Share to:

 

Kaum flagela

Kaum Flagela

Kaum Flagela (dari bahasa Latin Flaggelum artinya cambuk kecil) adalah sekumpulan orang yang menghukum diri dengan hukuman cambuk untuk menebus dosanya.[1] Kaum ini muncul pada 1260, tetapi baru terlihat perkembangan jumlahnya pada abad ke-14.[2] Mencambuk diri sebenarnya sudah ada sebelum kaum ini berkembang, terutama pada lingkungan monastik (kebiaraan). Akan tetapi, tindakan ini semakin berkembang dan memengaruhi setiap orang untuk melakukannya, dengan alasan bahwa Tuhan akan menghukum dunia ini sehingga manusia harus menghukum diri sedemikian rupa supaya penghancuran dunia tidak terjadi. Kaum flagela menjunjung tinggi disiplin bahkan menganggap hukuman cambuk sebagai ritual. Orang yang ingin bergabung dengan kaum flagela ini harus melakukan hal yang serupa selama tiga puluh tiga ditambah setengah hari. Setelah periode itu, kaum flagela wajib mencambuk dirinya setiap tahun ketika hari Jumat Agung. Jenis ritual lain kaum ini adalah setiap dua hari sekali mereka berbaris secara berkelompok sambil menyanyikan hymne, lalu berkumpul di alun-alun dan mulai melakukan pencambukan diri.

Flagellan merupakan istilah yang berasal dari bahasa Latin: flagellare, kata ini berarti menyiksa diri dengan flagellum:yang berati pecut.[3] Flagellan merupakan kelompok orang Kristen yang menyiksa dirinya sendiri di depan umum sebagai bentuk penghukuman atas dosa-dosa yang telah dilakukannya.[3] Ini adalah gerakan yang dianggap radikal pada abad ke-13 dan beberapa tahun setelahnya.[4] Gerakan ini disebut bidat karena mereka semua melakukan prosesi panjang yang diikuti oleh ribuan orang. Prosesi ini kemudian menjadi hal ekstrem karena mereka berjalan sambil memukul badan mereka sendiri menggunakan alat pecut. Pada abad ke-13 bidat ini hidup di Italy tetapi keberadaannya ini menyebabkan kerusuhan yang besar. Tetapi pada abad-14, gerakan yang dianggap bidat ini justru berkembang dengan baik di Jerman. Gerakan ini mengalami banyak hambatan, kaum flagellan dikutuk oleh Paus Klemens VI pada tahun 1349, namun gerakan ini tetap hidup hingga abad ke-15 di daerah Pegunungan Alpen Utara. Gerakan ini terus berkembang hingga saat ini.

Referensi

  1. ^ Henk ten Napel.2009, Kamus Teologi. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Hlm. 140.
  2. ^ Justo L. Gonzalez.1984, The Story of Christianity vol 1. New York: HarperSanFrancisco. Hlm. 360.
  3. ^ a b Pringgodigdo, Hasan Sahdily. 1973. Ensiklopedi Umum. Yogyakarta:Kanisius. Hlm 329.
  4. ^ F.D.Wellem. 2006. Kamus Sejarah Gereja. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Hlm 106.
Kembali kehalaman sebelumnya