Ikan siput
Ikan siput atau siput laut adalah sebuah keluarga ikan laut bersirip kipas. Ikan-ikan ini membentuk famili Liparidae yang diklasifikasikan dalam ordo Scorpaeniformes.[1] Ikan ini tersebar luas dari Samudra Arktik hingga Samudra Selatan, termasuk lautan di antaranya. Famili ikan ini memiliki lebih dari 30 genus dan sekitar 410 spesies yang telah dideskripsikan,[2] namun ada juga banyak spesies yang belum terdeskripsikan.[3] Spesiesnya dapat ditemukan di kedalaman mulai dari perairan pantai dangkal hingga kedalaman lebih dari 8.300 m, dan spesiesnya juga telah ditemukan di tujuh Palung Samudra.[4] TaksonomiNama keluarganya (Liparidae) pertama kali diusulkan oleh ahli biologi Amerika, yakni Theodore Gill pada tahun 1861.[5] Fishes of the World edisi ke-5 mengklasifikasikan famili ini ke dalam superfamili Cyclopteroidea, subordo Cottoidei, ordo Scorpaeniformes.[6] Otoritas lain tidak mengakui superfamili ini dan mengklasifikasikan dua famili di dalamnya (Cyclopteridae dan Liparidae) dalam infraordo Cottales bersama dengan superfamili cottoidea, dalam ordo Perciformes.[7] Analisis osteologi menemukan bahwa genus Bathylutichthys merupakan perantara antara Psychrolutidae dan dua famili yang membentuk Cyclopteroidea, artinya kedua famili tersebut tidak akan didukung sebagai superfamili dalam Cottoidei.[8] Biologi molekulerSpesies ikan siput laut dalam telah dipelajari dan dibandingkan dengan ikan sirip kipas lainnya (juga dikenal dengan teleostei) untuk menganalisis adaptasi mereka terhadap kondisi laut dalam. Genom ikan siput Pseudoliparis amblystomopsis dan Pseudoliparis swirei ditemukan mengandung banyak gen fmo3, yang menghasilkan penstabil protein Trimetilamina N-oksida (TMAO).[4][9] Analisis terhadap ikan siput Pseudoliparis amblystomopsis menunjukkan hilangnya reseptor penciuman dan penambahan reseptor rasa, kemungkinan karena terbatasnya ketersediaan makanan di laut dalam. Selain itu, mungkin karena kurangnya cahaya di laut dalam, genom Pseudoliparis amblystomopsis mencakup lebih sedikit salinan gen kristalin, yang mengkode protein yang merasakan cahaya dan membantu penglihatan terfokus, dibandingkan dengan ikan teleostei lainnya.[9] Sementara itu, Pseudoliparis swirei telah kehilangan beberapa gen fotoreseptor sehingga menurunkan kemampuan penglihatannya (terutama dalam hal warna), dan telah kehilangan sepenuhnya gen pigmentasi mc1r sehingga membuatnya tidak berwarna. Pseudoliparis swirei juga telah menyesuaikan diri dengan tekanan karena mutasi pada BGLAP yang mencegah kalsifikasi tulang rawan, yang terlihat di tengkorak mereka. Selanjutnya, genom mereka mencakup peningkatan jumlah gen yang mengkode enzim untuk oksidasi beta dan mengangkut protein, sehingga meningkatkan fluiditas membran.[4] DeskripsiIkan ini memiliki bentuk memanjang seperti kecebong. Kepalanya lebih besar dibandingkan dengan tubuhnya dan memiliki mata yang kecil. Tubuhnya ramping tapi dalam, dan ekornya meruncing menuju ukuran yang sangat kecil. Sirip punggung dan sirip dubur yang luas mungkin menyatu atau hampir menyatu dengan sirip ekor. Ikan ini tidak bersisik dengan kulit tipis seperti gelatin yang mengelilingi tulang belakang dan dapat bervariasi dalam ukuran dan bentuk antar-spesies. Lapisan gelatin mempunyai kandungan air yang tinggi dan kandungan protein, lipid dan karbohidrat yang rendah, sehingga dapat memberikan pertumbuhan dengan biaya metabolisme yang rendah. Hal ini dapat membantu spesies menghindari pemangsaan dan menghemat energi, terutama bagi ikan siput laut dalam yang hidup dalam kondisi energi rendah.[10] Beberapa spesies (seperti Acantholiparis opercularis) juga memiliki punggung yang berduri. Gigi mereka kecil dan sederhana dengan ujung tumpul. Spesies laut dalam memiliki pori-pori sensorik yang menonjol dan berkembang di kepala, yang merupakan bagian dari sistem gurat sisi hewan.[11] Sirip dada berukuran besar dan menjadi alat gerak utama ikan ini meski rapuh. Pada beberapa spesies seperti Paraliparis devriesi yang hidup di perairan antartika, sirip dadanya memiliki sistem somatosensori yang diperluas, termasuk pengecap pada lidah.[12] Ikan ini adalah ikan penghuni lubuk laut dengan sirip perut yang dimodifikasi membentuk cakram perekat, cakram yang hampir melingkar ini tidak ada pada spesies Paraliparis dan Nectoliparis. Penelitian telah mengungkapkan bahwa kedalaman maksimum kehidupan dapat menjadi prediktor signifikan hilangnya cakram panggul pada spesies ikan siput tertentu. Berdasarkan analisis filogenetik, ciri leluhur ini telah hilang tiga kali secara terpisah pada ikan siput.[13] Ukuran ikan ini berkisar mulai dari Paraliparis australis yang hanya sepanjang 5 cm, hingga Polypera simushirae dengan panjang sekitar 77 cm. Spesies terakhir dapat mencapai berat 21 kg, tetapi sebagian besar spesies berukuran lebih kecil. Ikan ini tidak menarik untuk digunakan pada perikanan komersial. Pada awalnya sulit untuk mempelajari spesies ikan ini yang hidup di kedalaman karena mereka akan meledak saat dibawa ke permukaan,[butuh rujukan] namun para peneliti berhasil mempelajari tulang-tulang ikan ini. HabitatHabitat ikan ini sangat bervariasi. Ikan ini ditemukan di lautan di seluruh dunia, mulai dari zona intertidal yang dangkal hingga kedalaman lebih dari 8.300 m di zona hadal. Ini adalah kisaran kedalaman yang lebih luas dibandingkan keluarga ikan lainnya.[14] Ikan ini hanya ditemukan di perairan dingin, artinya spesies di daerah tropis dan subtropis hanya ditemukan di perairan dalam.[3][14][15] Ikan ini biasa ditemukan di sebagian besar perairan laut dingin dan sangat tangguh, dengan beberapa spesies seperti Liparis atlanticus dan Liparus gibbus memiliki protein antibeku tipe-1.[16] Ikan ini merupakan ikan yang paling kaya spesies di wilayah Antartika, umumnya ditemukan di perairan yang relatif dalam (perairan Antartika yang lebih dangkal didominasi oleh ikan es Antartika).[12] Liparis inquilinus yang hidup di perairan Atlantik barat laut diketahui menjalani kehidupannya di dalam rongga mantel kerang simping Placopecten magellanicus. Liparis tunicatus hidup di antara hutan rumput laut Laminariales di Selat Bering dan Teluk Santo Laurensius. Spesies tunggal dalam genus Rhodichthys merupakan hewan endemik di Laut Norwegia.[17] Spesies lain ditemukan di dasar lereng benua yang berlumpur atau berlanau. Catatan KedalamanSebagian besar spesies ikan ini hidup di habitat yang tidak lebih dalam dari zona batial (kedalaman kurang dari 4.000 m), namun ikan ini juga mencakup spesies ikan yang hidup paling dalam. Pada bulan Oktober 2008, tim Britania-Jepang menemukan kawanan ikan siput spesies Pseudoliparis amblystomopsis di kedalaman sekitar 7.700 m di Palung Jepang.[18] Pada saat itu, ikan tersebut adalah ikan hidup terdalam yang pernah terekam. Rekor tersebut dilampaui oleh seekor ikan siput yang direkam pada kedalaman 8.145 m pada bulan Desember 2014 di Palung Mariana,[19] dan diperpanjang pada bulan Mei 2017 ketika ikan lainnya direkam pada kedalaman 8.178 m di Palung Mariana.[14][20] Spesies dalam catatan terdalam ini masih belum terdeskripsikan, namun telah disebut sebagai "ikan siput halus". Spesies yang hidup terdalam yang dideskripsikan adalah Pseudoliparis swirei yang juga berasal dari Palung Mariana, yang tercatat ditemukan pada kedalaman 8.076 m.[14][21] Pada tahun 2023, rekor tersebut semakin diperluas ketika spesies ikan ini yang tidak diketahui terekam pada kedalaman 8.336 m di Palung Izu–Ogasawara.[22] Secara umum, ikan ini (terutama genus Notoliparis dan Pseudoliparis) merupakan famili ikan yang paling umum dan dominan di zona hadal.[21] Melalui analisis genom ditemukan bahwa Pseudoliparis swirei memiliki beberapa adaptasi molekuler untuk bertahan hidup dalam tekanan kuat lingkungan laut dalam, termasuk tulang rawan yang tahan terhadap tekanan, protein yang stabil terhadap tekanan, peningkatan aktivitas protein transpor, fluiditas membran sel yang lebih tinggi, dan kehilangan penglihatan dan karakteristik visual lainnya seperti warna.[4] Namun karena keterbatasan biokimia, 8.000–8.500 m kemungkinan merupakan kedalaman maksimum yang mungkin dimiliki vertebrata mana pun.[23][24] Terdapat indikasi bahwa larva setidaknya beberapa spesies ikan siput zona hadal menghabiskan waktu di perairan terbuka pada kedalaman yang relatif dangkal, yakni kurang dari 1.000 m.[25][26] Reproduksi dan masa hidupStrategi reproduksi antar spesies ikan ini sangat bervariasi, meskipun diperkirakan banyak ikan siput bentik abisal yang bertelur secara musiman dan dalam jangka waktu yang relatif lama.[27] Sejauh yang diketahui, tampaknya semua spesies bertelur dengan ukuran relatif besar (diameter hingga 9,4 mm) dan jumlah telur bergantung pada spesies.[14] Ukuran telur yang lebih besar pada spesies ikan siput zona hadal menunjukkan pemijahan yang terus menerus.[28] Beberapa spesies menyimpan massa telurnya di antara koral air dingin, rumput laut Laminariales, batu, atau xenophyophora dan jantan terkadang menjaga massa telur tersebut.[3][27][29][30] Setidaknya satu spesies yakni Careproctus ovigerus dari Pasifik Utara, diketahui melakukan pengeraman mulut yang mana ikan siput jantan membawa telur yang sedang berkembang di dalam mulutnya. Beberapa spesies lain dari genus Careproctus bersifat parasit karena bertelur di rongga insang kepiting raja.[31] Telur tersebut memberikan tekanan pada insang kepiting yang dapat menyebabkan jaringan insang rusak atau mati sama sekali.[32] Namun kelangsungan hidup larva ikan ini terbukti meningkat dengan memanfaatkan spesies inang kepiting sebagai cara merawat dan menganginkan telurnya.[3] Telurnya sendiri bersifat berperekat dan cenderung membentuk massa yang meniru bentuk ruang insang bagian dalam kepiting. Selain itu setidaknya satu spesies ikan siput yang memanfaatkan kepiting raja emas sebagai inangnya, yakni Careproctus pallidus, memiliki larva dengan kandungan energi lebih rendah dari biasanya pada kebanyakan ikan laut. Penjelasan yang mungkin untuk memulai hidup dengan energi yang lebih sedikit adalah karena keamanan yang diberikan oleh kepiting raja, sehingga ikan siput dewasa tidak mengeluarkan banyak energi untuk menghasilkan kantung kuning telur yang kaya energi.[33] Spesies lain yakni Careproctus rhodomelas, ditemukan dan diketahui merupakan pemijah berkelompok, bertelur beberapa kali dalam jumlah besar beberapa kali sepanjang hidupnya.[34] Setelah telur menetas, beberapa spesies dengan cepat mencapai ukuran dewasa dan hanya hidup sekitar satu tahun,[29] namun spesies lainnya memiliki masa hidup lebih dari satu dekade.[35] Analisis Otolit (penyelidikan tulang telinga ikan ini) memberikan banyak wawasan tentang umur panjang kehidupan, dengan melihat bagaimana tulang tersebut dipecah menjadi zona tembus cahaya dan buram secara bergantian. Penelitian ini menyampaikan informasi tentang pertumbuhan tahunan.[25] Dengan mengkaji lebih jauh morfologi ikan siput laut dalam, dapat diketahui bahwa ikan siput telah beradaptasi dengan lingkungan ekstrimnya dengan umur yang pendek dibandingkan dengan organisme lain di lingkungan zona hadal yang sama. Banyak spesies yang berlokasi di palung hadal, yang pada dasarnya merupakan daerah dengan gangguan tinggi, termasuk banyak aktivitas seismik yang dapat memicu aliran kekeruhan. Oleh karena itu, umur mereka jauh lebih pendek dibandingkan spesies yang hidup di perairan dangkal.[36] Sangat sedikit yang diketahui tentang perilaku percumbuan ikan ini, namun Careproctus pallidus jantan diyakini menggoyangkan tubuh mereka sebagai tampilan yang menarik atau agresif.[37][38] Diperkirakan bahwa dalam lingkungan yang begitu gelap, sulit menemukan dan memenangkan persaingan untuk mendapatkan pasangan. Oleh karena itu, ikan ini menggunakan sinyal hidrodinamik yang dirasakan oleh gurat sisi mekanosensori untuk berkomunikasi. DietLarva ikan ini memakan campuran plankton, copepoda kecil dan besar, serta amphipoda. Makanan larva tiga spesies ikan siput Laut Beaufort terdiri dari 28 kategori makanan, terutama copepoda dan amphipoda.[39] Mangsa ikan ini dapat dikelompokkan menjadi enam kategori utama: gammaridea, krill, dekapoda natantia, krustasea lain, ikan, dan lain-lain.[40] Ukuran juga mempengaruhi pola makan ikan ini, ikan siput yang lebih kecil dari 50 mm umumnya memakan gammaridea, sedangkan spesies yang lebih besar dari 100 mm terutama memakan dekapoda natantia. Spesies yang lebih besar dari 150 mm mempunyai proporsi ikan tertinggi dalam makanannya. Spesies ikan siput terbesar cenderung bersifat piscivora.[40] Pada Liparis ochotensis, rasio antara asupan makanan dan berat badan berubah seiring pertumbuhannya, itu juga sangat bervariasi secara musiman. Ketika lingkungan setempat mengalami peningkatan jumlah udang dan crangonidae, terjadi pula penurunan jumlah dekapoda.[41] Ada juga ikan siput yang tinggal di Teluk Terpeniya yang hanya memakan zooplankton, sehingga membedakannya dari ikan siput lainnya.[41] Ikan siput yang hidup di belahan bumi utara juga menunjukkan toleransi kelaparan yang lebih tinggi, dan meskipun masih diteliti, diduga hal ini disebabkan oleh kadar trigliserol dan kolesterol pada spesiesnya. Ikan ini memiliki konsentrasi lipid yang berbeda-beda tergantung habitatnya, sehingga beberapa di antaranya lebih cocok bertahan lebih lama tanpa makan dibandingkan yang lain.[42] Metode perburuan penyergapan yang dilakukan oleh Polypera simushirae tergolong unik di antara ikan siput. Mereka memiliki kemampuan untuk menyatu dengan tanah, menunggu kejutan bagi organisme berikutnya yang menghalangi jalan mereka. Mangsa utama spesies ini adalah ikan, yang mencakup 97,7% dari keseluruhan asupan makanan mereka.[43] Daftar Genus[2]
Galeri
Referensi
|