Ignatius dari Antiokhia
Ignatius Ciwa (bahasa Yunani Kuno: Ἰγνάτιος Ἀντιοχείας, Ignátios Antiokheías) (ca 35 – ca 107),[1][2][3] dikenal pula sebagai Ignatius Teoforus (Ιγνάτιος ὁ Θεοφόρος, Ignátios ho Theophóros, harfiah: "sang pemanggul Allah"), Ignatius Nurono (harfiah: "sang pembawa api") adalah seorang penulis Kristen awal dan uskup Antiokhia. Dalam perjalanan menuju Roma, tempat ia menghadapi kemartirannya, Ignatius menulis serangkaian surat. Korespondensi ini sekarang merupakan suatu bagian sentral dari karya-karya tulis sekumpulan teolog yang kemudian dikenal sebagai para Bapa Apostolik. Surat-suratnya yang terlestarikan juga berfungsi sebagai salah satu contoh teologi Kristen awal.[4] Topik-topik penting yang diuraikan dalam surat-surat tersebut misalnya eklesiologi, sakramen-sakramen, dan peranan para uskup.[5] Ketika berbicara tentang kewenangan atau otoritas Gereja, ia adalah orang pertama yang menggunakan frasa "gereja katolik" secara tertulis,[6] yang masih digunakan sampai hari ini. Riwayat hidupKonversi Ignatius ke dalam Kekristenan[7] terjadi saat usianya masih muda. Dalam kehidupannya di kemudian hari ia terpilih untuk melayani sebagai Uskup Antiokhia; Eusebius dari Kaisarea, sejarawan Gereja dari abad ke-4, menuliskan bahwa Ignatius menggantikan Evodius.[8] Dalam upaya menjadikan suksesi apostoliknya lebih cepat dilakukan, Teodoretus dari Cyrrhus menyatakan bahwa Santo Petrus sendiri meninggalkan arahan agar Ignatius diangkat ke takhta episkopal Antiokhia.[9] Ignatius menyebut dirinya Teoforus ("Pemanggul Allah"). Terdapat tradisi yang mengatakan bahwa ia adalah salah seorang di antara anak-anak yang dipeluk dan diberkati Yesus.[10] Tradisi juga mengidentifikasi Ignatius, bersama dengan Polikarpus temannya, sebagai murid-murid dari Rasul Yohanes.[11] Karya tulis Ignatius sendiri menyebutkan penangkapan dirinya oleh pihak berwenang dan ia dibawa ke Roma untuk diadili:
Dalam perjalanan menuju Roma, Ignatius dan rombongan prajurit yang mengiringinya berhenti beberapa kali di Asia Kecil. Sepanjang perjalanan itu Ignatius menulis enam surat kepada jemaat-jemaat di wilayah tersebut dan satu surat kepada rekannya sesama uskup, Polikarpus, uskup Smirna. Dalam Kronik karyanya, Eusebius menarikhkan tahun wafatnya Ignatius AA 2124 (2124 tahun setelah Abraham), yaitu tahun ke-11 pemerintahan Kaisar Trayanus, 108 Masehi.[12] Ignatius sendiri menuliskan bahwa ia akan dilemparkan ke binatang-binatang buas, namun, "singa-singa" pertama kali disebutkan secara eksplisit pada abad ke-4 oleh Hieronimus, dan Yohanes Krisostomus adalah orang pertama yang mengisyaratkan Colosseum sebagai tempat kemartiran Ignatius.[13] Menurut legenda Kristen, setelah kemartiran Ignatius di Circus Maximus, sisa-sisa jenazahnya dibawa kembali ke Antiokhia oleh teman-teman yang mendampinginya dan dikebumikan di luar gerbang kota. Sisa-sisa jenazah Ignatius yang sangat dihormati itu dipindahkan oleh Kaisar Theodosius II ke Tikhaeum, atau Kuil Tikhe, yang telah diubah menjadi sebuah bangunan gereja yang didedikasikan untuk Ignatius. Pada tahun 637, relikuinya dipindahkan ke Basilika San Clemente di Roma. PenghormatanPesta peringatan Santo Ignatius dirayakan di Antiokhia sendiri setiap tanggal 17 Oktober, hari ia diperingati pada saat ini dalam Gereja Katolik dan Kekristenan Barat pada umumnya, kendati dari abad ke-12 sampai tahun 1969 dirayakan setiap tanggal 1 Februari berdasarkan Kalender Roma Umum.[14][15] Dalam Gereja Ortodoks Timur peringatannya dirayakan setiap tanggal 20 Desember.[16] Sinaksarium (Sinaksarion) Gereja Ortodoks Koptik Aleksandria menempatkan peringatannya pada hari ke-24 bulan Koptik Koiak, yang selama tiga dari setiap empat tahun bertepatan dengan tanggal 20 Desember dalam kalender Julian atau tanggal 2 Januari dalam kalender Gregorian. Surat-suratKetujuh surat berikut yang terlestarikan dengan nama Ignatius umumnya dipandang autentik karena surat-surat ini disebutkan oleh sejarawan Eusebius pada paruh pertama abad ke-4: Tujuh Surat Autentik:
Dalam tulisannya pada tahun 1886, William P. Killen menganggap semua surat Ignasian, dimulai dengan Surat kepada Jemaat di Roma, tersusun secara pseudopigrafik pada awal abad ke-3. Salah satu alasannya adalah penekanan episkopal pada surat-surat tersebut tidak dikenal sebelum kepemimpinan Paus Kallistus I, Uskup Roma sekitar tahun 220. Namun, kebanyakan akademisi menerima setidaknya dua surat yang dirujuk oleh Origenes,[17] dan meyakini bahwa kumpulan surat itu telah diperluas oleh surat-surat yang keliru atau palsu pada abad ke-5. Teks asli enam surat di antara ketujuh surat autentik ditemukan dalam Kodeks Mediceo Laurentianus yang ditulis dalam bahasa Yunani pada abad ke-11 (yang juga berisikan surat-surat pseudopigrafik Recensio Panjang, selain Surat kepada Jemaat di Filipi),[18] sedangkan Surat kepada Jemaat di Roma ditemukan dalam Kodeks Colbertinus.[11] Beberapa dari surat asli tersebut diyakini telah mengalami pengubahan pada suatu waktu dengan sejumlah interpolasi. Yang tertua di antaranya, yang dikenal sebagai "Recensio Panjang", bertarikh paruh akhir abad ke-4.[11] Semua itu diciptakan untuk mencantumkan Ignatius secara anumerta sebagai seorang saksi tak berkehadiran dalam perselisihan teologis pada zaman itu. Namun, posisi tersebut dilawan dengan gencar oleh sejumlah kritikus Inggris dan Jerman, termasuk Denzinger dan Hefele, yang dipandang berhasil membela keauntentikan dari keseluruhan tujuh surat tersebut.[11] Pada saat yang sama, laporan dari yang dianggap sebagai saksi mata tentang kemartirannya juga dianggap sebagai pemalsuan pada waktu yang hampir bersamaan. Suatu catatan terperinci, namun dipandang palsu, mengenai penangkapan Ignatius serta penderitaan yang ia alami dan kemartirannya dikenal dengan judul Martyrium Ignatii. Karya tersebut disajikan sebagai suatu laporan kesaksian demi kepentingan Gereja Antiokhia, dan dianggap sebagai tulisan Filo, diakon Tarsus, dan Rheus Agathopus, seorang Siria yang menemani Ignatius menuju Roma. Meskipun James Ussher memandangnya asli, seandainya terdapat suatu inti asli dalam Martyrium, karya tersebut telah mengalami banyak perluasan dengan dengan berbagai interpolasi sehingga tidak ada bagian darinya yang tidak dipertanyakan. Manuskripnya yang paling dapat dipercaya adalah Kodeks Colbertinus (Paris) abad ke-10, yang di dalamnya Martyrium menjadi bagian terakhirnya. Martyrium menyajikan konfrontasi antara Uskup Ignatius dengan Kaisar Trayanus di Antiokhia, suatu tropus lazim Acta para martir, dan banyak rincian tentang sebagian perjalanan darat yang panjang menuju Roma. Sinaksarium Gereja Ortodoks Koptik Aleksandria mengatakan bahwa ia dilemparkan ke binatang-binatang buas yang melahapnya dan mengoyak tubuhnya hingga menjadi beberapa bagian.[19] Surat-surat Ignatius terbukti merupakan kesaksian penting bagi perkembangan teologi Kristen, karena sangat sedikitnya jumlah tulisan yang terlestarikan dari salah satu periode dalam sejarah Gereja (pada zamannya). Surat-surat tersebut menunjukkan tanda-tanda bahwa penulisannya dilakukan dengan sangat tergesa-gesa tanpa suatu rencana yang semestinya, sebagaimana terlihat pada adanya kalimat-kalimat yang berlanjutan tanpa jeda dan suatu peralihan pemikiran yang tidak sistematis. Ignatius menggunakan gaya tulisan Rasul Paulus, Petrus, dan Yohanes, dan bahkan mengutip ataupun melakukan parafrase tulisan-tulisan mereka secara bebas, seperti ketika ia mengutip 1 Korintus 1:18 dalam Surat kepada Jemaat di Efesus (menurut terjemahan Roberts dan Donaldson): "Let my spirit be counted as nothing for the sake of the cross, which is a stumbling-block to those that do not believe, but to us salvation and life eternal." (Biarlah rohku tidak diperhitungkan sama sekali demi salib, yang adalah batu sandungan bagi mereka yang tidak percaya, tetapi keselamatan dan hidup kekal bagi kita.)[20] KristologiSanto Ignatius menguraikan tentang keilahian Kristus dalam Surat kepada Jemaat di Efesus Bab 7:
Kendati kurang jelas, dalam Surat kepada Jemaat di Efesus Bab 7 pada teks Recensio Panjang abad ke-4 yang mengalami interpolasi tertulis:
Santo Ignatius menekankan arti penting Ekaristi, menyebutnya "obat kekekalan" dalam Surat kepada Jemaat di Efesus Bab 20.[21] Keinginan yang sangat kuat untuk menyongsong kemartiran di dalam arena, yang ia ungkapkan cukup eksplisit dalam beberapa bagian, mungkin tampak agak aneh bagi pembaca modern. Pemeriksaan atas teologi soteriologisnya menunjukkan bahwa ia memandang keselamatan sebagai terbebasnya manusia dari ketakutan yang luar biasa akan kematian dan karenanya berani menghadapi kemartiran.[23] Karena tulisannya dalam Surat kepada Jemaat di Magnesia, Santo Ignatius diklaim sebagai penulis Kristen pertama yang diketahui mendukung digantikannya Sabat dengan Hari Tuhan di dalam Kekristenan:
EklesiologiSanto Ignatius adalah penulis Kristen paling awal yang diketahui menekankan loyalitas kepada seorang uskup (bishop) tunggal di masing-masing kota (atau keuskupan) dengan bantuan presbiter-presbiter (elders) dan juga diakon-diakon. Tulisan-tulisan sebelumnya hanya menyebutkan uskup-uskup ataupun presbiter-presbiter. Salah satu contoh tulisannya dalam Surat kepada jemaat di Magnesia Bab 6 tentang para uskup, presbiter, dan diakon:
Ia juga berperan dalam penggunaan pertama yang diketahui atas kata Yunani katolikos (καθολικός), yang berarti "universal", "sepenuhnya" atau "utuh", dan "keseluruhan" untuk mendeskripsikan gereja, dengan menuliskan hal berikut ini dalam Surat kepada Jemaat di Smirna Bab 8:
Kata katolik berasal dari kata katolikos ("sehubungan dengan keseluruhan"). Ketika St. Ignatius menulis Surat kepada Jemaat di Smirna sekitar tahun 107 dan menggunakan kata katolik, ia menggunakannya seolah-olah kata tersebut merupakan kata yang memang sudah digunakan untuk mendeskripsikan Gereja. Hal ini menyebabkan banyak akademisi menyimpulkan bahwa sebutan Gereja Katolik dengan konotasi gerejaninya kemungkinan telah digunakan sejak kuartal terakhir abad ke-1. Tentang Ekaristi, ia menuliskan hal berikut dalam Surat kepada Jemaat di Smirna 6:2–7:1:
Dalam suratnya yang ditujukan kepada umat Kristen Roma, St. Ignatius meminta agar mereka tidak melakukan apapun untuk menghalangi kemartirannya.[9] Surat-surat Pseudo-IgnatiusEpistolae (surat-surat) yang dikaitkan dengan Santo Ignatius namun dipandang keliru atau palsu misalnya:[27]
Lihat pula
ReferensiKutipan
Sumber
Pranala luarWikisource Yunani memiliki teks asli yang berkaitan dengan artikel ini:
Wikisumber memiliki karya asli dari atau mengenai:
Wikimedia Commons memiliki media mengenai category:Ignatius of Antioch. Wikiquote memiliki koleksi kutipan yang berkaitan dengan: Ignatius of Antioch.
|