Hutan PelawanHutan Pelawan adalah hutan yang dilindungi di Namang, Kecamatan Namang, Kabupaten Bangka Tengah, Pulau Bangka.[1][2][3] Hutan Pelawan disebut juga Hutan Kalung.[4] Hutan Pelawan berstatus sebagai Taman Keanekaragaman Hayati dan direncanakan akan dijadikan sebagai kebun raya.[1] Hutan Pelawan memiliki luas 300 ha, dengan hutan wisata 47 ha, dan sisanya adalah hutan adat.[5] Hutan ini adalah satu dari sedikit hutan yang tersisa di Pulau Bangka yang terkenal sebagai lokasi penambangan timah selama ratusan tahun. Hutan di daerah sini, telah lama ditawar oleh perusahaan-perusahaan timah guna ditambang. Namun begitu, tokoh penjaga hutannya, Zaiwan, menolak, terlebih saat ia menjabat kepala desa Namang.[3] Hutan ini menjadi tempat perlindungan bagi flora dan fauna khas Bangka. Nama hutan ini sendiri berasal dari nama flora famili Myrtaceae yang paling banyak ditemui di sana, yaitu pelawan (Tristaniopsis merguensis Griff.).[2] Pohon pelawan ditemukan di hutan-hutan di Pulau Bangka dan Belitung. Ia menghasilkan kayu berwarna merah yang digunakan untuk bahan bangunan, bahan pembuat kapal, ajir perkebunan lada dan kayu bakar. Pohon pelawan dijadikan rumah bagi koloni lebah liar (Apis dorsata) yang menghisap serbuk bunga pohon itu. Madu yang dihasilkan oleh lebah liar ini berasa pahit.[2] Sarang tempat madu itu berasal biasa menghasilkan 200-300 mililiter madu, dan dijual seharga Rp. 200.000-300.000.[3] Akar pohon pelawan menjadi tempat tumbuhnya jamur yang dikenal dengan nama kulat pelawan. Jamur pelawan (Boletus sp.) yang tumbuh di musim hujan bisa dikonsumsi. Biasanya digunakan sebagai bahan masakan tradisional. Dalam sekali panen, hutan ini menyediakan 30–50 kg jamur. 1 kilogramnya dijual Rp 2,5 juta.[3] Fauna yang hidup di dalam Hutan Pelawan antara lain berbagai jenis burung dan reptilia. Menurut ketua taman hutan ini, Zaiwan, di waktu malam akan keluar hewan tarsius bangka (Tarsius bancanus Horsfield) atau yang di dalam bahasa setempat sebagai muntilin. Biasa akan didapati pula burung-burung liar yang terbang mencari makan di sekitar jam 05.00-05.30 pagi.[6] Di malam hari ini pula, hewan nokturnal serupa burung hantu, musang, kancil, dan beberapa hewan kecil lainnya juga muncul.[3] Guna mengembangkan hutan ini pula, pemerintah setempat telah membangun jalur jogging dari kayu. Di beberapa tempat, tersedia pula rumah panggung kecil dari kayu.[5] Referensi
Pranala luar
|