Share to:

 

Kelapa sawit

Kelapa sawit
Kelapa sawit Afrika (Elaeis guineensis)
Klasifikasi ilmiah Sunting klasifikasi ini
Kerajaan: Plantae
Klad: Tracheophyta
Klad: Angiospermae
Klad: Monokotil
Klad: Komelinid
Ordo: Arecales
Famili: Arecaceae
Subfamili: Arecoideae
Tribus: Cocoseae
Genus: Elaeis
Jacq.
Species

Elaeis guineensis
Elaeis oleifera

Kelapa sawit adalah jenis tumbuhan yang termasuk dalam genus Elaeis dan ordo Arecaceae. Tumbuhan ini digunakan dalam usaha pertanian komersial untuk memproduksi minyak sawit. Genus ini memiliki dua spesies anggota. Kelapa sawit Elaeis guineensis adalah spesies kelapa sawit yang paling umum dibudidayakan di dunia, terutama di Indonesia, dan sumber utama minyak kelapa sawit dunia. Kelapa sawit Elaeis oleifera[1] adalah tanaman asli Amerika Selatan dan Tengah tropis,[2] dan digunakan secara lokal untuk produksi minyak.

Kelapa sawit merupakan tumbuhan industri sebagai bahan baku penghasil minyak masak, minyak industri, maupun bahan bakar. Indonesia adalah penghasil minyak kelapa sawit terbesar di dunia.[3] Di Indonesia penyebarannya di daerah Aceh, pantai timur Sumatra, Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi. Terdapat beberapa spesies kelapa sawit yaitu E. guineensis Jacq., E. oleifera, dan E. odora. Varietas atau tipe kelapa sawit digolongkan berdasarkan dua karakteristik yaitu ketebalan endokarp dan warna buah. Berdasarkan ketebalan endokarpnya, kelapa sawit digolongkan menjadi tiga varietas yaitu Dura, Pisifera, dan Tenera, sedangkan menurut warna buahnya, kelapa sawit digolongkan menjadi tiga varietas yaitu Nigrescens, Virescens, dan Albescens. Secara umum, kelapa sawit terdiri atas beberapa bagian yaitu akar, batang, daun, bunga dan buah. Bagian dari kelapa sawit yang diolah menjadi minyak adalah buah.[4]

Ciri-ciri

Arecaceae dewasa bertangkai tunggal, dan dapat tumbuh dengan ketinggian lebih dari 20 m (66 ft). Daunnya menyirip, dan panjang mencapai antara 3–5 m (10–16 ft). Bunganya diproduksi dalam bentuk padat; masing-masing bunga kecil, dengan tiga sepal dan tiga kelopak.

Buahnya berwarna kemerahan, seukuran plum besar, dan tumbuh dalam tandan besar. Setiap buah terdiri dari lapisan luar yang mengandung minyak (perikarp), dengan biji tunggal (inti sawit), juga kaya akan minyak.

Kelapa sawit berbentuk pohon. Tingginya dapat mencapai 24 meter. Akar serabut tanaman kelapa sawit mengarah ke bawah dan samping. Selain itu juga terdapat beberapa akar napas yang tumbuh mengarah ke samping atas untuk mendapatkan tambahan aerasi.

Seperti jenis palma lainnya, daunnya tersusun majemuk menyirip. Daun berwarna hijau tua dan pelepah berwarna sedikit lebih muda. Penampilannya agak mirip dengan tanaman salak, hanya saja dengan duri yang tidak terlalu keras dan tajam. Batang tanaman diselimuti bekas pelepah hingga umur 12 tahun. Setelah umur 12 tahun pelepah yang mengering akan terlepas sehingga penampilan menjadi mirip dengan kelapa.

Bunga jantan dan betina terpisah namun berada pada satu pohon (monoecious diclin) dan memiliki waktu pematangan berbeda sehingga sangat jarang terjadi penyerbukan sendiri. Bunga jantan memiliki bentuk lancip dan panjang sementara bunga betina terlihat lebih besar dan mekar.

Tanaman sawit dengan tipe cangkang pisifera bersifat female steril sehingga sangat jarang menghasilkan tandan buah dan dalam produksi benih unggul digunakan sebagai tetua jantan.

Buah sawit mempunyai warna bervariasi dari hitam, ungu, hingga merah tergantung bibit yang digunakan. Buah bergerombol dalam tandan yang muncul dari tiap pelepah. Minyak dihasilkan oleh buah. Kandungan minyak bertambah sesuai kematangan buah. Setelah melewati fase matang, kandungan asam lemak bebas (FFA, free fatty acid) akan meningkat dan buah akan rontok dengan sendirinya.

Buah terdiri dari tiga lapisan:

  • Eksoskarp, bagian kulit buah berwarna kemerahan dan licin.
  • Mesoskarp, serabut buah
  • Endoskarp, cangkang pelindung inti

Inti sawit (kernel, yang sebetulnya adalah biji) merupakan endosperma dan embrio dengan kandungan minyak inti berkualitas tinggi.

Kelapa sawit berkembang biak dengan cara generatif. Buah sawit matang pada kondisi tertentu embrionya akan berkecambah menghasilkan tunas (plumula) dan bakal akar (radikula).

Habitat aslinya adalah daerah semak belukar. Sawit dapat tumbuh dengan baik di daerah tropis (15° LU - 15° LS)

Spesies

Kedua spesies, E. guineensis dan E. oleifera dapat menghasilkan hibrida subur. Genom E. guineensis telah diurutkan, yang memiliki implikasi penting untuk membiakkan tanaman yang lebih baik.[5]

Gambar Nama Nama umum Habitat asal
Elaeis guineensis Jacq. Kelapa sawit afrika Afrika barat dan barat daya, khususnya antara wilayah Angola dan Gambia
Elaeis oleifera (Kunth) Cortés Kelapa sawit amerika Amerika Selatan dan Tengah, dari Honduras hingga Brasil bagian utara

Budi daya

Karena minyak kelapa sawit mengandung lebih banyak lemak jenuh daripada minyak yang terbuat dari kanola, jagung, biji rami, kacang kedelai, safflower, dan bunga matahari, minyak kelapa sawit dapat tahan terhadap panas yang ekstrem dan tahan terhadap oksidasi.[6] Ini tidak mengandung lemak trans, dan penggunaannya dalam makanan telah meningkat sebagai hukum pelabelan makanan dan telah mengubah dalam penentuan kandungan lemak trans. Minyak dari Elaeis guineensis juga digunakan sebagai biofuel.

Penggunaan minyak kelapa sawit telah dilakukan sekitar 5.000 tahun yang lalu di pesisir barat Afrika. Minyak kelapa sawit juga ditemukan pada akhir abad ke-19 oleh para arkeolog di sebuah makam di Abydos yang berasal dari 3000 SM.[7] Diperkirakan pedagang Arab membawa kelapa sawit ke Mesir.[8]

Elaeis guineensis sekarang banyak dibudidayakan di negara-negara tropis di luar Afrika, khususnya Malaysia dan Indonesia yang bersama-sama menghasilkan minyak kelapa sawit dan menjadi pemasok besar dunia.

Kelapa sawit yang dibudidayakan terdiri dari dua spesies: E. guineensis dan E. oleifera. Spesies pertama yang terluas dibudidayakan orang. Dari kedua spesies kelapa sawit ini memiliki keunggulan masing-masing. E. guineensis memiliki produksi yang sangat tinggi dan E. oleifera memiliki tinggi tanaman yang rendah. Banyak orang sedang menyilangkan kedua spesies ini untuk mendapatkan spesies yang tinggi produksi dan mudah dipanen. E. oleifera sekarang mulai dibudidayakan pula untuk menambah keanekaragaman sumber daya genetik.

Penangkar sering kali melihat spesies kelapa sawit berdasarkan ketebalan cangkang, yang terdiri dari:

  • Dura;
  • Pisifera; dan
  • Tenera

Dura merupakan sawit yang buahnya memiliki cangkang tebal sehingga dianggap memperpendek umur mesin pengolah namun biasanya, tandan buahnya berukuran besar dan kandungan minyak per tandannya berkisar 18%. Pisifera buahnya tidak memiliki cangkang, sehingga tidak memiliki inti (kernel) yang menghasilkan minyak ekonomis dan bunga betinanya steril sehingga sangat jarang menghasilkan buah. Tenera adalah persilangan antara induk Dura dan jantan Pisifera. Jenis ini dianggap bibit unggul sebab melengkapi kekurangan masing-masing induk dengan sifat cangkang buah tipis namun bunga betinanya tetap fertil. Beberapa tenera unggul memiliki persentase daging per buahnya mencapai 90% dan kandungan minyak per tandannya dapat mencapai 28%.

Untuk pembibitan massal, sekarang digunakan teknik kultur jaringan.

Syarat hidup

Kelapa sawit biasa ditemukan di daerah semak belukar dengan berbagai jenis tipe tanah seperti podzolik, latosol, hidromorfik kelabu, alluvial atau regosol, tanah gambut saprik, dataran pantai dan muara sungai. Jenis tanah tersebut memengaruhi tingkat produksi kelapa sawit, di mana produktivitas kelapa sawit yang ditumbuhkan di tanah podzolik lebih tinggi dibandingkan ditumbuhkan di tanah berpasir dan gambut. Kelapa sawit kurang optimal jika ditumbuhkan di Pulau Jawa karena jenis tanahnya yang kurang sesuai dengan jenis tanah yang mendukung pertumbuhan kelapa sawit. Temperatur optimal untuk pertumbuhan kelapa sawit adalah 24-28 °C dengan ketinggian 1-500 mdpl dan tingkat kelembapan 80-90%. Kecepatan angin yang optimal adalah 5–6 km/jam, di mana kecepatan angin akan membantu proses penyerbukan bunga kelapa sawit. Kelapa sawit membutuhkan curah hujan yang sangat tinggi yaitu sekitar 1500–4000 mm per tahun. Tingkat curah hujan memengaruhi jumlah pelepah yang dihasilkan oleh kelapa sawit. Pola curah hujan tahunan memengaruhi perilaku pembungaan dan produksi buah sawit. Kebutuhan penyinaran kelapa sawit berada pada rentang normal yaitu 5-7 jam/hari, sehingga dalam perkebunan kelapa sawit jarak tanam dibuat dengan ukuran 9x9 meter agar setiap tumbuhan mendapatkan cukup cahaya.[9][10]

Kontroversi

Minyak sawit biasanya dianggap sebagai minyak goreng yang paling kontroversial - untuk alasan kesehatan dan lingkungan.[11] Perkebunan kelapa sawit berada di bawah pengawasan ketat terhadap kerusakan sosial dan lingkungan, terutama karena hutan hujan dengan keanekaragaman hayati tinggi dihancurkan, pengaruh gas rumah kaca meningkat, dan pekerja buruh lokal telantar oleh perusahaan minyak kelapa sawit yang tidak bermoral dan mata pencaharian tradisional terkena dampak negatif. Khususnya di Indonesia, ada juga tekanan yang makin besar bagi produsen minyak kelapa untuk membuktikan bahwa mereka tidak membahayakan hewan langka dalam proses pembudidayaan.[12]

Pada tahun 2018, iklan TV Natal oleh jaringan supermarket Islandia, diproduksi oleh Greenpeace, dilarang oleh pengawas iklan UK Clearcast.[13] Islandia telah berkomitmen untuk melarang minyak sawit dari produk mereknya sendiri pada akhir 2018.[14]

Inovasi dalam produksi

Biji kelapa sawit tidak berkecambah secara cepat karena adanya sifat dormansi. Batang kelapa sawit memiliki kecepatan tumbuh sekitar 35–75 cm per tahunnya. Untuk meningkatkan kecepatan produksi, maka dilakukan beberapa inovasi. Metode pertama yang dilakukan adalah pengecambahan biji kelapa sawit. Hal ini dilakukan untuk menghilangkan dormansi benih dan meningkatkan persentasi daya kecambah. Metode kedua adalah pemupukan. Pupuk yang dapat ditambahkan dapat berupa pupuk organik maupun anorganik. Pupuk organik dimanfaatkan dalam memperbaiki struktur tanah dan memberikan pasokan zat hara bagi tanaman. Pupuk anorganik yang biasa ditambahkan adalah pupuk NPK. Efektivitas pemupukan akan tinggi jika pupuk diberikan dalam dosis yang rendah secara kontinu.[10] Metode ketiga adalah pengendalian gulma. Pengendalian gulma dapat dilakukan secara manual, kimiawi, dan biologis. Secara manual dapat dilakukan melalui penyiangan piringan kelapa sawit dengan memotong rerumputan. Pengendalian gulma secara kimiawi dilakukan dengan pemberian herbisida dengan memperhatikan beberapa faktor yaitu mekanisme kerja herbisida, cara pemberian dan sifat gulma. Herbisida memiliki berbagai macam mekanisme kerja seperti mempengaruhi respirasi dan fotosintesis gulma, serta menghambat perkecambahan gulma, menghambat sintesis asam amino dan metabolisme lipid [15] Metode keempat adalah pengendalian hama. Hama yang umum menyerang kelapa sawit antara lain ulat api, ulat kantong, tikus, rayap, kumbang bahkan babi hutan. Pengendalian hama dapat dilakukan dengan pemberian insektisida atau menggunakan predator alaminya.[10]

Hama dan penyakit

Faktor yang dapat menyebabkan penurunan hasil produksi pada tanaman kelapa sawit di antaranya hama dan penyakit. Serangan hama utama ulat pemakan daun kelapa sawit, yakni ulat api (Lepidoptera: Limacodidae) dan ulat kantong (Lepidoptera: Psychidae). [16] Potensi kehilangan hasil yang disebabkan kedua hama ini dapat mencapai 35%. [17] Jenis ulat api yang paling banyak ditemukan di lapangan adalah Setothosea asigna, Setora nitens, Darna trima, Darna diducta dan Darna bradleyi. [18] Selain hama, penyakit juga menimbulkan masalah pada pertanaman kelapa sawit. Penyakit busuk pangkal batang yang disebabkan oleh infeksi cendawan Ganoderma boninense merupakan penyakit penting yang menyerang kebun-kebun kelapa sawit. Cendawan G. boninense merupakan patogen tular tanah yang merupakan parasitik fakultatif dengan kisaran inang yang luas dan mempunyai kemampuan saprofitik yang tinggi. [19] Gejala awal penyakit busuk pangkal batang pada tanaman kelapa sawit belum menghasilkan (TBM) terlihat dari luar adanya daun yang menguning pada satu sisi, atau adanya bintik-bintik kuning dari daun muda, yang kemudian diikuti dengan nekrosis. Pada tanaman menghasilkan (TM), gejala berupa beberapa daun tombak tidak terbuka dan kanopi daun umumnya pucat (menguning). Daun yang terserang kemudian mati dimana nekrosis dimulai pada daun yang paling tua dan merambat meluas ke atas ke arah mahkota daun. Makin lama, maka tanaman kemudian mati ditandai dengan daun kering terkulai pada ujung pelepah pada batang atau patah tulang di beberapa titik sepanjang anak daun, dan menggantung ke bawah.[20]

Pengembangan

Kajian metabolomik dilakukan sebagai strategi untuk meningkatkan kualitas dari produk minyak kelapa sawit. Analisis metabolit yang terdapat dalam minyak kelapa sawit dapat dilakukan menggunakan Ulta-High-Pressure Liquid Chromatography Mass Spectrometry (UHPLC-MS). Dari spektrum yang dihasilkan dapat diketahui komponen-komponen yang terdapat dalam minyak. Dengan diuji berbagai jenis minyak dengan perlakuan yang berbeda seperti proses pemanenan, pengolahan, dan penyimpanan minyak, maka dapat diketahui varian mana yang menghasilkan produk dengan kualitas tertinggi.[21]

Kajian metabolomik juga dilakukan dengan tujuan mengindentifikasi biomarker dengan melakukan screening pada populasi kelapa sawit yang resisten terhadap Ganoderma boninense. Salah satu penyakit pda kelapa sawit adalah Basal Stem Root atau BSR yang disebabkan oleh Ganoderma boninense. Penyakit BSR merupakan masalah yang serius dan menimbulkan dampak destruktif pada kelapa sawit, umumnya di Asia Tenggara. BSR ini dapat menyebabkan kerugian ekonomi yang besar karena tidak maksimalnya pertumbuhan dan buah kelapa sawit yang dihasilkan. Akibat dampak yang ditumbulkan, maka diperlukan suatu kontrol pengukuran untuk mengatasi kerusakan yang ditimbulkan oleh penyakit pada kelapa sawit yang terserang. Telah dilakukan kontrol pengukuran melalui manajemen penanaman untuk meminimalkan penyebaran BSR seperti penggundukan tanah, penghilangan tanaman yang telah terserang, dan treatment menggunakan fungisida, dazomet, hexacomazole hingga penggunaan pupuk GanoCareTM. Namun perlakuan ini hanya dapat mengontrol penyakit dan menurunkan laju perkembangan penyakit. Kemudian, dilakukan inovasi dengan pendekatan metabolomik. Kelapa sawit dengan kerentanan yang berbeda terhadap G. boninense berdasarkan uji indukan kelapa sawit menggunakan teknik inokulasi akar untuk mengidentifikasi kelapa sawit yang partially tolerant dan rentan terhadap G. boninense dianalisis menggunakan pendekatan metabolomik dengan instrumen GCxGC-TOF-MS. Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis multivariat PLS dan OPLS-DA sehingga didapatkan data cross-validation dan fungsi tes respon permutasi. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa terdapat 7 jenis metabolit yang berkontribusi dalam perbedaan kerentanan kelapa sawit terhadap G. boninense yaitu mannose, xylose, glucopyranose, myo-inositol, dan hexadecanoic acid yang ditemukan dalam jumlah yang tinggi pada kelapa sawit partially tolerant, sedangkan cadaverine dan turanose ditemukan dalam jumlah tinggi pada kelapa sawit yang rentan. Pendekatan ini dapat meningkatkan pemahaman mengenai mekanisme pertahanan kelapa sawit terhadap G. boninense. Metode ini dapat diaplikasikan dalam pemilihan bibit kelapa sawit yang unggul dan rentan terhadap penyakit BSR.[22]

Peningkatan kualitas dan keberlanjutan minyak kelapa sawit dalam hal pengembangbiakan, genomik fungsional dan kulur jaringan dapat dilakukan dengan melakukan analisis menggunakan pendekatan proteomik dan metabolomik atau yang disebut juga PROMET. Analisis PROMET memungkinkan untuk dilakukannya identifikasi sifat ekonomi yang penting dalam budidaya tanaman hasil panen seperti kandungan asam lemak yang nilainya lebih tinggi dan rendemen kelapa sawit yang tinggi. Analisis ini bersifat kompleks dengan menggunakan beberapa instrumentasi seperti Matrix-assisted Laser Desorption Ionization Time of Flight (MALDI-TOF), Liquid Chromatography (LC) dan Gas Chromatography-quadruple-TOF (GC-TOF) dimana MS atau Mass Spectrometry merupakan instrumenttasi yang paling penting. Salah satu analisis yang dilakukan adalah melakukan seleksi kelapa sawit yang toleran terhadap Ganoderma boninense dengan melakukan pengujian terhadap metabolit yang membantu dalam memahami mekanisme gen resisten dalam kelapa sawit dalam melawan penyakit. Penelitian ini dapat meningkatkan pemahaman mengenai penyakit dan kemungkinan diciptakannya produk yang dapat memonitor adanya penyakit. Dalam jangka panjang, penelitian ini akan meingkatkan produktivitas dan keberlanjutan dari minyak kelapa sawit.[23]

Lihat juga

Referensi

  1. ^ Gledhill, David (2008). The Name of Plants (edisi ke-4). Cambridge: University Press. hlm. 279. 
  2. ^ Collins Guide to Tropical Plants, ISBN 0-00-219112-1
  3. ^ PricewaterhouseCoopers. "Plantation". PwC (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-10-05. 
  4. ^ Sastrosayono, S., 2003. Budidaya Kelapa Sawit. Jakarta: Agromedia Pustaka
  5. ^ Singh, R.; Ong-Abdullah, M.; Low, E.-T.L.; Manaf, M.A.A.; Rosli, R.; Nookiah, R.; Ooi, L.C.-L.; Ooi, S.-E.; Chan, K.-L.; Halim, M.A.; Azizi, N.; Nagappan, J.; Bacher, B.; Lakey, N.; Smith, S.W.; He, D.; Hogan, M.; Budiman, M.A.; Lee, E.K.; DeSalle, R.; Kudrna, D.; Goicoechea, J.L.; Wing, R.A.; Wilson, R.K.; Fulton, R.S.; Ordway, J.M.; Martienssen, R.A.; Sambanthamurthi, R. (2013). "Oil palm genome sequence reveals divergence of interfertile species in Old and New worlds". Nature. 500: 335–339. doi:10.1038/nature12309. PMC 3929164alt=Dapat diakses gratis. PMID 23883927. 
  6. ^ De Marco, Elena; Savarese, Maria; Parisini, Cristina; Battimo, Ilaria; Falco, Salvatore; Sacchi, Raffaele (2007). "Frying performance of a sunflower/palm oil blend in comparison with pure palm oil". European Journal of Lipid Science and Technology. 109 (3): 237–246. doi:10.1002/ejlt.200600192. 
  7. ^ Kiple, Kenneth F.; Conee Ornelas, Kriemhild, ed. (2000). The Cambridge World History of Food. Cambridge University Press. ISBN 0521402166. Diarsipkan dari versi asli tanggal 20 October 2012. Diakses tanggal 30 August 2012. 
  8. ^ Obahiagbon, F.I. (2012). "A Review: Aspects of the African Oil Palm (Elaeis guineesis Jacq.)" (PDF). American Journal of Biochemistry and Molecular Biology: 1–14. doi:10.3923/ajbmb.2012. Diakses tanggal 30 August 2012. 
  9. ^ Kiswanto. 2008. Teknologi Budidaya Kelapa Sawit. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
  10. ^ a b c Pahan, I., 2006. Panduan Lengkap Kelapa Sawit Manajemen Agribisnis dari Hulu hingga Hilir. Jakarta.: Penebar Swadaya
  11. ^ https://www.independent.co.uk/life-style/palm-oil-health-impact-environment-animals-deforestation-heart-a8505521.html
  12. ^ "Palm Oil Plantations Are Blamed For Many Evils. But Change Is Coming". NPR.org (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2017-07-19. 
  13. ^ https://www.independent.co.uk/voices/iceland-christmas-advert-banned-tv-greenpeace-palm-oil-political-emma-thompson-a8626416.html
  14. ^ https://www.bbc.co.uk/news/business-43696948
  15. ^ Djojosumarto, P. 2008. Teknik Aplikasi Pestisida Pertanian. Yogyakarta: Kanisius
  16. ^ Pengamatan Kelimpahan Ulat Api (Limacodidae) dan Ulat Kantung (Psychidae) serta Predator Pada Perkebunan Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Cikidang Plantation Estate di Bawah Naungan Karet
  17. ^ Ulat api (Limacodidae) dan ulat kantung (Psychidae) serta musuh alami pada pertanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis jacq.) PTPN VIII, Cimulang
  18. ^ Kelimpahan Populasi Ulat Api (Lepidoptera: Limacodidae) dan Ulat Kantung (Lepidoptera: Psychidae) serta Predator pada Perkebunan Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Cikidang Plantation Estate, Sukabumi
  19. ^ Pengembangan Teknik Inokulasi Buatan Ganoderma boninense Pat. Pada Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.)
  20. ^ "Ganoderma : "Antisipasi Serangan Ganoderma Di Lahan Replanting Perkebunan Kelapa Sawit" (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2019-03-12. [pranala nonaktif permanen]
  21. ^ Vargas, Luiz Henrique Galli; Neto, Jorge Candido Rodrigues; de Aquino Ribeiro, José Antônio; Ricci-Silva, Maria Esther; Souza, Manoel Teixeira; Rodrigues, Clenilson Martins; de Oliveira, Anselmo Elcana; Abdelnur, Patrícia Verardi (2016-09-15). "Metabolomics analysis of oil palm (Elaeis guineensis) leaf: evaluation of sample preparation steps using UHPLC–MS/MS". Metabolomics. 12 (10). doi:10.1007/s11306-016-1100-z. ISSN 1573-3882. 
  22. ^ Malaysian Palm Oil Board, No. 6, Persiaran Institusi, Bandar Baru Bangi, 43000 Kajang, Selangor, Malaysia; Rozali, Nurul Liyana; Yarmo, Mohd Ambar; School of Chemical Sciences and Food Technology, Faculty of Science and Technology, Universiti Kebangsaan Malaysia, 43600 Bangi, Selangor, Malaysia; Idris, Abu Seman; Malaysian Palm Oil Board, No. 6, Persiaran Institusi, Bandar Baru Bangi, 43000 Kajang, Selangor, Malaysia; Kushairi, Ahmad; Malaysian Palm Oil Board, No. 6, Persiaran Institusi, Bandar Baru Bangi, 43000 Kajang, Selangor, Malaysia; Ramli, Umi Salamah (2017-02-20). "Metabolomics differentiation of oil palm (Elaeis guineensis Jacq.) spear leaf with contrasting susceptibility to Ganoderma boninense" (PDF). Plant Omics. 10 (02): 45–52. doi:10.21475/poj.10.02.17.pne364. 
  23. ^ Ramli, U.S., Chung, B.L.Y., Tahir, N.I.M., Shahwan, S., Hassa, H., Zain, N., Rozali, N.L., Dzulkafli, S.B., Ishak, N.M., Othman, A. 2016. Proteomics and Metabolomics: Spearheading Oil Palm Improvement and Sustainability. The Planter. 92(1087): 727-737
Kembali kehalaman sebelumnya