali sebuah bangunan candi yang baru digali, yang mereka ingin pulihkan kembali menjadi situs pemujaan Hindu. Candi ini akan didedikasikan untuk menghormati Gajah Mada, yang telah mengubah kerajaan Hindu kecil Majapahit menjadi sebuah kerajaan besar di Nusantara. Lihat pulaWikimedia Commons memiliki media mengenai Hinduism in Indonesia. Referensi
|