Ibrahim ad-DasuqiIbrahim bin Abdul-Aziz Abul-Majdi (Bahasa Arab: إبراهيم بن عبد العزيز أبو المجد) atau lebih dikenal dengan (إبراهيم الدسوقي) Ibrahim Ad Dasuqi (Dosouk 1255 M / 653 H - 1296 M / 696 H, wafat pada umur 41 tahun) adalah seorang tokoh sufi dan pendiri aliran thariqah Dasuqiyyah atau thariqah Burhamiyyah. Beberapa julukannya adalah Abul Ainain, Syaikhul Islam dan Burhanul Millati Waddin Syaikh Ibrahim Ad Dasuqi adalah “Wali Quthub” yang keempat dan yang terakhir setelah Syaikh Ahmad al-Badawi, Syaikh Ahmad Ar-Rifa'i dan Syaikh Abdul Qadir al Jilani sebagaimana yang diyakini oleh ulama-ulama tasawuf seperti Syaikh Mahmud al-Garbawi dalam kitabnya al-Ayatuzzahirah fi Manaqib al-Awliya’ wal-Aqthab al-Arba’ah dan Assayyid Abul-Huda bin Hasan al-Khalidi Asshayyadi dalam kitabnya Farhatul-Ahbab fi Akhbar al-Arba’ah al-Ahbab dan kitab Qiladatul-Jawahir fi Zikril Gautsirrifa’I wa Atba’ihil-Akabir. TransliterasiNama Ibrahim Ad Dasuqi juga dilafalkan dengan Ibrahim - Ad Dasuqi, Dasuki, Dusuqi, Dusuki, Disuqi, Disuki atau El Desouki GenealogiAyahanda dari Syaikh Ibrahim Ad Dasuqi yaitu, Al-Arif billah Sidi Abdul Aziz yang digelari sebagai Abdul Majdi pada zamannya. Ayahnya juga merupakan sahabat akrab seorang Wali Allah yang amat masyhur pada waktu itu yaitu Sidi Muhammad Bin Harun As-Sanhuri.
1. Rasulullah 2. Fatimah + Ali 3. Husein 4. Ali Zainal Abidin 5. Muhammad Al-Baqir 6. Ja'far Ash-Shadiq 7. Musa Al-Kadzim 8. Ali Ar-Ridha 9. Muhammad Al-Jawad 10. Ali Al-Hadi 11. Ja'far Az-Zaki 12. Idris 13. Qasim 14. Musa 15. Abdul Khaliq 16. Muhammad 17. Muhammad 18. Abdul Khaliq 19. Ali Zainal Abidin 20. Muhammad Abul Naja 21. Muhammad Al-Mukhtar 22. Ali Quraisy 23. Abdul Aziz Abul Majid 24. Ibrahim Ad-Dasuqi نسبه : هو إبراهيم الدسوقي بن عبد العزيز أبو المجد بن علي قريش بن محمد المختار بن محمد أبو النجا بن علي زين العابدين بن عبد الخالق بن محمد بن محمد بن عبد الخالق بن موسى بن القاسم بن إدريس بن جعفر الزكي بن علي الهادي بن محمد الجواد بن علي الرضا بن موسى الكاظم بن جعفر الصادق بن محمد الباقر بن علي زين العابدين بن الحسين بن علي بن أبي طالب وعلي زوج فاطمة بنت نبي محمد. أما والدته : فيروى الجلال الكركي عن أنها هي السيدة فاطمة بنت ولي الله أبي الفتح الواسطي، وكان السيد أبو الفتح من أجل أصحاب السيد أحمد بن علي الرفاعي، كما أنه من شيوخ السيد أبو الحسن الشاذلي. Adapun Ibunya : Al-Jalal Al-Karaki meriwayatkan bahwa dia adalah Sayyidah Fatimah, putri Waliyullah, Abul Fatah Al-Wasiti , dan Sayyid Abul Fatah adalah sahabat Sayyid Ahmad bin Ali Ar-Rifa'i Al-Husaini , dan dia juga salah satu guru dari Sayyid Abul Hasan Asy-Syadzili Al-Idrisi Al-Hasani. KelahiranSyaikh Ibrahim Ad Dasuqi lahir pada malam terakhir bulan Sya’ban 653 H/1255 M di kota Dusuq, Mesir Ada sebuah cerita yang beredar di kalangan pengikutnya yang menunjukkan tentang karamah Syaikh Ibrahim Ad Dasuqi saat dia baru dilahirkan. Ketika itu dia dilahirkan pada malam Syak, yaitu hari yang di ragukan apakah sudah memasuki puasa bulan Ramadhan atau belum. Ketika para ulama ragu akan munculnya bulan sabit yang menunjukkan masuknya bulan Ramadhan, Syaikh Ibnu Harun As-shufi berkata: "Lihatlah anak yang baru lahir ini apakah dia meminum air susu ibunya atau tidak?" Ibunya menjawab, “Dari sejak adzan subuh, ia berhenti meminum air susu ibunya." Berdasarkan hal tersebut Syaikh Ibnu Harun kemudian mengumumkan bahwa hari itu adalah hari pertama bulan Ramadhan. PendidikanSyaikh Ibrahim Ad Dasuqi menghabiskan masa kecilnya dengan menghafal Al Qur'an dan mempelajari berbagai disiplin ilmu agama seperti bahasa, tafsir, hadits, ushul fiqih dan lain sebagainya dari ulama-ulama di tanah kelahirannya. Dia menekuni fiqih mazhab Syafi'i dan ilmu tasawuf. Syaikh Ibrahim Ad Dasuqi selain menguasai bahasa arab juga menguasai bahasa asing lain, di antaranya adalah bahasa Suryani dan Ibriyyah, karena dia juga menulis sejumlah kitab dan risalah dalam bahasa Suryaniyyah dan Ibriyyah. KehidupanSewaktu memasuki usia remaja dia rajin ber-khalwat Diarsipkan 2016-03-05 di Wayback Machine. kemudian mulailah berdatangan beberapa orang untuk belajar thariqah kepadanya, di antara mereka yang ternama adalah Sayyid Abu Nashr. Syaikh Ibrahim Ad Dasuqi selalu berada di tempat khalwat-nya sampai ayahnya wafat, yang saat itu dia masih berusia 23 tahun. Murid-muridnya mengharapkan supaya dia meninggalkan tempat khalwat-nya itu sehingga bisa konsentrasi mengajar mereka, maka dibuatkanlah suatu tempat di samping tempat khalwatnya untuk dia mengajar. Syaikh Ibrahim Ad Dasuqi dan para pengikutnya ini memakai serban berwarna hijau sementara serban yang dipakai oleh Syaikh Ahmad al Badawi dan para pengikutnya berwarna merah dan serban para pengikut Syaikh Ahmad ar Rifa'i berwarna hitam. Sewaktu Sultan az Zahir mendengar tentang keilmuan Syaikh Ibrahim Ad Dasuqi serta banyaknya pengikut yang dipimpinnya, sultan segera mengeluarkan maklumat untuk mengangkatnya sebagai Syaikhul Islam. Syaikh Ibrahimpun menerima jabatan itu dan melaksanakan tugasnya tanpa mengambil gajinya untuk keperluan pribadi tetapi membagikan gaji dari jabatan ini kepada para fakir miskin dari kalangan muslimin. Sultan juga membangun sebuah tempat pertemuan untuk Syaikh Ibrahim Ad Dasuqi dan para muridnya dalam belajar memahami agama. Jabatan ini tetap dipegang oleh Syaikh Ibrahim Ad Dasuqi sampai wafatnya Sultan az Zahir. Setelah sultan wafat, dia mengundurkan diri dari jabatannya dan meluangkan waktunya bagi para muridnya. Syaikh Ibrahim Ad Dasuqi adalah seorang yang pemberani tidak mendekat kepada penguasa dan tidak takut akan celaan orang-orang dalam usahanya menyebarkan agama Allah. Syaikh Jalaludin al Karki bercerita, "Bahwasanya Syaikh Ibrahim Ad Dasuqi pernah berkirim surat kepada Sultan Asyraf Khalil bin Qalawun yang berisi kritikan pedas untuknya. Disebabkan perbuatan zalim sultan kepada rakyatnya. Maka Sultan pun murka dan memanggilnya, tetapi Syaikh Ibrahim Ad Dasuqi menolak untuk mendatangi panggilan ini dan berkata, ”Aku tetap di sini, siapa yang ingin bertemu denganku, maka dialah yang harus menemuiku.” Sultan pun tidak bisa berbuat banyak terhadap Syaikh Ibrahim Ad Dasuqi karena dia tahu posisinya di mata masyarakat. Akhirnya sultanpun datang kepadanya dan meminta maaf. Syaikh Ibrahim Ad Dasuqi menyambutnya dengan baik dan memberi kabar gembira akan kemenangannya dalam peperangan melawan tentara salib dan terbuktilah kemenangan itu di kemudian hari." ThariqahThariqah yang didirikan oleh Syaikh Ibrahim Ad Dasuqi dikenal dengan nama thariqah Burhamiyyah, Burhaniyyah atau Dasuqiyyah. Nama Burhamiyyah (البُرهامية) diambil dari nama dia sebagai pendiri tarekat ini yaitu Ibrahim, nama Burhaniyah (البُرهانية) diambil dari gelar Syaikh Ibrahim yaitu Burhanuddin sedangkan nama Dasuqiyyah (الدسوقية) dinasabkan pada nama tempat kelahiran Dia di kota Dusuq (دسوق) Berdasarkan UU Nomor 118/76 yang mengatur tentang Majelis Tertinggi Thariqah Sufi di Mesir (المجلس الأعلى للطرق الصوفية) menyatakan bahwa Thuruq al-Burhamiyyah al-Dasuqiyyah merupakan thariqah-thariqah yang legal (mu’tabarah) di Republik Arab Mesir. Untuk Indonesia, Nahdlatul 'Ulama sebagai ormas Islam terbesar Indonesia telah mengakui thariqah Dasuqiyyah (nama lain dari Thariqah Burhamiyyah) sebagai Thariqah Mu’tabarah yang bernaung dalam organisasi otonomnya yaitu JATMAN (Jam’iyah Ahlith Thoriqoh al Mu’tabarah an-Nahdliyah) yang sekarang Habib Muhammad Luthfi bin Yahya merupakan Rois ‘Ammnya. Pada masa sekarang ini terdapat beberapa cabang Thariqah Syaikh Ibrahim Ad Dasuqi di Mesir yang bernaung dibawah Majelis Tertinggi Thariqah Sufi. KaryaSyaikh Ibrahim Ad Dasuqi meninggalkan banyak kitab dalam bidang fiqih, tauhid, dan tafsir, tetapi yang paling terkenal adalah kitab yang masyhur di sebut “Al-Jawahir” atau “Al-Haqaiq”. Dia juga mempunyai karya Qasidah-qasidah dan Mauidzoh-mauidzoh. Sarjana orientalis memindahkan beberapa karyanya ke Jerman dan salah satu puisinya diawetkan dan dipamerkan di British Museum di London. KutipanBeberapa kutipan nasihat dari Syaikh Ibrahim Ad Dasuqi:
KaramahBerkata Imam al-Munawi dalam kitab Al-Kawakibud Durriyyah, "Seekor buaya telah menelan seorang anak di sungai nil, maka ibu sang anak dengan menangis mendatangi Syaikh Ibrahim Ad Dasuqi. Syaikh lalu menyuruh muridnya untuk memanggil buaya yang memakan anak ibu tersebut. Maka pergilah muridnya kemudian berseru di tepi sungai Nil, ”Wahai sekalian buaya, siapa di antara kalian yang memakan seorang anak maka hendaklah dia muncul dan menghadap Syaikh!“ lalu muncullah buaya tersebut dan berjalan beserta muridnya sehingga sampai kehadapan Syaikh Ibrahim Ad Dasuqi. Syaikh menyuruh buaya itu untuk mengeluarkan anak yang telah dimakannya dan (dengan izin Allah) buaya itu mengeluarkan anak itu dalam keadaan hidup. Kemudian Syaikh Ibrahim berkata, "Matilah kamu dengan se-izin Allah!“, maka segera buaya itupun mati." Kerangka tulang buaya itu sampai saat ini masih di simpan oleh pengikutnya di samping makamnya di kota dasuq, Mesir. Syaikh Abdul Wahhab As Sya’rani, berkata: "Tuanku, Sayyidi Ibrahim Ad Dasuqi, memiliki karamah yang banyak, hal-hal yang luar biasa, menguasai rahasia-rahasia malakut, sejak lahir sudah berpuasa, menguasai bahasa Ajami, Suryani, Ibrani, Zinji, seluruh bahasa burung, binatang dan makhluk-makhluk buas lainnya." WafatSyaikh Ibrahim Ad Dasuqi wafat (intiqol) pada tahun 696 H/1296 M, pada usia 43 tahun dalam hitungan kalender Hijriah atau 41 tahun dalam hitungan kalender Masehi. Dia di makamkan di zawiyyah-nya di mana dia selalu beribadah di dalamnya, di kota Dusuq, Mesir. Kitab BiografiBeberapa kitab karya orang-orang shalih yang berbicara tentang riwayat hidup Syaikh Ibrahim Ad Dasuqi, di antaranya adalah:
Lihat pulaCatatan
Pranala luar
. |