Ismail bin Syarif
Mulay Ismail bin Syarif (1634? atau 1645? – 22 Maret 1727), berkuasa 1672–1727,[1] (bahasa Arab: مولاي إسماعيل بن الشريف ابن النصر) adalah penguasa kedua Maroko dari dinasti Alawi. Seperti anggota dinasti lainnya, Ismail mengklaim sebagai keturunan Muhammad dari silsilah Hassan bin Ali. Ia juga dikenal di negaranya sebagai "Raja Petempur". Masa pemerintahanIa berkuasa sejak tahun 1672 sampai 1727, menggantikan saudara tirinya, Mulay Al-Rasyid yang wafat setelah jatuh dari kudanya. Pada usia 26 tahun, Mulay Ismail mewarisi negara yang lemah akibat peperangan suku dan suksesi kerajaan. Meknes, ibu kota yang dibangunnya, kadang dijuluki "Versailles-nya Maroko" karena terlihat mewah. Sebagian batu bangunannya diambil dari reruntuhan Romawi di Volubilis.[2] Ia juga mendapat julukan "si haus darah"[3] karena kekejamannya yang legendaris. Untuk mengintimidasi pesaingnya, Ismail memerintahkan agar dinding pelindung ibu kota dihiasi 10.000 kepala musuh yang tewas. Banyak cerita beredar tentang betapa mudahnya Ismail menghukum buruh atau pelayan yang dianggapnya malas dengan cara dipenggal atau disiksa. Selama 20 tahun masa pemerintahan Ismail, 30.000 orang diperkirakan tewas.[4] Pada masa pemerintahan Mulay Ismail, ibu kota Maroko dipindahkan dari Fez ke Meknes. Seperti sahabatnya, Raja Louis XIV dari Prancis, Mulay Ismail memulai pembangunan istana kerajaan dan monumen-monumen agung.[butuh rujukan] Pada tahun 1682, ia mengutus Mohammed Temim sebagai duta besar untuk Louis XIV. Ia bahkan mengajukan tawaran pernikahan utusannya dengan putri "sah" Louis XIV, Marie Anne de Bourbon. Tawaran tersebut ditolak oleh Marie Anne.[butuh rujukan] PengaruhMulay Ismail dianggap sebagai salah satu tokoh paling agung dalam sejarah Maroko. Ia memerangi bangsa Turki Utsmaniyah pada tahun 1679, 1682, dan 1695/96. Setelah serangkaian pertempuran, kemerdekaan Maroko akhirnya dihormati. Masalah lainnya adalah pencaplokan beberapa pelabuhan laut oleh bangsa Eropa. Ia merebut al-Mamurah (La Mamora) dari Spanyol tahun 1681, Tangier dari Inggris tahun 1684, dan Larache dari Spanyol tahun 1689. Mulay Ismail memiliki hubungan baik dengan Louis XIV, musuh Spanyol, dan membuat kesepakatan di berbagai bidang. Perwira Prancis melatih angkatan darat Maroko dan menyarankan pembuatan proyek pekerjaan umum di Maroko.[butuh rujukan] Mulay Ismail juga dikenal sebagai penguasa kejam dan menggunakan sedikitnya 25.000 budak dalam proyek pembangunan ibu kota.[6] Budak Kristennya sering dijadikan barang tawaran untuk negara-negara Eropa. Ia akan menukar tawanannya dengan uang atau hadiah bernilai tinggi. Sebagian besar budaknya ditangkap oleh pembajak Barbar melalui serangan laut di Eropa Barat.[7] Lebih dari 150.000 orang dari Afrika Sub-Sahara berdinas di Garda Hitam elit binaannya.[8] Pada waktu kematian Ismail, garda ini membesar sepuluh kali lipat dan menjadi pasukan terbesar dalam sejarah Maroko.[butuh rujukan] Mulay Ismail diduga memiliki 888 anak. Jumlah 867 anak yang terdiri dari 525 putra dan 342 putri tercatat pada tahun 1703. Putra ke-700 lahir tahun 1721.[3] Jumlah tersebut dianggap luas sebagai rekor keturunan terbanyak sepanjang catatan sejarah. Pasca mangkatnya Mulay Ismail pada usia 80 tahun (atau sekitaran 90 tahun sesuai tahun lahir 1634) pada tahun 1727, ada perebutan suksesi di kalangan putra-putranya. Para penggantinya melanjutkan program pembangunannya, tetapi pada tahun 1755, kompleks istana raksasa di Meknes rusak parah akibat gempa bumi. Tahun 1757, cucunya, Mohammad III memindahkan ibu kota ke Marrakech.[butuh rujukan] Budaya masyarakatNama Ismail bin Syarif disebutkan di bab 11 Candide karya Voltaire. Tokoh sultan di novel "The Sultan's Wife" karya Jane Johnson didasarkan pada Mulay Ismail. Lihat pula
Catatan kaki
Referensi
Pranala luar
|