Ignatius dari Loyola
Santo Ignatius dari Loyola (bahasa Basque: Ignazio Loiolakoa, bahasa Spanyol: Ignacio de Loyola; ca 23 Oktober 1491[1] – 31 Juli 1556) adalah seorang mantan kesatria Spanyol keturunan bangsawan Basque yang menjadi teolog dan imam Katolik, pendiri Ordo Serikat Yesus serta menjadi Superior Jenderal pertamanya.[2] Anggota Ordo Serikat Yesus disebut yesuit. Ordo Serikat Yesus berkarya di bidang pendidikan, retret, pendampingan orang miskin. Selain kaul kemiskinan, ketaatan, dan kemurnian para yesuit terikat oleh satu kaul ketaatan khusus kepada paus yang berdaulat sehubungan dengan karya misi.[3] Oleh karenanya mereka tampil sebagai suatu kekuatan penting selama masa Kontra-Reformasi.[4] Ignatius dikenang sebagai seorang pembimbing rohani yang berbakat. Ia menuliskan metodenya dalam suatu risalah terkenal yang disebut Latihan Rohani, berisi serangkaian meditasi, doa, dan latihan mental lainnya. Karya tersebut diterbitkan untuk pertama kalinya pada tahun 1548, setelah memperoleh persetujuan dari Paus Paulus III. Ignatius dibeatifikasi oleh Paus Paulus V pada tahun 1609, dan dikanonisasi oleh Paus Gregorius XV pada tanggal 12 Maret 1622. Pesta peringatannya dirayakan setiap tanggal 31 Juli. Ignatius ditetapkan sebagai santo pelindung Gipuzkoa dan Bizkaia, provinsi-provinsi Basque, dan juga Serikat Yesus, serta, dinyatakan sebagai santo pelindung retret rohani oleh Paus Pius XI pada tahun 1922. Ia juga merupakan salah seorang santo pelindung utama para tentara.[5] Gereja Katolik menganggap Ignatius Loyola telah memberi kesaksian lebih banyak orang dibanding siapapun semenjak Nabi Musa. Kehidupan awalÍñigo López de Loyola (terkadang dengan keliru disebut Íñigo López de Recalde)[6] lahir di munisipalitas Azpeitia di Kastel Loyola yang sekarang termasuk dalam provinsi Gipuzkoa, di Negara Basque, Spanyol. Ia dibaptis dengan nama Íñigo, dari nama seorang abas dari Oña, St. Enecus (Innicus, bahasa Basque: Eneko, bahasa Spanyol: Íñigo),[6] suatu nama Basque abad pertengahan yang maknanya mungkin "Anak kecilku" atau "Si kecilku".[7] Tidak terdapat kejelasan kapan ia mulai menggunakan nama Latin "Ignatius" untuk menggantikan "Íñigo", nama baptisnya.[8] Tampaknya ia tidak memiliki maksud untuk mengganti namanya, meskipun demikian ia mengadopsi sebuah nama yang ia yakini sebagai salah satu varian sederhana dari nama aslinya untuk digunakan di Prancis dan Italia agar dapat dipahamiiyiyuiyuigan[9] lebih baik. Íñigo adalah anak bungsu dari 13 bersaudara. Ibunya meninggal dunia tak lama setelah kelahirannya, dan ia kemudian dibesarkan oleh María de Garín, istri dari seorang pandai besi setempat.[10] Íñigo menggunakan nama belakang "de Loyola" yang mengacu pada desa Loyola di Basque tempat ia dilahirkan. Karier militerSebagai seorang anak laki-laki Íñigo menjadi pelayan (page) salah seorang kerabatnya, Juan Velázquez de Cuéllar, bendahara (contador mayor) Kerajaan Kastilia. Sebagai seorang pemuda, Íñigo memiliki kecintaan yang besar akan latihan-latihan militer serta memendam suatu hasrat yang luar biasa akan ketenaran. Ia membingkai kehidupannya dengan kisah-kisah epik El Cid, para kesatria Camelot, dan Kidung Roland.[12] Ia bergabung dengan ketentaraan pada usia tujuh belas tahun, dan, menurut salah seorang biograf, ia berjalan ke sana kemari dengan angkuhnya "mengenakan jubahnya yang terayun bebas untuk menyingkapkan celana ketat dan sepatu botnya; sebilah pedang dan belati di pinggangnya". Menurut biograf lainnya, ia adalah "seorang pesolek yang berlebihan, seorang pedansa ahli, seorang buaya darat, serta seorang pendekar pedang yang agresif dan kasar yang menggunakan status istimewanya untuk lolos dari penuntutan karena melakukan tindak kekerasan yang dilakukan pada waktu karnaval bersama saudara laki-lakinya yang menjadi imam."[13] Ketika bertemu dengan seorang Moor yang menyangkal keilahian Yesus, Íñigo menantang dia untuk berduel sampai mati, dan menusuk dia dengan pedangnya.[14] Íñigo juga sering berduel dengan laki-laki lainnya.[14] Pada tahun 1509, dalam usianya yang ke-18, Íñigo mengangkat senjata sebagai pengabdiannya kepada Antonio Manrique de Lara, adipati Nájera. Kualitas diplomasi dan kepemimpinan Íñigo membuatnya digelari "pelayan istana", menjadikannya sangat berguna bagi kepentingan sang adipati.[15] Di bawah kepemimpinan sang adipati, Íñigo terlibat dalam banyak pertempuran tanpa pernah terluka. Namun, dalam Pertempuran Pamplona pada tahun 1521, ia terluka parah ketika sepasukan ekspedisi Prancis-Navarra menyerbu benteng Pamplona pada tanggal 20 Mei 1521. Sebuah bola meriam menyebabkan kaki kanannya terluka dan kaki kirinya patah di berbagai titik.[16] Dalam kondisi terluka parah, Íñigo dibawa kembali ke kastel ayahnya di Loyola. Ia sangat mencemaskan kedua kakinya yang terluka dan demi memulihkan luka-luka tersebut ia menjalani sejumlah operasi bedah, yang membuatnya tersiksa karena kala itu anestesi (obat bius) belum dikenal, tulang-tulang yang patah gagal diposisikan dengan benar dan ia bersikeras agar kakinya dipatahkan kembali untuk diposisikan ulang. Pada akhirnya rangkaian operasi tersebut menyebabkan satu kakinya lebih pendek dari yang lainnya: Íñigo menjadi pincang sepanjang sisa hidupnya di dunia ini dan karier militernya berakhir.[13] Konversi religius dan visi-visi
Selama masa pemulihannya dari pembedahan, Íñigo mengalami suatu transformasi rohani yang membuatnya merasakan panggilan akan kehidupan religius. Semua rumah sakit pada zamannya dikelola oleh tarekat religius, dan bahan bacaan yang tersedia bagi pasien yang terbaring di tempat tidur cenderung dipilihkan dari Kitab Suci ataupun literatur devosional. Keadaan tersebut menjelaskan bagaimana Íñigo akhirnya membaca serangkaian teks religius tentang kehidupan Yesus dan tentang kehidupan orang-orang kudus, karena "romansa kekesatriaan" yang ia suka baca tidak tersedia baginya di kastel.[6] Karya tulis religius yang paling mengena dalam dirinya adalah De Vita Christi karya Ludolfus dari Sachsen. De Vita Christi merupakan hasil karya Ludolfus selama 40 tahun, berisi penjelasan seputar Injil dengan menggunakan kutipan-kutipan hasil karya lebih dari enam puluh Bapa Gereja, secara khusus menyitir St. Gregorius Agung, St. Basilius, St. Agustinus, dan St. Beda. Buku tersebut kelak mempengaruhi seluruh kehidupan Íñigo, mengilhaminya untuk mengabdikan diri bagi Allah serta meneladani St. Fransiskus dari Assisi dan para rahib agung lainnya. De Vita Christi juga mengilhami metode meditasinya, sebab Ludolfus menganjurkan para pembaca untuk menempatkan diri mereka masing-masing secara mental (dalam pikiran) di tempat kejadian dalam kisah Injil, termasuk memvisualisasikan palungan dalam kisah Kelahiran Yesus, dan lain-lain. Jenis meditasi semacam itu, yang dikenal sebagai "Kontemplasi Sederhana", merupakan dasar dari metode yang kelak diajukan St. Ignatius dalam Latihan Rohani karyanya.[17][18][19] Selain bermimpi tentang mengikuti jejak para kudus dalam bacaan-bacaannya, Íñigo masih berkelana dalam pikirannya seputar apa "yang akan ia lakukan untuk melayani rajanya dan untuk menghormati putri raja yang ia cintai". Dengan hati-hati ia menyadari dampak yang ia rasakan dari kedua jenis mimpinya itu. Ia mengalami suatu desolasi (kekosongan mendalam) dan ketidakpuasan ketika mimpi kepahlawanan romatis tersebut usai, tetapi, mimpinya tentang kekudusan berakhir dengan kedamaian dan sukacita besar. Peristiwa ini merupakan kali pertama ia belajar tentang discernment (penegasan atau "pembedaan roh").[13] Setelah keadaannya telah mulai membaik untuk dapat berjalan kembali, Íñigo berketetapan hati untuk memulai suatu ziarah ke Tanah Suci untuk "mencium bumi tempat Tuhan kita pernah berjalan di atasnya",[13] dan untuk melakukan penyilihan yang lebih keras.[20] Ia menganggap bahwa rencananya ditegaskan oleh suatu visiun akan Perawan Maria dan Kanak-Kanak Yesus yang ia alami pada suatu malam, yang menghasilkan konsolasi (penghiburan) besar dalam dirinya.[20] Pada bulan Maret 1522, ia mengunjungi biara Benediktin Santa Maria de Montserrat. Di sana ia melakukan pemeriksaan seksama atas dosa-dosanya di masa lampau, mengakukannya, memberikan pakaiannya yang mahal kepada seorang miskin yang ia jumpai, mengenakan sehelai "garmen dari kain karung", kemudian menanggalkan pedang dan belatinya di altar Sang Perawan dari Montserrat ketika semalam-malaman berjaga dalam doa di tempat ziarah tersebut.[6] Dari Montserrat ia berjalan ke kota Manresa (Catalunya) di dekatnya, tempat ia tinggal selama sekitar satu tahun, mengemis untuk menyambung hidupnya, dan akhirnya menerima tugas-tugas pelayanan di satu rumah sakit setempat dengan imbalan makanan dan tumpangan. Selama beberapa bulan ia melewatkan sebagian besar waktunya dengan berdoa di suatu gua di dekat sana,[21] tempat ia mempraktikkan asketisme dengan keras, berdoa tujuh jam sehari, serta merumuskan dasar-dasar Latihan Rohani-nya. Íñigo juga mengalami serangkaian penglihatan atau visiun yang sangat jelas selama berada di rumah sakit tersebut. Visiun yang berulang-ulang itu berupa "suatu wujud di dekatnya yang melayang-layang di udara dan wujud ini memberinya banyak penghiburan karena luar biasa indah ... wujud itu entah bagaimana sepertinya memiliki bentuk seekor ular dan memiliki banyak objek yang bersinar seperti mata, tetapi bukan mata. Ia memperoleh banyak kegembiraan dan penghiburan dengan memandang objek tersebut ... tetapi ketika objek tersebut lenyap ia menjadi sangat sedih".[22] Kendati tampak sangat indah dan surgawi, ia menyimpulkan bahwa visiun tersebut pada hakikatnya berasal dari roh jahat dan ia mengabaikannya.[23] Masa studiPada bulan September 1523, Íñigo melakukan ziarah ke Tanah Suci dengan tujuan menetap di sana. Ia tinggal di sana dari tanggal 3 sampai 23 September, namun ia dikirim kembali ke Eropa oleh para frater Fransiskan. Di kemudian hari, dua belas tahun kemudian, ketika menghadap Sri Paus bersama rekan-rekannya, ia kembali mengusulkan untuk mengirim para rekannya sebagai utusan-utusan di Yerusalem.[24] Ia kembali ke Barcelona dan, saat usianya 33 tahun, menempuh pendidikan gratis di suatu sekolah negeri jurusan tata bahasa, sebagai persiapan untuk masuk perguruan tinggi. Setelah selesai mempersiapkan diri, ia melanjutkan ke universitas di Alcalá,[25] tempat ia belajar Teologi dan bahasa Latin dari tahun 1524 sampai 1534. Di sana ia bersua dengan beberapa wanita yang pernah dipanggil ke hadapan Inkuisisi Spanyol. Para wanita tersebut dianggap sebagai kaum alumbrados (Teriluminasikan, Iluminati, atau Yang Tercerahkan) – suatu kelompok yang semangat dan spiritualitasnya dikaitkan dengan reformasi Fransiskan, namun menimbulkan kecurigaan pihak administrator Inkuisisi. Pada suatu waktu, Íñigo sedang berkhotbah di jalan ketika tiga orang dari antara para wanita tersebut mulai mengalami keadaan ekstatik: "Seorang jatuh tak sadarkan diri, yang lain terkadang berguling-guling di tanah, yang lain lagi sempat terlihat berada dalam pengaruh tawa tak terkendali atau gemetaran dan berkeringat dingin." Aktivitas mencurigakan tersebut terjadi sementara Íñigo sedang berkhotbah tanpa memiliki gelar teologi. Íñigo lalu dipenjarakan untuk diinterogasi pihak Inkuisisi, meski ia kemudian dibebaskan.[26] Setelah berulang kali mengarungi aktivitas-aktivitas serupa yang penuh petualangan, Íñigo (sekarang Ignatius) pindah ke Paris untuk menempuh pendidikan di Universitas Paris. Ia belajar di Collège de Montaigu, bagian universitas tersebut yang berhaluan asketis, selama lebih dari tujuh tahun. Ia tiba di Paris pada masa pergolakan anti-Protestan yang memaksa Jean Calvin meninggalkan Prancis. Tidak lama setelah kedatangannya, Ignatius menghimpun enam rekan kuncinya, kesemuanya ia jumpai sebagai sesama mahasiswa di universitas tersebut.[27] Mereka adalah Fransiskus Xaverius, Alfonso Salmeron, Diego Laynez, dan Nicolas Bobadilla, semuanya orang Spanyol; Petrus Faber, seorang Savoie; dan Simão Rodrigues dari Portugal. Petrus Faber, seorang pemuda dari Savoie (Savoy) di selatan Prancis, dan Fransiskus Xaverius, seorang bangsawan dari ujung timur negara Basque, merupakan teman-teman sekamarnya yang pertama,[13] dan kelak menjadi rekan-rekan terdekatnya dalam mendirikan tarekat Yesuit. "Pada pagi hari tanggal 15 Agustus 1534, di kapel dalam Gereja Santo Petrus, di Montmartre, Loyola dan keenam rekannya—yang dari antara mereka hanya seorang yang adalah imam—bertemu dan mengikrarkan kaul-kaul meriah untuk karya seumur hidup mereka."[28] Nantinya turut bergabung bersama mereka Fransiskus Borgia, seorang anggota Keluarga Borgia yang adalah orang kepercayaan utama Kaisar Karl V, dan para bangsawan lain. Ignatius memperoleh gelar master (magister) dari Universitas Paris pada usia 43 tahun. Karenanya di kemudian hari ia sering dipanggil "Master Ignatius".[28] Pendirian tarekat YesuitPada tahun 1539, bersama Petrus Faber dan Fransiskus Xaverius, Ignatius membentuk Serikat Yesus, yang disetujui oleh Paus Paulus III pada tahun 1540. Ignatius terpilih sebagai Superior Jenderal pertama tarekat itu dan dipanggil dengan sebutan Pater Jenderal (Bapa/Romo Jenderal) oleh para anggota tarekat Yesuit.[29] Ignatius mengutus rekan-rekannya sebagai misionaris ke seluruh Eropa untuk mendirikan sekolah, kolese, dan seminari. Juan de Vega, duta besar Kaisar Karl V (Charles V) di Roma, berjumpa dengan Ignatius di sana. Karena mengapresiasi Ignatius dan para Yesuit, ketika Vega ditunjuk sebagai Viceroy Sisilia, ia membawa para Yesuit bersamanya. Satu kolese Yesuit dibuka di Messina, dan, karena dianggap sukses, tata aturan serta metode-metodenya kemudian diterapkan di kolese-kolese lainnya.[30] Pada tahun 1548, Ignatius sempat dibawa ke hadapan Inkuisisi Roma untuk pemeriksaan buku Latihan Rohani karyanya. Ia kemudian terbebas dari tuduhan dan buku tersebut akhirnya memperoleh izin kepausan untuk dicetak. Latihan Rohani dipublikasikan dalam suatu format yang dirancang sedemikian rupa agar rangkaian latihan di dalamnya dilakukan selama jangka waktu 28–30 hari. Dengan bantuan sekretaris pribadinya, Juan Alfonso de Polanco, Ignatius menulis Konstitusi Yesuit, yang diadopsi oleh Serikat Yesus pada tahun 1554. Konstitusi itu menghasilkan suatu organisasi yang terpusat bagi tarekat tersebut,[31][32] serta menekankan penyangkalan diri dan ketaatan mutlak kepada Sri Paus dan para superior dalam hierarki Gereja, dengan menggunakan ungkapan perinde ac cadaver – "seakan-akan sesosok mayat",[33] yaitu bahwa seorang Yesuit yang baik semestinya 'sama disiplinnya' seperti jenazah atau tubuh tak bernyawa yang hanya dapat bergerak di luar kehendaknya pribadi.[34] Bagaimanapun, adalah prinsip utama Ignatius yang menjadi semboyan Yesuit: Ad maiorem Dei gloriam ("demi kemuliaan Allah yang lebih besar"). Selama tahun 1553–1555, Ignatius mendiktekan kisah hidupnya kepada sekretarisnya, Romo Gonçalves da Câmara. Autobiografi ini merupakan satu kunci berharga untuk memahami Latihan Rohani-nya. Karya tersebut tersimpan dalam arsip tarekat Yesuit selama kurang lebih 150 tahun, hingga kalangan Bollandis memublikasikannya dalam Acta Sanctorum. Terdapat satu edisi kritis pada Fontes narrativi Vol.I (1943) dalam serial Monumenta Historica Societatis Iesu.
Kemangkatan dan kanonisasiPada tanggal 31 Juli 1556, Ignatius mangkat di Roma akibat Demam Roma, satu kasus malaria berat yang terjadi berulang kali di Roma, Italia, pada berbagai periode sejarah. Ketika itu jenazahnya dikenakan busana imamnya dan ditempatkan dalam semacam peti kayu. Peti tersebut kemudian dikuburkan dalam Gereja Maria della Strada pada tanggal 1 Agustus. Pada tahun 1568, bangunan gereja itu diruntuhkan dan diganti dengan Gereja Gesù, Roma. Jenazahnya dimasukkan ke dalam peti jenazah yang baru dan dikuburkan kembali dalam Gereja Gesù. Ignatius dibeatifikasi oleh Paus Paulus V pada tanggal 27 Juli 1609, dan dikanonisasi oleh Paus Gregorius XV pada tanggal 12 Maret 1622.[35] Pesta peringatannya dirayakan setiap tahun pada tanggal 31 Juli, tanggal wafatnya. Santo Ignatius dihormati sebagai santo pelindung para prajurit/tentara, Ordinariat Militer Filipina, Keuskupan Agung Baltimore,[36] Negara Basque, Keuskupan Antwerpen, Belo Horizonte dan Roma. Warisan
Santo Ignatius hingga saat ini memiliki warisan yang dipandang berpengaruh dan terhormat. Di antara semua ragam institusi yang didedikasikan untuknya, salah satu yang paling terkenal yaitu Basilika St Ignatius Loyola yang dibangun di sebelah rumah kelahirannya di Azpeitia, di Negara Basque, Spanyol. Rumah itu sendiri, yang sekarang dijadikan museum, dimasukkan ke dalam kompleks basilika tersebut. St. Ignatius juga membawa suatu dampak global, memberikan pengaruh di balik banyak sekolah dan institusi pendidikan Yesuit di seluruh dunia. Suscipe Ignatian, suatu doa yang dituliskan Santo Ignatius sebagai materi tambahan dalam Latihan Rohani, diadaptasikan menjadi syair dari satu lagu populer berjudul "Ambillah Tuhan" (Puji Syukur no. 382):
FilmPada tahun 1949, St. Ignatius menjadi subjek dalam suatu film biografi Spanyol berjudul El capitán de Loyola (Sang Kapten dari Loyola) yang di dalamnya ia diperankan oleh Rafael Durán. Pada tahun 2016, St. Ignatius menjadi subjek dalam suatu film Filipina berjudul Ignacio de Loyola yang di dalamnya ia diperankan oleh Andreas Muñoz.[39] GenealogiPerisai Oñaz-LoyolaPerisai Oñaz-Loyola adalah satu simbol garis keturunan Oñaz dalam keluarga Santo Ignatius, dan digunakan oleh banyak institusi Yesuit di seluruh dunia. Karena warna resmi keluarga Loyola adalah marun dan emas,[40] perisai Oñaz terdiri dari tujuh garis berwarna marun yang melintang secara diagonal dari kiri atas ke kanan bawah dalam satu bidang berwarna emas. Emblem tersebut dianugerahkan oleh Raja Spanyol kepada masing-masing dari Oñaz bersaudara, sebagai pengakuan atas keberanian mereka dalam pertempuran. Perisai Loyola menampilkan sepasang serigala abu-abu yang berdiri tegak dengan kaki-kaki belakang mereka. Serigala merupakan salah satu simbol bangsawan, sementara keseluruhan desain perisai tersebut merepresentasikan kemurahan hati keluarga Loyola kepada para pengikut militer mereka. Menurut cerita legenda, serigala-serigala masih dapat berpesta pora dari sisa makanan semua prajurit yang telah makan kenyang. Kedua perisai itu dipadukan sebagai hasil dari perkawinan campur antar kedua keluarga pada tahun 1261.[41][42] Garis keturunanVilloslada menyusun bagan silsilah terperinci Santo Ignatius sebagai berikut:[1]
Galeri
Lihat pula
Referensi
BibliografiPrimer
Sekunder
Pranala luar
|