Jamaluddin Jompa
Jamaluddin Jompa (lahir 8 Maret 1967) adalah dosen dan ahli biologi serta ekologi kelautan yang menjabat Rektor Universitas Hasanuddin periode 2022–2026. Ia juga adalah anggota Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) Komisi Ilmu Pengetahuan Dasar yang terpilih sejak 2020, dan Dekan Sekolah Pascasarjana Universitas Hasanuddin periode 2018–2022. Karier dan OrganisasiDi kampus yang ia pimpin, Jamal juga menjabat sebagai Ketua Pusat Keunggulan untuk Ketahanan Kelautan dan Pembangunan Berkelanjutan. Jamal memiliki pengalaman yang panjang dan kaya dalam biologi terumbu karang dan ekologi pesisir, termasuk bekerja dengan masyarakat pesisir. Karena kepakarannya, Jamal ditunjuk sebagai anggota Penasihat Bidang Ekologi Kelautan untuk Kementerian Kelautan dan Perikanan. Posisi-posisi strategis yang dipegang Jamal, antara lain, Direktur Pusat Penelitian dan Pengembangan Laut, Pesisir, dan Pulau-pulau Kecil Universitas Hasanuddin; Ketua Kelompok Penasihat Ilmiah untuk Komite Koordinasi Nasional CTI (Coral Triangle Initiative); Anggota Dewan Coral Triangle Center (CTC); dan Anggota Komisi Nasional untuk Penilaian Stok Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan. Jamal adalah anggota perdana Akademi Ilmuwan Muda Indonesia (ALMI) sekaligus ketua pertama ketika ALMI berdiri pada 2015. Pelantikan anggota perdana ALMI diselenggarakan di rumah Presiden RI ke-3 BJ Habibie sekaligus peluncuran dokumen SAINS45—Agenda Ilmu Pengetahuan Indonesia Menyongsong Satu Abad Kemerdekaan. Penghargaan dan KontribusiJamal adalah peraih penghargaan Pew Fellows for Marine Coservation Project dari The Pew Charitable Trusts pada 2019.[1] Sejak 2004, pemerintah Indonesia memperkenalkan Kawasan Konservasi Laut (KKL) untuk menjaga biodiversitas laut dan memanfaatkan sumber daya laut secara berkelanjutan. Jamal meneliti kondisi ekonomi dan sosial di wilayah pesisir yang terpilih sebagai KKL guna menentukan praktik terbaik untuk pengelolaan KKL di tingkat provinsi. Jamal mengidentifikasi potensi konflik dan solusinya untuk optimalisasi pemanfaatan sumber daya laut yang berkelanjutan dan berkeadilan di wilayah KKL serta meneliti ekosistem-ekosistem kunci, seperti terumbu karang, padang lamun, dan mangrove. Jamal juga melakukan upaya-upaya peningkatan kesadaran dan mendorong partisipasi masyarakat setempat, pelaku usaha, pemerintah, dan LSM. Jamal meraih gelar PhD dari James Cook University, Australia, pada 2003 dengan judul disertasi “Interactions between Macroalgae and Scleractinian Corals in the Context of Reef Degradation.” Setelah meraih gelar doktor, Jamal kembali ke almamaternya, Universitas Hasanuddin, untuk mendedikasikan ilmunya. Pada 2004, ia ditunjuk sebagai Direktur Pusat Studi Terumbu Karang, Universitas Hasanuddin. Pusat Studi ini memainkan peran penting dalam perkembangan penelitian terumbu karang di Indonesia dan dunia. Kepakaran dan hasil penelitian-penelitiannya memberikan dampak besar dalam perkembangan ilmu pengetahuan terkait ekosistem pesisir tropis. Pada 2017, Jamal mendapatkan penghargaan sebagai ilmuwan terbaik dengan sitasi publikasi internasional. Prestasi-prestasi Jamal ini mengantarkannya memperoleh kusala 2018 Chancellor’s Award Recipient dari almamaternya, James Cook University.[2] Jamal adalah penyokong penelitian dengan pendekatan multi- dan lintas disiplin. Sebagaimana tercermin ketika memimpin kegiatan-kegiatan ALMI yang lintas disiplin dan kolaboratif, Jamal juga melakukan hal yang sama di pusat kajian di Pascasarjana untuk mencari solusi berbagai masalah nasional yang memerlukan kontribusi ilmu pengetahuan. Misalnya, dalam inovasi industri rumput laut, Jamal mendorong sinergi berbagai sektor. Menurut Jamal, para pemain swasta di dalam bisnis ini pun dapat mengambil peran riset dan pengembangan, sebagaimana pemerintah dan perguruan tinggi. Jamal menegaskan bahwa laut merupakan sumber pangan yang dapat mengatasi masalah kekurangan gizi, stunting, dan penyakit-penyakit lain.[3] Sebagai Sekretaris Eksekutif COREMAP II (2007-2011), Jamal memiliki pengalaman panjang dalam penelitian terumbu karang dan pengelolaannya. COREMAP merupakan upaya besar jangka panjang untuk menyelamatkan terumbu karang di perairan nasional sembari meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir di kawasan konservasi laut. Ketika National Science Foundation (NSF) dan PEER Program-USAID meluncurkan program peningkatan ketangguhan terumbu karang Indonesia dan habitat-habitat laut lainnya seperti mangrove dan padang lamun terhadap perubahan iklim, Jamal dan tim adalah pihak yang diajak berkolaborasi. Program tahun 2013 ini juga berusaha meningkatkan kesehatan dan ketahanan (resiliensi) ekosistem, khususnya di kawasan konservasi laut . Program ini juga mengupayakan terwujudnya One Health, yang fokus pada kesehatan seluruh planet, termasuk manusia. Banyak penyakit yang ditularkan melalui air, dialirkan dari hulu ke laut melalui limbah, yang tidak hanya menyebabkan timbulnya penyakit pada manusia, tetapi juga pada terumbu karang. Keterkaitan erat kesehatan manusia dengan kehidupan alam liar, baik darat maupun laut, berpotensi menimbulkan pandemi penyakit-penyakit zoonosis, yakni penyakit yang ditularkan melalui hewan.[4] Terjadinya pandemi memberikan pukulan berat bagi masyarakat nelayan dan pesisir yang rentan. Jamal menekankan bahwa masyarakat yang terdampak pandemi semestinya mendapatkan perhatian khusus, dengan stimulus dan perbaikan sistem logistik sehingga membantu daya beli. Program atau kegiatan perikanan juga harus bertumpu pada data dan informasi, serta responsif pada kebutuhan rakyat.[5] Pandemi COVID-19 juga memperparah situasi malnutrisi, apalagi tingkat anak stunting dan kurang gizi di Indonesia sudah tinggi. Jamal mengusulkan pentingnya penataan ulang (great reset) sistem pangan. Jamal melihatnya sebagai sebuah kesempatan yang perlu diambil akibat pandemi untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan atau SDGs. Penataan sistem pangan berkaitan erat sekaligus dapat mendorong terwujudnya tujuan-tujuan lain dalam SDGs, yaitu peningkatan kesejahteraan; mengatasi kelaparan; kesehatan; kesetaraan gender; termasuk mengatasi perubahan iklim dengan sistem pertanian dan perikanan berkelanjutan.[6] Kehidupan PribadiJamaluddin Jompa lahir di Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan, 8 Maret 1967. Ayahnya adalah seorang anggota Kodim yang sering berpindah tugas. Jamal kecil bersekolah di SD di Sampeang, Kabupaten Bulukumba. Pada kelas 4 SD, mengikuti tugas ayahnya, Jamal pindah ke SD 13 Pinrang. Beberapa bulan kemudian, Jamal harus ikut pindah lagi ke Desa Paria, Kabupaten Pinrang. Jamal melanjutkan sekolah ke SMP 2 Pinrang, kemudian ke SMA 243 Pinrang (kini SMA 1 Pinrang). Seusai tamat SMA pada 1985, ia memilih Jurusan Perikanan, Universitas Hasanuddin, dan lulus sebagai sarjana pada 1989. Sebelum memasuki bangku kuliah, Jamal remaja lebih banyak menghabiskan waktunya bekerja di sawah setiap pulang sekolah. Karena Jamal bercita-cita melanjutkan kuliah di Universitas Hasanuddin, Jamal lebih sering belajar dan membaca buku di sawah. Usaha kerasnya bekerja dan belajar di sawah pun berbuah manis karena Jamal tidak hanya berhasil diterima di Universitas Hasanuddin, tetapi juga lulus ujian nasional SMA dengan nilai terbaik.[7] Pendidikan pascasarjana Jamal dimulai pada 1994 ketika mengambil program master dalam Coral Reef Assessment and Monitoring di McMaster University, Kanada. Jamal memperoleh gelar MSc pada 1996 dan kemudian melanjutkan program doktoral di James Cook University yang ia selesaikan pada 2003. Jamal menikah dengan Hartati Tamti, yang juga alumni Kelautan Universitas Hasanuddin. Mereka dikarunia empat orang anak, yaitu Muthiah Nur Afifah, Maulana Nur Ikhsan, Ahmad Walid Jamal, dan Fahri Nur Jauhar. Referensi
|