Ibrahim SinikDr. (HC) Drs. H. Ibrahim Sinik (7 Agustus 1937 – 16 Maret 2015)[1] adalah seorang pengusaha pers asal Medan, Sumatera Utara yang antaranya dikenal karena mendirikan harian Medan Pos. Namanya diabadikan sebagai nama jalan di kota tersebut sejak 2017.[2] RiwayatLahir dan membesar di kampung Aur, Medan Maimun, Ibrahim merupakan anak pasangan H. Fakih Sinik dan Hj. Bungo, perantau asal Padang Pariaman, Sumatera Barat. Ibrahim menamatkan pendidikan dasarnya, dari SD sehingga SMA, di Perguruan Taman Siswa Medan. Belakangan, pada awal 1980-an, ia menempuh pendidikan tinggi di Akademi Pers Indonesia dan Universitas Islam Sumatera Utara.[3] KarierDebut Ibrahim dalam dunia pers bermula 1955, saat ia bahkan belum kelar sekolah, dengan bergabung mingguan Pos di Medan[a]. Setelahnya, berturut-turut ia bekerja untuk koran Suara Andalas (1956–57) dan Tjerdas (1957–65) yang sejak 21 April 1961 berganti nama jadi Tjerdas Baru.[4] Setelah dari Tjerdas Baru, Ibrahim meneken kontrak dengan Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI) Sumatera Utara untuk menerbitkan Tjahaja sebagai corong propaganda organisasi tersebut. Edisi pertama koran ini terbit pada 1 Mei 1965.[5] Pada 9 Mei 1966, lewat yayasan bernama Yayasan Penerbit Berdikari, Ibrahim resmi menerbitkan koran sendiri dengan tajuk Sinar Revolusi. Selain harian tersebut, pada masa yang sama Ibrahim juga menerbitkan surat kabar mingguan, Varia Minggu. Masa inilah bisa disebut sebagai cikal bakal kariernya sebagai pengusaha pers. Sinar Revolusi sejak 1971 bersalin nama jadi Sinar Pembangunan dan pada 1990 sekali lagi diubah nama menjadi Medan Pos yang masih terbit hingga kini.[6] Sementara Varia Minggu diubah nama jadi Aneka Minggu dan sejak 1981 berganti jadi majalah Melankolik.[7] Sepanjang kariernya Ibrahim juga menerbitkan sejumlah majalah lain, antaranya Misteri, Detektip Spionase, Dunia Mistis, dan Supranatural. Dalam budaya populerIbrahim Sinik muncul dalam film Jagal besutan Joshua Oppenheimer, menceritakan perannya baik dalam menyebarkan propaganda antikomunis lewat koran maupun dalam proses interogasi dan pembantaian orang-orang yang dituduh komunis pasca peristiwa G30S.[8] Catatan
Referensi
|