Jean-Marie Le Pen
Tahun 1965, ia membantu kampanye dari kandidat ekstrem kanan bernama Jean-Louis Tixier-Vignancour. Tahun 1972, ia membentuk Front Nasional (FN). Kampanyenya yang terus-menerus tentang bahaya serbuan kaum imigran Afrika Utara ke Prancis telah menaikkan dukungan baginya, dari 0,74% pada tahun 1974 menjadi 14% pada tahun 1988 dan 15% pada tahun 1995. Berbagai pernyataannya yang kontroversial telah membuatnya dicap sebagai tokoh yang rasis, anti-imigran, dan xenophobic (memiliki rasa benci terhadap orang asing). Dalam kampanye pemilu presiden tahun 2002, ia masih terus melontarkan gagasan lamanya tentang penghapusan pajak warisan sehingga perusahaan bisa berpindah tangan dari ayah ke anak, dan perlunya negosiasi ulang terhadap sejumlah kesepakatan antar-negara Eropa. Khusus tentang masalah imigran, pendapatnya tak pernah berubah. Lolosnya Le Pen juga menjadi kekhawatiran sejumlah negara tetangga Prancis. Menteri Luar Negeri Belgia Louis Michel mengaku kecewa. Juru bicara Pemerintah Yunani Christos Protopappas mengatakan, bahaya bagi demokrasi dengan naiknya ekstrem kanan dan xenophobia. Pejabat Komisi Uni Eropa Neil Kinnock menilai kemenangan Le Pen bagaikan “lemparan batu kotor yang besar ke kolam politik Eropa”. Tak ayak lagi, Le Pen kalah telak pada pemilu babak penentuan pada 5 Mei 2002. Dengan meraih sekitar 82% suara, kemenangan Jacques Chirac adalah yang terbesar sepanjang sejarah Prancis. Kemenangan kubu konservatif tersebut mengakhiri lima tahun penguasaan Assemblee Nationale oleh pihak kiri, sekaligus memberi kekuasaan kanan-tengah dan Jacques Chirac untuk mengontrol penuh atas kinerja parlemen. |