Share to:

 

Hutan dataran tinggi

Pendahuluan

Hutan adalah habitat alami yang dihuni berbagai jenis tumbuhan. Hutan dataran tinggi adalah hutan yang terletak setelah hutan dataran rendah, hutan ini berada di daerah dengan tinggi lebih dari 700 mdpl hingga 1500 mdpl. Umumnya batang pohon yang tumbuh di hutan ini ditutupi oleh lumut. Di Indonesia bagian timur hutan dataran tinggi banyak ditumbuhi jenis pohon konifer dari genus Dacrydium, Libocedrus, Phyllocladus, dan Podocarpus. Di Indonesia bagian barat, banyak ditumbuhi jenis pohon tegakan seperti Leptospermum, Tristania, dan Phyllocladus[1]. Semakin tinggi elevasi hutan maka akan tampak perbedaan seperti pohon berlumut, tajuk mulai memendek, cabang ranting pohon akan bengkok dan daunnya mengecil hingga menyerupai jarum[2]. Contoh hutan dataran tinggi di Indonesia adalah Gunung Halimun Salak.

Karakteristik Umum Hutan Dataran Tinggi

Seperti halnya dengan jenis atau tipe hutan lain, hutan dataran tinggi memiliki karakteristik atau ciri khas yang membedakannya dengan jenis hutan lain. Hutan dataran tinggi berada di ketinggian antara 700 m -1500 m di atas permukaan laut. Dibandingkan dengan hutan dataran rendah yang memiliki vegetasi tumbuhan yang tinggi, vegetasi tumbuhan di hutan dataran tinggi lebih sedikit [3]. Ketinggian tempat dari permukaan air laut akan berpengaruh terhadap penurunan suhu udara sehingga suhu di hutan dataran tinggi memiliki suhu lebih rendah dibandingkan suhu di hutan dataran rendah. Suhu udara rata-rata di dataran tinggi berkisar antara 14 - 26 C. Suhu dan kelembaban udara berbanding terbalik sehingga semakin rendah suhu udara maka kelembaban udara di hutan dataran tinggi cukup tinggi. Iklim mikro ini juga akan berpengaruh terhadap perkembangan vegetasi yang membentuk ekosistem hutan dataran tinggi. Pembentukan awan dan kabut yang khas menaungi atap tajuk hutan dataran tinggi akan menghalangi masuknya cahaya matahari. Cahaya lebih sedikit maka kelembaban sangat tinggi dan temperatur udara lebih rendah. Intensitas cahaya yang kurang akan menyebabkan laju fotosintesis menurun sedangkan laju respirasi tetap. Semakin naik ketinggian tempat, jumlah jenis tumbuhan berkurang, kecil pendek dan kerdil[4] . Oleh karena itu dengan meningkatnya ketinggian tempat pada hutan dataran tinggi maka vegetasi tumbuhannya rendah dan pohon-pohon cenderung memendek dan bercabang. Selain itu penciri melimpahnya lumut yang menutupi batang-batang pohon serta tumbuhan epifit seperti anggrek menjadi salah satu karakteristik dari hutan dataran tinggi. Di hutan dataran tinggi Indonesia, jenis tumbuhan yang dapat dijumpai diantaranya rasamala (Altingia excelsa), cemara gunung (Casuarina equisetifolia) dan puspa (Schima wallichii)[3].

Dataran tinggi terbentuk akibat terdapatnya proses erosi serta sedimentasi. Wilayah dataran tinggi adalah daerah dengan sistem pegunungan tersusun memanjang dan masih aktif. Tanahnya cenderung subur, memiliki udara sejuk, air masih melimpah pada kondisi hutan yang terjaga, hingga alamnya indah. Di balik lebatnya hutan di dataran tinggi, memiliki fungsi sebagai penangkap air hujan (catchment area). Adanya air ini berguna untuk mencukupi kebutuhan di wilayah dataran tinggi. Selain itu, juga berfungsi mencegah bencana banjir di daerah bawah dari dataran tinggi berada.

Persebaran Hutan Dataran Tinggi di Indonesia

Indonesia memiliki keragaman hayati yang sangat beragam mulai dari kekayaan sumber daya alam hayati maupun non hayati. Salah satu penyumbang kekayaan sumberdaya alam adalah dari sektor kehutanan. Hutan di Indonesia memiliki tiga tipe ekosistem alami, yaitu hutan monsoon, hutan pegunungan, dan hutan dataran rendah. Hutan dataran tinggi merupakan jenis hutan pegunungan. Ketinggian hutan dataran tinggi berada di antara hutan dataran rendah dan hutan pegunungan. Hutan dataran tinggi dapat ditemukan di pulau-pulau besar di Indonesia seperti Pulau Sumatera ( seperti Dataran Tinggi Gayo di kaki Pegunungan Bukit Barisan di Aceh, Danau bekas erupsi Gunung Toba), Pulau Jawa ( Dataran Tinggi Puncak di Jawa Barat, Dataran Tinggi Cianjur Jawa Barat, Dataran Tinggi Tengger di sekitar kaki Gunung Bromo di Jawa Timur). Dataran tinggi ada yang terbentuk akibat oleh letusan gunung berapi seperti di Dataran Tinggi Tengger di sekitar kaki Gunung Bromo, Dataran Tinggi Dieng di Jawa Timur, dan lainnya. Namun tidak semua dataran tinggi yang memiliki hutan merupakan kriteria sebagai hutan dataran tinggi. Contohnya pada Dataran Tinggi Dieng, kawasan ini memiliki ketinggian sekitar 1500-2000 meter di atas permukaan laut[5], karena pada kawasan ini melebihi batas ketentuan untuk penyebutan hutan dataran tinggi.

Keanekaragaman Hayati Hutan Dataran Tinggi

Keanekaragaman hayati adalah suatu istilah yang berhubungan dengan berbagai kehidupan di bumi, Keanekaragaman hayati saling melengkapi satu sama lain seperti kekayaan bumi seperti jutaan tumbuhan, hewan, dan mikroorganisme genetika, habitat, dan termasuk air, dan ekosistem dimana mereka melangsungkan kehidupannya[6]. Keanekaragaman hayati dataran tingggi merupakan keberagaman antar berbagai jenis organisme hayati seperti flora fauna yang berada di suatu daerah tertentu dengan tujuan bertahan hidup atau melanjutkan generasi selanjutnya.

          Flora adalah suatu jenis tumbuhan yang menempati suatu daerah tertentu. Istilah Flora dapat dikaitkan dengan bentuk atau habitat (life-form) dari kaitan tersebut akan muncul suatu istilah seperti flora pohon, flora semak belukar, flora rumput, dsb. Flora juga dapat dikaitkan dengan suatu tempat seperti flora Jawa yang menandakan flora tersebut berada di pulau Jawa[7].  Fauna merupakan berbagai  jenis hewan yang secara hidupnya  berada di suatu wilayah tertentu dan pada waktu tertentu serta saling membutuhkan satu sama lain dengan lingkungan nya[8].
          Hutan dataran tinggi menjadi habitat satwa primata dengan kisaran ketinggian 1.100-1.300 mdpl , hal ini menjadi salah satu ciri bahwa ketinggian tersebut menyediakan kebutuhan bagi primata dan lebih mencukupi dibanding ketinggian 1.400 mdpl sebab pada ketinggian ini suhu sudah berbeda. Primata adalah satwa yang bersifat teritorial dengan penggunaan habitat pada setiap jenis maupun antar jenis satwa primata tersebut terpisah antara satu kelompok dengan kelompok lainnya selama mereka hidup dan mencukupi di habitat tersebut[9]. Ketinggian 750-1200 mdpl dapat ditemukan  jenis flora dari keluarga upper dipterocarp forest, Jenis dipterocarp umumnya berupa pohon menjulang atau lurus (emergent trees) pertumbuhannya yang lambat dan kayunya digunakan sebagai bahan bangunan rumah atau gedung[10]. Hutan dataran tinggi umumnya memiliki curah hujan yang tinggi serta banyak sekali sumber makanan bagi satwa yang berada di daerah tersebut.

Fungsi dan Manfaat Hutan Dataran Tinggi

Price et al. (2011)[11] membagi fungsi ekosistem hutan dataran tinggi menjadi tiga kategori: Fungsi penyediaan/produksi; fungsi pendukung dan regulasi; dan fungsi kultural. Hutan dataran tinggi menyediakan beragam fungsi ekosistem, memberikan banyak manfaat. Fungsi produksi yang paling terlihat karena perannya dalam meningkatkan ekonomi masyarakat. Namun, fungsi pendukung dan regulasi seperti sumber air bersih, proteksi terhadap potensi bencana alam, dan mitigasi perubahan iklim seringkali mewakili fungsi terpenting dari hutan dataran tinggi terhadap komunitas yang hidup di dalam dan sekitar hutan. Fungsi kultural juga merupakan hal yang vital untuk masyarakat yang hidup di dataran tinggi.

Price et al. (2011)[11] membagi fungsi dan manfaat hutan dataran tinggi menjadi beberapa poin sebagai berikut:

  1. Sumber air bersih. Sumber air yang berasal dari hutan dataran tinggi masih terjaga kebersihannya karena belum tercemar;
  2. Proteksi terhadap potensi bencana alam. Tegakan hutan dapat mencegah terjadinya longsor;
  3. Keanekaragaman hayati. Hutan dataran tinggi juga sebagai tempat hidup biodiversitas;
  4. Tumbuhan obat. Terdapat pula berbagai tumbuhan obat yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan manusia;
  5. Produksi kayu. Hutan di dataran tinggi juga dapat dimanfaatkan kayunya;
  6. Manajemen landskap kultural; dan
  7. Mitigasi perubahan iklim.

Indonesia memiliki beberapa hutan dataran tinggi salah satunya adalah Dataran Tinggi Dieng. Salah satu fungsinya adalah sebagai persediaan plasma nutfah dan perlindungan untuk kawasan di sekitarnya[12]. Adapun kawasan yang memberikan perlindungan di bawahnya menurut Andriana (2007)[13], yaitu:

a. Kawasan Hutan Lindung;

b. Kawasan resapan air; dan

c. Kawasan Suaka Alam dan Cagar Budaya.

Referensi

  1. ^ Prakoso, AA (2019). "Hutan Pegunungan – Pengertian, Jenis & Ciri Ekosistem". RimbaKita.com. Diakses tanggal 31 Agustus 2021. 
  2. ^ Whitmore, TC (1984). "Tropical rainforest of the far east". Clarendon Press. 13 (10): 243–259. 
  3. ^ a b Arief, A (2001). Hutan dan Kehutanan. Yogyakarta: Kanisius. 
  4. ^ Soerianegara, I; Indrawan, A (2005). Ekologi Hutan Indonesia. Bogor: Laboratorium Ekologi Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. 
  5. ^ Prakosa, YT (2015). Perancangan Destination Branding Kawasan Dieng Melalui Desain Komunikasi Visual [disertasi]. Semarang: Universitas Katolik Soegijapranata
  6. ^ Sunarmi (2014). "Melestarikan keanekaragaman hayati melalui pembelajaran di luar kelas dan tugas yang menantang". Jurnal Pendidikan Biologi. 6 (1): 38–49. 
  7. ^ Hikmat, A; Kusmana, C (2015). "Keanekaragaman hayati flora di Indonesia". Jurnal Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan. 5 (2): 187. 
  8. ^ Syamsuddin (2019). Persebaran Flora dan Fauna. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 
  9. ^ Giri, MMS; Sodahlan, E; Kariono, W; Ambarita, E; Sutisna, C (2019). "Keanekaragaman satwa primata di wilayah operasional pembangkit listrik tenaga panas bumi Taman Nasional Gunung Halimun Salak". Jurnal Primatologi Indonesia. 16 (1): 3–9. 
  10. ^ Purwaningsih (2004). "Sebaran ekologi jenis-jenis Dipterocarpaceae di Indonesia". Jurnal Biodiversitas. 5 (2): 89–95. 
  11. ^ a b Price, M; Gratzer, G; Alemayehu, DL; Kohler, T; Maselli, D (2011). Mountain Forests in a Changing World: Realizing Values, Adressing Challenges. Food and Agriculture Organization of the United Nations (FAO) and Centre of Development and Environment (CDE). 
  12. ^ Abdiyani, A (2008). "Keanekaragaman jenis tumbuhan bawah berkhasiat obat di Dataran Tinggi Dieng". Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam. 5 (1): 79–92. 
  13. ^ Andriana, R (2007). Evaluasi kawasan lindung dataran tinggi Dieng Kabupaten Wonosobo [tesis]. Semarang: Universitas Diponegoro.
Kembali kehalaman sebelumnya