KaesaropapismeKaesaropapisme /ˌsiːzəroʊˈpeɪpɪzəm/ adalah gagasan yang menggabungkan kekuasaan pemerintahan sekuler dengan pemerintahan religius, atau membuat kekuasaan sekuler lebih unggul dari kekuasaan spiritual di gereja. Justus Henning Böhmer (1674–1749) mungkin merupakan orang pertama yang mencetuskan istilah caesaropapism (Cäseropapismus).[1] Max Weber (1864-1920) menulis: "seorang penguasa yang sekuler, kaesaropapis... menjalankan kekuasaan tertinggi dalam urusan keagamaan lewat legitimasi otonomnya".[2] Menurut sosiologi politik Weber, dalam sistem kaesaropapisme para pemuka agama sepenuhnya tunduk kepada kekuasaan sekuler.[3] Dalam bentuk ekstremnya, kaesaropapisme adalah teori politik yang menyatakan bahwa kepala negara (terutama kaisar) juga merupakan kepala tertinggi gereja. Maka dari itu, kaesaropapisme merupakan kebalikan dari teokrasi (atau hierokrasi menurut Weber) di mana institusi gereja mengendalikan negara. Baik kaesaropapisme maupun teokrasi merupakan dua sistem yang tidak memisahkan gereja dengan negara. Salah satu contoh kaesaropapisme yang terkenal dalam sejarah adalah Kekaisaran Romawi Timur: Kaisar Romawi Timur tidak hanya mengendalikan aparatus negara, tetapi juga Gereja Konstantinopel atau Gereja Kristen Timur. Catatan kaki
|