Johan Dominggus Hallatu
Johan Dominggus Hallatu (9 Desember 1921 - 8 Agustus 2002) adalah Upu Latu atau Raja Negeri Amahai (Lounusa Ma'atita) di Pulau Seram Maluku, yang memerintah pada tahun 1954.[1] Pada masa awal pemerintahannya, ia dihadapi dengan situasi politik di Nusantara yang tidak stabil di beberapa tempat. Ia adalah salah satu tokoh yang terlibat dalam pembangunan Ibukota Maluku Tengah yang akan dibangun di Pulau Seram saat itu. Sebagai Upu Latu atau Raja Negeri Amahai, Johan Dominggus Hallatu beserta Saniri Negeri Amahai bersama Demianus Maatoke Raja Negeri Haruru berserta Saniri Negeri Haruru mengajukan dataran "Nama" sebagai Ibukota kabupaten Maluku Tengah. Usulan tersebut didukung oleh para Upu Latu dari negeri-negeri di Seram Selatan. Hingga pada akhirnya dataran "Nama" secara resmi menjadi Ibukota Kabupaten Maluku Tengah pada 3 November 1957 dengan nama "Masohi" yang dihadiri dan diresmikan oleh Presiden Republik Indonesia Soekarno.[2][3] Kehidupan Awal dan KeluargaJohan Dominggus Hallatu lahir di Amahai pada tanggal 9 Desember 1921, dari pasangan Abraham Hallatu dan Benjamina Tentua. Ia diberi nama Johan berdasarkan nama Kakeknya dari pihak Ibunya yang bernama Johan Tentua. Ayahnya yakni Abraham Hallatu adalah pemegang kepemimpinan Upu Latu atau Raja di Negeri Amahai sebelumnya. Ia menikah dengan Wilhelmina Charlotta Pelupessy pada tahun 1949. Dia dan Wilhelmina memiliki 10 anak yakni 9 anak laki-laki dan 1 anak perempuan. Ia adalah Ayah dari Julianus Hallatu, Frederick Hallatu, Marthinus Hallatu, Doland Hallatu, William Hallatu, Risard Hallatu, Robby Hallatu, Ferdinand Hallatu, Abraham Hallatu, dan Elsye Hallatu. Anaknya nomor dua yaitu Frederick Hallatu memegang kepemimpinan sebagai Upu Latu Negeri Amahai sejak tahun 2009 sampai dengan saat ini.
Pada masa pemerintahannya, ia turut dalam menyaksikan pembangunan dan ditahbiskannya gedung gereja di Negeri Amahai yang sebelumnya ketika perang dunia II terjadi bombardir yang dilakukan pada 21 Desember 1943[4], menyebabkan bangunan gereja mengalami rusak berat. Barulah pada 8 Mei 1950 dilakukan peletakan batu pertama dan selesai pada 6 November 1961. Lalu ditahbiskan oleh Pendeta Warela K. Haulussy pada 23 Agustus 1964 dengan nama Gereja Imanuel. Pemberian nama Imanuel bermula dari Saniri Negeri Amahai meminta salah satu anak dari Upu Latu yaitu Marthinus Hallatu untuk mencabut kertas, dan ketika dibukanya terpilih nama Imanuel yang tertulis pada kertas tersebut. KematianJohan Dominggus Hallatu meninggal pada 8 Agustus 2002 di Bekasi. Kemudian isterinya meninggal pada 18 Juni 2006. Awalnya Johan Dominggus Hallatu beserta isterinya dimakamkan di Bekasi, barulah atas kesepakatan keluarga besar, maka pada Desember 2018 keluarga memindahkan tulang-tulangnya beserta tulang-tulang isterinya untuk dibawa dan dimakamkan di Negeri Amahai, Pulau Seram Maluku. Referensi
|