Isidor Isaac Rabi
Isidor Isaac Rabi (/ˈrɑːbi/; nama lahir Israel Isaac Rabi, 29 Juli 1898 – 11 Januari 1988) adalah seorang fisikawan berkebangsaan Amerika yang dianugerahi Penghargaan Nobel Fisika pada tahun 1944 untuk penemuan resonansi magnet inti yang digunakan dalam pencitraan resonansi magnetik. Ia juga merupakan salah satu ilmuwan pertama di AS yang mengembangkan magnetron, yang digunakan dalam radar gelombang mikro dan oven gelombang mikro. Lahir ke dalam sebuah keluarga Yahudi-Polandia tradisional di Rymanów, Galicia (yang pada waktu itu menjadi bagian dari Austria-Hungaria), Rabi datang ke Amerika Serikat saat masih bayi dan dibesarkan di Lower East Side, New York. Ia masuk Universitas Cornell sebagai mahasiswa teknik kelistrikan pada tahun 1916, tetapi kemudian beralih bidang ke kimia. Ia lalu tertarik dengan bidang fisika dan melanjutkan studinya di Universitas Columbia. Di universitas tersebut, ia dianugerahi gelar doktor untuk tesisnya tentang suseptibilitas magnetik kristal-kristal tertentu. Pada tahun 1927, ia berpindah ke Eropa dan di sana ia bertemu serta bekerja dengan fisikawan-fisikawan handal masa itu. Pada tahun 1929, Rabi kembali ke Amerika Serikat setelah Universitas Columbia menawarkannya jabatan dosen. Dalam kolaborasinya dengan Gregory Breit, ia mengembangkan persamaan Breit-Rabi dan memprediksi bahwa eksperimen Stern–Gerlach dapat dimodifikasi untuk membuktikan sifat-sifat inti atom. Teknik-teknik yang dikembangkannya dengan menggunakan resonansi magnet inti untuk menentukan momen magnetik dan spin inti atom membuatnya meraih Nobel Fisika pada tahun 1944. Resonansi magnet inti menjadi alat yang berpengaruh dalam fisika dan kimia nuklir. Pencitraan resonansi magnetik yang dikembangkan dari resonansi magnet inti juga berperan penting dalam dunia kedokteran. Semasa Perang Dunia II, ia terlibat dalam pengembangan teknologi radar di Laboratorium Radiasi (RadLab) Institut Teknologi Massachusetts dan juga dalam Proyek Manhattan. Setelah perang usai, ia menjabat dalam Komite Penasihat Umum Komisi Energi Atom Amerika Serikat dan menjadi ketuanya dari tahun 1952 sampai dengan 1956. Ia juga pernah menjabat dalam Komite Penasihat Sains Kantor Mobilisasi Pertahanan dan Laboratorium Riset Balistik Angkatan Darat Amerika Serikat serta menjadi Penasihat Sains untuk Presiden Dwight D. Eisenhower. Ia terlibat dalam pendirian Laboratorium Nasional Brookhaven pada tahun 1946 dan pembentukan CERN pada tahun 1952, sewaktu ia menjabat sebagai delegasi Amerika Serikat untuk UNESCO. Sewaktu Universitas Columbia menciptakan gelar University Professor (Profesor Universitas) pada tahun 1964, Rabi menjadi orang pertama yang meraih gelar itu. Ia pensiun dari mengajar pada tahun 1967, tetapi masih aktif dalam departemen dan menyandang gelar Profesor Universitas Emeritus dan Lektor Istimewa sampai kematiannya. Tahun-tahun awalIsrael Isaac Rabi lahir pada 29 Juli 1898 dalam keluarga Polandia-Yahudi Ortodoks di Rymanów, Galisia, yang pada waktu itu berada di bawah kekuasaan Austria-Hungaria dan sekarang merupakan bagian dari Polandia. Setelah ia lahir, ayahnya, David Rabi, beremigrasi ke Amerika Serikat. Rabi kecil dan ibunya, Sheindel, bergabung dengan David di sana beberapa bulan kemudian, dan keluarga tersebut berpindah ke sebuah apartemen dua kamar di Lower East Side, Manhattan. Di rumah, keluarganya menggunakan bahasa Yiddi. Saat Rabi masuk sekolah, Sheindel berkata namanya adalah Izzy, dan petugas sekolah berpikir sebutan tersebut merupakan kependekan untuk Isidor, sehingga dicantumkanlah Isidor sebagai namanya. Setelah itu, sebutan tersebut menjadi nama resminya. Di kemudian hari, akibat sentimen anti-Semitisme, ia mulai menulis namanya sebagai Isidor Isaac Rabi, dan dikenal sebagai I.I. Rabi dalam profesinya. Bagi sebagian besar teman-teman dan keluarganya, termasuk saudara perempuannya Gertrude yang lahir pada tahun 1903, ia dikenal dengan sebutan "Rabi", yang dibaca "Robby". Pada tahun 1907, keluarganya berpindah ke Brownsville, Brooklyn, tempat mereka menjalankan sebuah toko kelontong.[1] Pada masa kecil, Rabi meminati sains. Ia membaca buku-buku sains yang dipinjam dari perpustakaan umum dan membuat set radio miliknya sendiri. Makalah ilmiah pertamanya, tentang rancangan sebuah kondensor radio, diterbitkan di majalah Modern Electrics saat ia masih SD.[2][3] Setelah membaca tentang heliosentrisme Copernicus, ia menjadi seorang ateis. "Semuanya sangat sederhana", ia berkata kepada orangtuanya, "siapa yang membutuhkan Tuhan?"[4] Sebagai bentuk kompromi dengan orangtuanya, pada hari raya Bar Mitzvah yang diadakan di rumahnya, ia memberikan ceramah dalam bahasa Yiddi tentang cara kerja lampu listrik. Ia masuk sekolah Manual Training High School di Brooklyn dan lulus pada tahun 1916.[5] Pada tahun berikutnya, ia masuk Universitas Cornell sebagai mahasiswa teknik kelistrikan, tetapi kemudian beralih bidang ke kimia. Setelah Amerika Serikat terlibat dalam Perang Dunia I pada tahun 1917, ia bergabung dengan Korps Pelatihan Pasukan Pelajar di Cornell. Untuk tesis akhirnya, ia menyelidiki berbagai bilangan oksidasi mangan. Ia dianugerahi gelar Bachelor of Science pada bulan Juni 1919. Namun, karena pada waktu itu kebanyakan orang Yahudi ditolak bekerja dalam bidang akademis dan industri kimia, ia tidak mendapat tawaran pekerjaan mana pun. Ia kemudian bekerja di Lederle Laboratories sebagai kimiawan selama beberapa bulan. Setelahnya ia bekerja sebagai seorang petugas pembukuan.[6] PendidikanPada tahun 1922, Rabi kembali ke Universitas Cornell sebagai mahasiswa pascasarjana kimia dan mulai belajar fisika. Pada tahun 1923, ia bertemu dan mulai mengakrabi Helen Newmark, seorang mahasiswi semester musim panas di Hunter College. Agar dapat dekat dengannya saat ia pulang ke rumah, Rabi melanjutkan studinya di Universitas Columbia, di bawah bimbingan Albert Wills. Pada Juni 1924, Rabi mendapatkan pekerjaan sebagai tutor paruh waktu di City College of New York. Wills, yang memiliki spesialisasi di bidang magnetisme, meminta Rabi untuk menulis tesis doktornya tentang suseptibilitas magnetik uap natrium. Awalnya, topik tersebut tidak menarik bagi Rabi, tetapi setelah William Lawrence Bragg memberikan sebuah seminar di Universitas Columbia tentang suseptibilitas kelistrikan kristal-kristal tertentu yang disebut garam Tutton, Rabi memutuskan untuk meneliti suseptibilitas magnetik garam-garam tersebut dan Wills sepakat menjadi pembimbing Rabi.[7] Langkah pertama dalam pengukuran resonansi magnetik kristal melibatkan pertumbuhan kristal, suatu prosedur sederhana yang sering kali dilakukan oleh siswa SD. Kristal yang telah tumbuh tersebut kemudian harus dipersiapkan dengan memotongnya menjadi bagian-bagian yang sisi-sisinya memiliki orientasi berbeda dengan struktur internal kristal tersebut. Respons kristal terhadap medan magnet setelahnya harus diukur menggunakan neraca dengan hati-hati dan susah payah. Ketika kristalnya sedang bertumbuh, Rabi membaca sebuah buku tahun 1873 karya James Clerk Maxwell, A Treatise on Electricity and Magnetism (Sebuah Risalah Mengenai Kelistrikan dan Magnetisme), yang memberinya inspirasi akan metode yang lebih mudah dilakukan. Ia menurunkan sebuah kristal pada serat kaca yang melekat pada neraca puntir ke dalam larutan yang suseptibilitas magnetiknya dapat diubah di antara dua kutub magnet. Ketika suseptibilitas magnetik larutan sama dengan suseptibilitas magnetik kristal, magnet dapat dihidupkan dan dimatikan tanpa mengganggu posisi kristal. Metode baru ini tak hanya mengurangi kerja, tetapi juga menghasilkan hasil yang lebih akurat. Rabi mengirimkan tesisnya yang berjudul On the Principal Magnetic Susceptibilities of Crystals (Tentang Suseptibilitas Magnetik Utama Kristal-Kristal) ke jurnal Physical Review pada 16 Juli 1926. Ia menikah dengan Helen pada hari berikutnya. Makalah tersebut meraih sedikit sambutan dalam lingkup akademik, meskipun karya tersebut dibaca oleh Kariamanickam Srinivasa Krishnan, yang menggunakan metode tersebut dalam penyelidikan kristalnya sendiri. Rabi menyimpulkan bahwa ia juga perlu mempromosikan karyanya selain mempublikasikannya.[8][9] Seperti beberapa fisikawan muda lainnya, Rabi juga mengikuti perkembangan peristiwa-peristiwa penting di Eropa. Ia takjub dengan eksperimen Stern–Gerlach, yang membuatnya yakin akan keabsahan mekanika kuantum. Bersama dengan Ralph Kronig, Francis Bitter, Mark Zemansky dan lainnya, ia bermaksud memperluas persamaan Schrödinger kepada molekul gasing simetris dan menemukan keadaan-keadaan energi sistem mekanis tersebut. Masalahnya adalah tiada satu pun dari mereka yang mampu menyelesaikan persamaan yang dihasilkan, yaitu persamaan diferensial parsial orde dua. Rabi menemukan jawaban masalah tersebut dalam sebuah buku karya matematikawan abad ke-19 Carl Gustav Jacob Jacobi. Persamaan tersebut memiliki bentuk persamaan hipergeometris yang Jacobi telah temukan penyelesaiannya. Kronig dan Rabi menuliskan penyelesaiannya dan mengirimkannya ke Physical Review, yang kemudian diterbitkan pada tahun 1927.[10][11] EropaPada Mei 1927, Rabi terpilih untuk menerima beasiswa Barnard Fellowship. Sebagai Barnard Fellow, ia mendapat tunjangan sebesar US$1.500 (setara dengan US$21.635 pada tahun 2024[12]) untuk periode September 1927 sampai dengan Juni 1928. Ia kemudian dengan segera memohon cuti selama setahun kepada City College of New York agar ia dapat belajar di Eropa. Saat permohonan tersebut ditolak, ia memutuskan untuk mengundurkan diri. Setibanya ke Zürich, tempat ia berharap dapat bekerja sebagai murid pascadoktor di bawah bimbingan Erwin Schrödinger, ia bertemu dua orang Amerika sejawatnya, Julius Adams Stratton dan Linus Pauling. Mereka menemukan bahwa Schrödinger telah meninggalkan Zürich, karena ia telah diangkat sebagai kepala Institut Fisika Teoretis di Universitas Friedrich Wilhelm, Berlin. Rabi kemudian memutuskan untuk melamar posisi pascadoktor di bawah bimbingan Arnold Sommerfeld di Universitas Munich sebagai gantinya. Di Munich, ia menemui dua orang Amerika lainnya, Howard Percy Robertson dan Edward Condon. Sommerfeld menerima lamaran Rabi sebagai murid pascadoktor. Fisikawan Jerman Rudolf Peierls dan Hans Bethe juga bekerja dengan Sommerfeld pada waktu itu, tetapi tiga orang Amerika tersebutlah yang menjadi akrab satu sama lainnya.[13] Atas nasihat Wills, Rabi berkunjung ke Leeds untuk mengikuti pertemuan tahunan ke-97 Asosiasi Britania untuk Kemajuan Sains (British Association for the Advancement of Science). Dalam pertemuan itu, ia mendengar Werner Heisenberg menyampaikan sebuah makalah mengenai mekanika kuantum. Setelah itu, Rabi berpindah ke Kopenhagen dan menawarkan diri untuk bekerja di bawah Niels Bohr. Bohr sedang berlibur, tetapi Rabi langsung mengerjakan perhitungan suseptibilitas magnetik hidrogen molekuler. Setelah Bohr kembali pada bulan Oktober, ia mengatur agar Rabi dan Yoshio Nishina melanjutkan kerja mereka di bawah Wolfgang Pauli di Universitas Hamburg.[14] Meskipun ia datang ke Hamburg untuk bekerja dengan Pauli, Rabi menemukan Otto Stern bekerja di sana dengan dua anggota pascadoktor berbahasa Inggris, Ronald Fraser dan John Bradshaw Taylor. Rabi kemudian berteman dengan mereka dan tertarik kepada eksperimen berkas molekul mereka,[15] yang membuat Stern meraih Nobel Fisika pada tahun 1943.[16] Penelitian mereka melibatkan medan magnet tak seragam yang sulit dimanipulasi dan sulit diukur secara akurat. Rabi menggagaskan penggunaan medan magnet seragam sebagai gantinya, dengan berkas molekul ditembakkan dalam sudut serempet tertentu sehingga atom-atom akan menyimpang sebagaimana cahaya menyimpang dalam prisma. Gagasan tersebut lebih mudah digunakan dan menghasilkan hasil yang lebih akurat. Berkat dorongan Stern dan bantuan besar Taylor, Rabi berhasil membuat gagasannya bekerja baik. Atas nasihat Stern, Rabi menulis sebuah makalah singkat (letter) tentang hasil-hasilnya kepada jurnal Nature,[15] yang menerbitkannya pada Februari 1929.[17] Ini disusul oleh sebuah makalah penuh berjudul Zur Methode der Ablenkung von Molekularstrahlen ("Tentang Metode Penyimpangan Berkas-Berkas Molekul") dalam jurnal Zeitschrift für Physik, yang diterbitkan pada bulan Maret tahun itu.[18] Pada saat itu, beasiswa Barnard Fellowship telah berakhir dan Rabi dan Helen hidup dari tunjangan US$182 per bulan dari Yayasan Rockefeller. Mereka pindah dari Hamburg ke Leipzig, dengan harapan dapat bekerja dengan Heisenberg. Di Leipzig, ia bertemu Robert Oppenheimer, sesama orang New York. Pertemuan tersebut menjadi awal persahabatan panjang mereka. Namun, Heisenberg telah pergi untuk berkunjung ke Amerika Serikat pada Maret 1929, sehingga Rabi dan Oppenheimer memutuskan untuk pergi ke ETH Zurich, tempat Pauli saat itu menjadi profesor fisika. Pengetahuan fisika Rabi diperkaya dengan pertemuannya dengan para fisikawan terkemuka di sana, meliputi Paul Dirac, Walter Heitler, Fritz London, Francis Wheeler Loomis, John von Neumann, John Slater, Leó Szilárd, dan Eugene Wigner.[19] Laboratorium Berkas MolekulPada 26 Maret 1929, Rabi mendapatkan sebuah tawaran mengajar dari Universitas Columbia dengan gaji tahunan sejumlah US$3.000. Dekan Departemen Fisika Universitas Columbia, George B. Pegram, saat itu sedang mencari seorang pakar fisikawan teoretis untuk mengajar mekanika statistik dan mata kuliah lanjutan baru yang bertopik mekanika kuantum, dan Heisenberg merekomendasikan Rabi. Helen saat itu sedang mengandung, sehingga Rabi butuh pekerjaan tetap, dan pekerjaan tersebut berada di New York. Atas dasar pertimbangan itu, ia menerima tawaran tersebut dan kembali ke Amerika Serikat pada bulan Agustus dengan menumpangi kapal SS President Roosevelt.[20] Rabi menjadi satu-satunya anggota fakultas yang berdarah Yahudi di Universitas Columbia pada waktu itu.[21] Sebagai seorang guru, Rabi memiliki sifat yang membosankan. Leon Lederman mengenang bahwa setelah kelas Rabi berakhir, para muridnya akan pergi ke perpustakaan untuk mencoba mencari tahu apa yang Rabi telah katakan. Irving Kaplan menilai Rabi dan Harold Urey sebagai "guru terburuk yang pernah saya dapati".[22] Norman Ramsey menganggap ceramah Rabi "cukup parah",[22] sementara William Nierenberg merasa bahwa Rabi "singkatnya adalah seorang dosen yang buruk".[23] Kendati pun memiliki kekurangan sebagai dosen, ia menginspirasi banyak muridnya untuk berkarier di bidang fisika. Menurut penghargaan Oersted Medal yang ia terima dari Asosiasi Guru Fisika Amerika Serikat, ia berpengaruh besar baik melalui karyanya sendiri maupun melalui karya "banyak muridnya yang termasyhur".[24] Putri pertama Rabi, Helen Elizabeth, lahir pada bulan September 1929.[25] Putri kedua, Margaret Joella, menyusul pada tahun 1934.[26] Di sela-sela antara tugas mengajarnya dan waktu untuk keluarganya, ia hanya memiliki sedikit waktu untuk melakukan penelitian. Ia tidak menerbitkan makalah apapun pada tahun pertamanya di Universitas Columbia. Kendati demikian, ia diangkat menjadi asisten profesor.[25] Ia kemudian menjadi profesor pada tahun 1937.[27] Pada tahun 1931, Rabi kembali bereksperimen dengan berkas partikel. Dalam kolaborasinya dengan Gregory Breit, ia mengembangkan persamaan Breit-Rabi dan memprediksi bahwa eksperimen Stern–Gerlach dapat dimodifikasi untuk mengonfirmasi sifat-sifat inti atom.[28] Langkah berikutnya ialah melakukan modifikasi tersebut. Dengan bantuan Victor W. Cohen,[29] Rabi membangun aparatus berkas molekul di Universitas Columbia. Gagasan mereka ialah dengan menggunakan medan magnet lemah, alih-alih medan magnet kuat, mereka berharap untuk dapat mendeteksi spin inti natrium. Ketika eksperimen tersebut dilakukan, empat berkas kecil ditemukan, sehingga memungkinkan deduksi bahwa spin inti natrium bernilai 3⁄2.[30] Laboratorium Berkas Molekul (Molecular Beam Laboratory) milik Rabi menarik perhatian fisikawan-fisikawan lainnya, termasuk Sidney Millman, seorang mahasiswa pascasarjana yang meneliti litium untuk program doktornya.[31][32] Mahasiswa lainnya adalah Jerrold Zacharias, yang percaya bahwa inti natrium akan terlalu sulit untuk dipahami, sehingga mengajukan usulan untuk mempelajari unsur hidrogen, yang merupakan unsur paling sederhana. Isotop deuterium (hidrogen dengan satu neutron) baru ditemukan di Univeritas Columbia pada tahun 1931 oleh Urey, yang meraih Nobel Kimia tahun 1934 untuk penemuan ini. Urey mampu menyediakan air berat maupun gas deuterium untuk eksperimen mereka. Walaupun hidrogen adalah unsur yang sederhana, kelompok peneliti Stern di Hamburg telah mengamati bahwa hidrogen tak berperilaku seperti yang diperkirakan.[33] Urey juga membantu dengan cara lainnya; ia memberikan setengah uang hadiah Nobelnya untuk mendanai Laboratorium Berkas Molekul.[34] Di antara ilmuwan lainnya yang memulai kariernya di Laboratorium Berkas Molekul adalah Norman Ramsey, Julian Schwinger, Jerome Kellogg dan Polykarp Kusch.[35] Semuanya laki-laki; Rabi tidak percaya bahwa wanita dapat menjadi fisikawan. Ia tidak pernah memiliki seorang wanita sebagai mahasiswi doktor atau pascadoktor, dan umumnya menentang wanita sebagai kandidat untuk mendapat posisi dalam fakultas.[36] Atas saran C. J. Gorter, tim peneliti Rabi mencoba menggunakan medan magnet berosilasi.[37] Ini menjadi dasar bagi metode resonansi magnet inti. Pada tahun 1937, Rabi, Kusch, Millman dan Zacharias menggunakannya untuk mengukur momen magnetik beberapa senyawa litium menggunakan berkas molekul, termasuk senyawa litium klorida, litium fluorida dan dilitium.[38] Saat mereka menerapkan metode tersebut terhadap hidrogen, mereka menemukan bahwa momen magnetik sebuah proton adalah 2,785±0,02 magneton nuklir,[39] dan bukannya 1 seperti yang diprediksi oleh teori mutakhir pada waktu itu.[40][41] Sementara itu momen magnetik deuteron (inti deuterium) adalah 0,855±0,006 magneton nuklir.[39] Metode baru tersebut memberikan nilai pengukuran yang lebih akurat daripada yang tim peneliti Stern temukan, dan yang juga dikonfirmasi oleh tim peneliti Rabi, pada tahun 1934.[42][43] Oleh karena deuteron terdiri dari sebuah proton dan sebuah neutron dengan kedua spinnya sejajar, momen magnetik neutron dapat disimpulkan dengan mengurangkan momen magnetik deuteron dengan momen magnetik proton. Hasil pengurangannya bukan nol dan memiliki tanda yang berlawanan dengan proton. Berdasarkan pada artefak-artefak tak lazim dari pengukuran yang lebih akurat ini, Rabi mengajukan teori bahwa deuteron memiliki momen kuadrupol elektrik.[44] Penemuan ini menunjukkan bahwa bentuk fisik deuteron tidaklah simetris; hal ini memberikan pemahaman yang berharga mengenai ciri-ciri gaya nuklir yang mengikat nukleon. Atas penciptaan metode deteksi resonansi magnetik berkas molekul, Rabi dianugerahi Nobel Fisika pada tahun 1944.[45] Perang Dunia IIPada September 1940, Rabi menjadi anggota Komite Penasihat Sains Laboratorium Riset Balistik Angkatan Darat AS.[46] Pada bulan itu, Misi Tizard dari Britania membawa sejumlah teknologi baru ke Amerika Serikat, termasuk magnetron, sebuah perangkat berdaya tinggi yang menghasilkan mikrogelombang menggunakan interaksi arus elektron dengan medan magnet. Perangkat tersebut, yang dijanjikan dapat merevolusi teknologi radar, meruntuhkan anggapan orang-orang Amerika tentang ketermajuan teknologi Amerika. Alfred Lee Loomis dari Komite Riset Pertahanan Nasional Amerika Serikat (National Defense Research Committee) memutuskan untuk mendirikan sebuah laboratorium baru di Institut Teknologi Massachusetts (MIT) untuk mengembangkan teknologi radar ini. Nama Laboratorium Radiasi (Radiation Laboratory) dipilih sebagai nama yang tidak mencolok sekaligus penghormatan kepada Laboratorium Radiasi Berkeley (Berkeley Radiation Laboratory). Loomis merekrut Lee DuBridge untuk menjalankannya.[47] Loomis dan DuBridge merekrut para fisikawan untuk laboratorium baru tersebut dalam sebuah konferensi Fisika Nuklir Terapan di MIT pada Oktober 1940. Salah satu di antaranya yang secara sukarela ikut adalah Rabi. Ia ditugasi untuk mempelajari magnetron, yang sangat dirahasiakan sehingga perangkatnya harus disimpan dalam brankas.[48] Para ilmuwan Laboratorium Radiasi menargetkan produksi radar mikrogelombang sebelum 6 Januari 1941 dan pemasangan sebuah prototipe radar di pesawat tempur Douglas A-20 Havoc sebelum bulan Maret. Perangkat itu pun rampung; rintangan-rintangan teknologi secara bertahap terlewati dan sebuah set radar mikrogelombang yang berfungsi telah diproduksi. Magnetron tersebut dikembangkan lebih lanjut baik di AS maupun di Britania agar dapat mengurangi panjang mikrogelombang yang dihasilkan dari 150 cm menjadi 10 cm, dan kemudian menjadi 3 cm. Laboratorium tersebut selanjutnya mengembangkan radar udara-ke-darat untuk mendeteksi kapal selam, radar SCR-584 untuk mengendalikan tembakan, dan LORAN, sebuah sistem navigasi radio jarak jauh.[49] Atas permintaan Rabi, sebuah cabang Laboratorium Radiasi didirikan di Universitas Columbia, dengan Rabi sebagai kepalanya.[50] Pada tahun 1942, Oppenheimer berupaya untuk merekrut Rabi dan Robert Bacher untuk bekerja di Laboratorium Los Alamos dalam sebuah proyek baru yang rahasia untuk mendukung upaya perang. Mereka meyakinkan Oppenheimer bahwa rencananya untuk mendirikan laboratorium militer tidak akan berhasil, karena karya kerja ilmiah haruslah masuk ke dalam ranah sipil. Rencana tersebut diubah, dan laboratorum tersebut dijadikan laboratorium sipil, yang dijalankan oleh Universitas California di bawah kontrak Departemen Perang Amerika Serikat. Pada akhirnya Rabi tetap tidak pergi ke California, tetapi sepakat untuk menjabat sebagai konsultan Proyek Manhattan, yang kelak menghasilkan bom atom pertama.[51] Rabi menghadiri uji coba nuklir Trinity pada Juli 1945. Para ilmuwan yang mengembangkan bom Trinity membuat taruhan seberapa besarkah daya ledak bom yang diuji. Prediksi taruhan bervariasi, mulai dari gagal meledak hingga setara 45 kiloton TNT. Rabi datang terlambat dan menemukan bahwa slot taruhan yang tersisa hanyalah 18 kiloton, yang kemudian ia beli.[52] Dengan mengenakan kacamata las, ia menunggu hasil uji bersama Ramsey dan Enrico Fermi.[53] Ledakannya terukur sejumlah 18,6 kiloton, dan Rabi memenangkan taruhan tersebut.[52] Kehidupan selanjutnyaPada tahun 1945, Rabi memberikan Ceramah Peringatan Richtmyer (Richtmyer Memorial Lecture), yang diadakan oleh Asosiasi Guru Fisika Amerika Serikat untuk menghormati Floyd K. Richtmyer. Dalam ceramahnya, Rabi mengajukan gagasan bahwa resonansi magnet atom dapat digunakan sebagai dasar kerja sebuah jam. William L. Laurence menulis hal tersebut ke surat kabar The New York Times, dengan judul "'Cosmic pendulum' for clock planned" ('Bandul kosmis' untuk jam telah direncanakan").[54][55][56] Dalam waktu yang tak lama, Zacharias dan Ramsey telah berhasil membangun jam atom seperti itu.[57] Rabi secara aktif meneliti resonansi magnet hingga sekitar tahun 1960, tetapi ia tetap tampil di berbagai konferensi dan seminar sampai kematiannya.[58][59] Rabi mengepalai departemen fisika Universitas Columbia dari tahun 1945 sampai dengan 1949, yang pada masa itu menampung dua penerima Nobel (Rabi dan Enrico Fermi) dan sebelas penerima Nobel masa depan, meliputi tujuh dosen (Polykarp Kusch, Willis Lamb, Maria Goeppert-Mayer, James Rainwater, Norman Ramsey, Charles Townes dan Hideki Yukawa), seorang ilmuwan riset (Aage Bohr), seorang profesor tamu (Hans Bethe), seorang mahasiswa doktor (Leon Lederman) dan seorang mahasiswa sarjana (Leon Cooper).[60] Martin L. Perl, mahasiswa doktor Rabi, memenangkan Penghargaan Nobel pada tahun 1995.[61] Saat Universitas Columbia menciptakan pangkat Profesor Universitas pada tahun 1964, Rabi menjadi orang pertama yang meraih gelar tersebut. Ini berarti ia bebas meneliti atau mengajar kapan pun ia mau.[62] Ia pensiun dari mengajar pada tahun 1967, tetapi masih aktif dalam departemen tersebut dan menyandang gelar Profesor Universitas Emeritus sampai ia meninggal.[63] Sebuah jabatan profesor dinamai dari namanya pada tahun 1985.[64] Sebagai warisan dari Proyek Manhattan adalah jaringan laboratorium-laboratorium nasional Amerika Serikat. Namun, tidak ada satu pun laboratorium tersebut yang terletak di Pesisir Timur Amerika Serikat. Rabi dan Ramsey membentuk sebuah kumpulan universitas-universitas yang ada di wilayah New York untuk melobi pembentukan laboratorium nasional mereka sendiri. Saat Zacharias, yang saat itu berada di MIT, mendengar hal tersebut, ia membuat sebuah kumpulan tandingan di MIT dan Harvard (keduanya di Massachusetts). Rabi telah berdiskusi dengan Mayor Jenderal Leslie R. Groves, Jr., direktur Proyek Manhattan, yang menyetujui pembentukan laboratorium nasional baru, tetapi hanya satu saja. Selain itu, meskipun Proyek Manhattan masih didanai, organisasi masa perang tersebut akan dibubarkan perlahan seiring dengan pembentukan otoritas yang baru. Setelah beberapa kali tawar menawar dan pelobian yang dilakukan oleh Rabi dan orang-orang lainnya, kedua kumpulan tersebut bergabung pada Januari 1946. Pada akhirnya sembilan universitas (Columbia, Cornell, Harvard, Johns Hopkins, MIT, Princeton, Pennsylvania, Rochester dan Yale) bergabung bersama, dan pada tanggal 31 Januari 1947, menandatangani kontrak dengan Komisi Energi Atom Amerika Serikat, yang menggantikan Proyek Manhattan, untuk mendirikan Laboratorium Nasional Brookhaven.[65] Rabi mengusulkan kepada Edoardo Amaldi, seorang fisikawan Italia, bahwa Laboratorium Brookhaven mungkin dapat menjadi model yang bisa ditiru bangsa Eropa. Rabi memandang sains sebagai suatu cara untuk menginspirasi dan menyatukan Eropa, yang saat itu sedang memulihkan diri dari perang. Sebuah kesempatan datang pada tahun 1950 saat ia diangkat menjadi delegasi Amerika Serikat untuk Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO). Dalam sebuah pertemuan UNESCO di Palazzo Vecchio, Firenze pada Juni 1950, ia menyerukan pendirian laboratorium-laboratorium regional. Upaya tersebut membuahkan hasil; pada tahun 1952, para perwakilan dari sebelas negara bergabung untuk membentuk Conseil Européen pour la Recherche Nucléaire (CERN). Rabi menerima sepucuk surat dari Bohr, Heisenberg, Amaldi dan lainnya yang mengucapkan selamat kepadanya atas kesuksesan upayanya. Ia menyimpan surat tersebut dan menggantungnya di dinding kantor rumahnya.[66] Undang-Undang Energi Atom 1946 Amerika Serikat yang menciptakan Komisi Energi Atom Amerika Serikat memandatkan adanya Komite Penasihat Umum (General Advisory Committee, GAC) beranggotakan sembilan orang untuk menasihati komisi tersebut dalam hal-hal terkait sains dan teknik. Rabi menjadi salah satu orang yang ditunjuk pada bulan Desember 1946.[67] GAC berpengaruh besar sepanjang akhir tahun 1940-an, tetapi pada tahun 1950, GAC menentang pengembangan bom hidrogen. Rabi lebih lantang ketimbang sebagian besar anggota lainnya, dan bergabung dengan Fermi dalam menentang bom hidrogen atas alasan moral dan teknis.[68] Namun, Presiden Harry S. Truman mengesampingkan nasihat GAC dan memerintahkan pengembangannya tetap dilanjutkan.[69] Rabi kemudian berkata:
Oppenheimer tidak dilantik kembali dalam GAC setelah masa jabatannya berakhir pada tahun 1952, dan Rabi menggantikannya sebagai ketua sampai tahun 1956.[71] Rabi kemudian bersaksi membela Oppenheimer dalam suatu pemeriksaan keamanan Komisi Energi Atom yang kontroversial pada tahun 1954. Hasil pemeriksaan ini berimbas pada penarikan izin keamanan Oppenheimer. Beberapa saksi membela Oppenheimer, tetapi tidak ada satu pun yang lebih lantang ketimbang Rabi:
Rabi diangkat menjadi anggota Komite Penasihat Sains (Science Advisory Committee, SAC) Kantor Mobilisasi Pertahanan Amerika Serikat pada tahun 1952. Ia menjabat sebagai ketuanya dari tahun 1956 sampai dengan 1957.[74] Jabatannya bertepatan dengan krisis Sputnik. Presiden Dwight Eisenhower bertemu dengan SAC pada 15 Oktober 1957 untuk meminta nasihat atas kemungkinan tanggapan AS terhadap kesuksesan satelit Rusia. Rabi, yang mengenal Eisenhower sebagai presiden Universitas Columbia, adalah anggota komite pertama yang berbicara dan mengajukan serangkaian proposal, yang salah satunya adalah memperkuat komite tersebut sehingga dapat memberikan nasihat yang tepat waktu kepada presiden. Proposal tersebut terwujud, dan SAC menjadi Komite Penasihat Sains Presiden Amerika Serikat (President's Science Advisory Committee) beberapa minggu kemudian. Ia juga menjadi Penasihat Sains Eisenhower.[75] Pada tahun 1956, Rabi menghadiri konferensi peperangan anti kapal selam Project Nobska, yang diskusinya beragam dari oseanografi sampai senjata nuklir.[76] Ia menjabat sebagai Perwakilan AS untuk Komite Sains NATO sewaktu istilah "rekayasa perangkat lunak" (software engineering) baru dicetuskan. Saat menjabat dalam jabatan tersebut, ia mengeluh bahwa banyak proyek perangkat lunak yang penyelesaiannya tertunda. Hal tersebut mendorong diskusi yang berujung pada pembentukan kelompok studi untuk merencanakan konferensi perdana mengenai rekayasa perangkat lunak.[77] Sepanjang masa hidupnya, Rabi meraih sejumlah penghargaan selain Penghargaan Nobel. Penghargaan-penghargaan tersebut meliputi Elliott Cresson Medal dari Franklin Institute pada tahun 1942,[78] Medal for Merit dan King's Medal for Service in the Cause of Freedom dari Britania Raya pada tahun 1948, Légion d'honneur dari Prancis pada tahun 1956,[79] Barnard Medal for Meritorious Service to Science dari Universitas Columbia pada tahun 1960,[80] Niels Bohr International Gold Medal dan Atoms for Peace Award pada tahun 1967, Oersted Medal dari Asosiasi Guru Fisika Amerika pada tahun 1982, Four Freedoms Award dari Institut Franklin dan Eleanor Roosevelt dan Public Welfare Medal dari Akademi Sains Nasional Amerika Serikat pada tahun 1985, dan Vannevar Bush Award dari Yayasan Sains Nasional Amerika Serikat pada tahun 1986.[79][81] Ia merupakan anggota fellow American Physical Society dan menjabat sebagai presidennya pada tahun 1950. Ia juga merupakan anggota Akademi Sains Nasional Amerika Serikat, American Philosophical Society, dan Akademi Seni dan Ilmu Pengetahuan Amerika Serikat. Ia secara internasional diakui dengan keanggotaan dalam Akademi Jepang dan Akademi Sains Brasil. Pada tahun 1959 ia diangkat menjadi anggota dewan direksi Institut Sains Weizmann di Israel.[27] Rabi meninggal di rumahnya di Riverside Drive, Manhattan karena kanker pada 11 Januari 1988.[64][58] Ia meninggalkan istrinya, Helen, yang meninggal di usia 102 tahun pada 18 Juni 2005.[82] Pada hari-hari terakhirnya, ia diingatkan atas prestasi terbesarnya ketika dokternya menggunakan pencitraan resonansi magnetik, teknologi yang dikembangkan dari gebrakan penelitiannya akan resonansi magnet. Mesin tersebut memiliki permukaan dalam yang reflektif, dan ia berkata, "Aku melihat diriku sendiri dalam mesin itu... Aku tak pernah berpikir bahwa karyaku bakal berujung menjadi ini."[83] Daftar pustaka
Catatan
Referensi
Pranala luarWikiquote memiliki koleksi kutipan yang berkaitan dengan: Isidor Isaac Rabi.
|