Juniperus pseudosabina
Juniperus pseudosabina atau dikenal dengan nama Dwarf Black Juniper, merupakan tumbuhan berbentuk semak tegak atau pohon kecil dari famili Cupressaceae yang tumbuh di bioma beriklim sedang. Nama ilmiah untuk spesies ini diperkenalkan oleh Friedrich Ernst Ludwig von Fischer pada tahun 1842.[2] MorfologiTumbuh berkelompok serta selalu hijau dengan tinggi mencapai 15 m, biasanya dioecious; cabang-cabang terakhir tersusun rapat, sebagian besar lurus, bersudut 4 atau terkadang ± terete. Daunnya seperti sisik dan seperti jarum; daun seperti jarum biasanya ditemukan pada bibit atau pohon muda, panjang 4-8 mm, runcing; daun seperti sisik belah ketupat, tumpul, panjang 1,5-2 mm, kelenjar abaksial di tengah, atau basal pada daun seperti jarum lonjong atau linier lebar, cekung. Kerucut serbuk sari berbentuk bulat telur atau subglobose, 2-3 mm; mikrosporofil 6-8, masing-masing dengan 2 atau 3 kantung serbuk sari. Kerucut biji berwarna hitam kebiruan atau hitam kecokelatan saat matang, lebih atau kurang kebiruan, bulat telur atau bulat telur lebar, 0,7 - 1,4 x 6-10 mm, berbiji 1. Biji berbentuk bulat telur atau elips, agak pipih, 6-7 x 4-6 mm, beralur, pangkal membulat atau runcing, ujung tumpul.[3][4] Distribusi dan PenyebaranTumbuhan ini merupakan tumbuhan asli dari Himalaya Barat dan pegunungan Asia Tengah yang tersebar di Afghanistan, Tajikistan, Kyrgyzstan, serta di Kazakhstan timur, Cina barat, Mongolia barat, dan Rusia selatan-tengah.[4][5] HabitatTanaman ini ditemukan dari Pakistan utara dan Kashmir hingga Nepal di daerah dengan ketinggian sekitar 1950-4100 m dengan iklim kontinental ekstrem (dengan musim panas yang pendek, panas, dan kering serta musim dingin yang panjang, dingin, dan bersalju), di hutan konifer subalpin bersama dengan Picea schrenkiana, Pinus sibrica, atau Pinus wallichiana, di hutan juniper, dan di semak belukar dan stepa pegunungan hingga subalpin.[4][5] PemanfaatanSeluruh bagian tanaman diyakini bermanfaat sebagai obat antiradang, saluran kemih, antiseptik, diuretik, emmenagog, mengeluarkan keringat, karminatif, dan bermanfaat untuk gangguan pencernaan. Akarnya digunakan untuk mengobati sistitis akut dan kronis, albuminuria, radang kandung kemih, gangguan ginjal, infeksi ginjal, leukorea, dan amenore. Kulit kayunya digunakan untuk mengobati edema nefritik pada anak-anak, asma, gonore, blennorhea paru, radang sendi, gangguan pernapasan, diabetes, gangguan kandung kemih, pielonefritis akut, batuk, gangguan perut, dan penyakit kulit. Buahnya dipercaya sebagai obat perut dan afrodisiak. Adapun, minyak esensialnya berperan sebagai emmenagog, aborsi, tonik, antelmintik, dan untuk meredakan sakit gigi dan wasir.[4] Status KonservasiStatus konservasi spesies ini terakhir kali dinilai pada tahun 2011 dalam Daftar Merah Spesies Terancam IUCN dengan kategori sebagai spesies berisiko rendah.[6] Referensi
|