Kelumpuhan berkala tirotoksik
Kelumpuhan berkala tirotoksik (thyrotoxic periodic paralysis, TPP) adalah suatu penyakit dengan gejala serangan kelemahan otot karena adanya hipertiroidisme (aktivitas kelenjar tiroid yang berlebihan). Selama serangan terjadi, biasanya juga muncul hipokalemia (penurunan kadar kalium dalam darah). Penyakit ini dapat mengancam jiwa karena kelemahan otot pernapasan bisa menyebabkan kegagalan pernapasan, sedangkan kadar kalium yang rendah bisa menyebabkan aritmia jantung (ketidakteraturan dalam denyut jantung).[1] Jika tidak diobati, biasanya bersifat kambuhan.[1] Penyakit ini telah dikaitkan dengan mutasi genetik pada gen yang menyandi kanal ion natrium dan kalium melintasi membran sel, terutama kanal kalsium tipe-L subunit α-1 dan Kir2.6. Abnormalitas pada kanal diperkirakan menyebabkan perpindahan kalium ke dalam sel, dalam kondisi kadar tiroksin yang tinggi, biasanya dengan faktor pemicu tambahan. Pengobatan hipokalemia, diikuti dengan koreksi hipertiroidisme, mengarah pada perbaikan yang lengkap. Penyakit ini terjadi terutama pada pria keturunan Cina, Jepang, Vietnam, Filipina, dan Korea.[1] TPP merupakan salah satu dari beberapa penyakit yang dapat menyebabkan kelumpuhan berulang.[2] Tanda dan gejalaSerangan sering kali diawali dengan nyeri otot, kram, dan kekakuan. Hal ini diikuti oleh kelemahan atau kelumpuhan yang cenderung berkembang dengan cepat, biasanya pada sore hari atau dini hari. Kelemahan biasanya simetris; otot-otot tungkai yang lebih dekat ke batang tubuh sebagian besar terpengaruh, dan kelemahan cenderung mulai di kaki dan menyebar ke lengan. Otot-otot mulut dan tenggorokan, mata, dan pernapasan biasanya tidak terpengaruh, tetapi kadang-kadang kelemahan otot-otot pernapasan dapat menyebabkan gagal napas yang mengancam jiwa. Serangan biasanya sembuh dalam beberapa jam hingga beberapa hari, bahkan tanpa pengobatan. Pada pemeriksaan neurologis selama serangan, kelemahan tungkai yang lembek dicatat; refleks biasanya berkurang, tetapi sistem sensorik tidak terpengaruh. Status mental tidak terpengaruh.[3] Serangan dapat disebabkan oleh aktivitas fisik, konsumsi minuman beralkohol, atau makanan tinggi karbohidrat atau garam. Hal ini mungkin menjelaskan mengapa serangan lebih sering terjadi pada musim panas ketika lebih banyak orang mengkonsumsi minuman manis dan berolahraga. Serangan terkait olahraga cenderung terjadi selama periode istirahat segera setelah berolahraga; Oleh karena itu, olahraga mungkin direkomendasikan untuk membatalkan serangan.[1] Kemungkinan terdapat gejala aktivitas tiroid yang berlebihan, seperti penurunan berat badan, detak jantung yang cepat, tremor, dan keringat; tetapi gejala tersebut hanya terjadi pada setengah dari semua kasus. Penyakit tiroid juga dapat menyebabkan kelemahan otot dalam bentuk miopati tirotoksik, tetapi ini bersifat konstan daripada episodik.[3] PenyebabGenetikMutasi genetik pada kanal kalsium tipe-L α1-subunit (Cav1.1) telah dijelaskan pada populasi Cina Selatan dengan TPP. Mutasi terletak pada bagian gen yang berbeda dari yang dijelaskan dalam kondisi terkait kelumpuhan periodik familial. Dalam TPP, mutasi berupa polimorfisme nukleotida tunggal yang terletak pada elemen respons hormon tiroid, menyiratkan bahwa transkripsi gen dan produksi kanal ion dapat diubah oleh peningkatan kadar hormon tiroid. Selain itu, mutasi telah dilaporkan pada gen yang menyandi kanal kalium berpintu tegangan, subfamili terkait Shaw, anggota 4 (Kv3.4) dan protein kanal natrium tipe 4 subunit alfa (Na41.4).[1] Pada pasien dengan TPP, sebanyak 33% dari berbagai populasi terbukti memiliki mutasi pada KCNJ18, suatu gen yang menyandi Kir2.6. Gen ini juga memiliki elemen respons tiroid.[4] Bentuk-bentuk tertentu dari antigen leukosit manusia (HLA)—terutama B46, DR9, DQB1*0303, A2, Bw22, AW19, B17, dan DRW8—lebih umum di TPP. Keterkaitan dengan bentuk HLA tertentu, yang memainkan peran sentral dalam respons imun, menyiratkan penyebab sistem imun, tetapi tidak pasti apakah ini secara langsung menyebabkan TPP atau apakah hal tersebut meningkatkan kerentanan terhadap penyakit autoimun Graves.[1] Penyakit tiroidBentuk paling umum dari penyakit tiroid yang terkait dengan TPP adalah penyakit Graves, suatu sindrom akibat reaksi autoimun yang menyebabkan produksi hormon tiroid yang berlebihan.[5] PatofisiologiKelemahan otot dan peningkatan risiko detak jantung tidak teratur pada TPP merupakan hasil dari penurunan kadar kalium dalam aliran darah. Kalium sebenarnya tidak hilang dari tubuh, tetapi peningkatan aktivitas Na+/K+-ATPase (enzim yang memindahkan kalium ke dalam sel dan menyimpan natrium dalam darah) menyebabkan perpindahan kalium ke jaringan, dan menguras keberadaannya di sistem sirkulasi. Pada jenis gangguan kalium lainnya, keseimbangan asam-basa biasanya terganggu meliputi alkalosis metabolik dan asidosis metabolik. Sedangkan pada TPP, gangguan-gangguan tersebut umumnya tidak ada. Hipokalemia menyebabkan hiperpolarisasi sel otot, membuat sambungan neuromuskular kurang responsif terhadap impuls saraf normal dan menyebabkan penurunan kontraktilitas otot.[1] Pengaruh kerusakan genetik terhadap peningkatan aktivitas Na+/K+-ATPase masih belum jelas, tetapi diduga bahwa enzim menjadi lebih aktif karena peningkatan kadar hormon tiroid. Hipertiroidisme meningkatkan kadar katekolamin (seperti adrenalin) dalam darah, sehingga meningkatkan aktivitas Na+/K+-ATPase.[3] Aktivitas enzim ditingkatkan lebih lanjut oleh penyebab pencetus. Misalnya, peningkatan asupan karbohidrat menyebabkan peningkatan kadar insulin, yang diketahui mengaktifkan Na+/K+-ATPase. Setelah faktor pencetus dihilangkan, aktivitas enzim kembali ke tingkat normal.[1] DiagnosisPada serangan akut, TPP harus dibedakan dari penyebab lain seperti krisis miastenia, sindrom Guillain–Barré, mielopati akut (mis., mielitis transversa), miopati tirotoksik akut, paralisis kutu, dan botulisme.[6] Temuan hipokalemia dan pemulihan dengan pengobatan secara umum mengindikasikan untuk diagnosis kelumpuhan peridok hipokalemia, yang mana kemungkinan tirotoksikosis harus selalu dievaluasi, terutama jika tidak ada riwayat keluarga dengan kelumpuhan periodik. Setelah keadaan tirotoksik ditetapkan, pasien dievaluasi lebih lanjut untuk menentukan penyebab yang mendasarinya. Namun, jika tirotoksik tidak ditetapkan sebagai penyebabnya, elektrokardiogram (EKG) harus dilakukan untuk mengidentifikasi interval QT atau QU yang memanjang yang menunjukkan sindrom Andersen (bentuk gelombang 2).[7] PengobatanPada fase serangan akut, pemberian kalium akan cepat memulihkan kekuatan otot dan mencegah komplikasi. Namun, dalam pemberian harus dilakukan secara hati-hati karena jumlah total kalium dalam tubuh tidak berkurang, yang dapat menyebabkan "hiperkalemia rebound". Oleh karena itu, infus kalium klorida diberikan secara perlahan saat pengobatan lain dimulai.[8] Efek kelebihan hormon tiroid biasanya merespons pemberian pengeblok beta non-selektif, seperti propranolol. Hal ini dikarenakan sebagian besar gejala didorong oleh peningkatan kadar adrenalin dan efeknya pada reseptor adrenergik.[9] Serangan berikutnya dapat dicegah dengan menghindari faktor pencetus yang diketahui, seperti asupan garam atau karbohidrat yang tinggi, juga mengobati penyakit tiroid.[10] EpidemiologiTPP dilaporkan lebih sering pada orang Asia dibandingkan dengan etnis lain. Namun, terdapat laporan kasus TPP pada banyak kelompok etnis, termasuk penduduk asli Amerika (dari Amerika Utara, Tengah dan Selatan), Arab, hitam, putih, campuran hitam dan putih, dan Hispanik.[11] Di Jepang, penurunan kejadian TPP dilaporkan dalam penelitian yang membandingkan data dari tahun 1957 dan 1991; insidennya turun dari 8,2% menjadi 4,3% pada pria dan dari 0,40% menjadi 0,04% pada wanita. Perubahan ini dapat dikaitkan dengan pengurangan asupan garam dan karbohidrat dan peningkatan asupan kalium di Jepang selama periode tersebut.[12] Dari semua kasus yang didiagnosis di AS, distribusi etnis diperkirakan adalah 45% kulit putih, 24% Asia, 15,5% Hispanik, 7% penduduk asli Amerika, 7% Afrika Amerika dan 1% lainnya.[13] TPP lebih sering terjadi pada pria daripada wanita. Dalam ulasan dari 1.366 pasien Cina dengan tirotoksikosis, 13% laki-laki dan 0,17% perempuan melaporkan serangan kelumpuhan.[14] SejarahSetelah beberapa laporan kasus pada abad 18 dan 19, kelumpuhan berkala pertama kali dijelaskan secara lengkap oleh ahli saraf Jerman Carl Friedrich Otto Westphal (1833-1890) pada 1885.[15] Pada 1926, dokter Jepang Tetsushiro Shinosaki dari Fukuoka, mengamati tingginya tingkat penyakit tiroid pada orang Jepang dengan kelumpuhan periodik. Laporan berbahasa Inggris pertama, pada 1931, berasal dari Dunlap dan Kepler, dokter di Mayo Clinic; mereka menggambarkan kondisi pasien dengan ciri-ciri penyakit Graves.[16] Pada 1937, kelumpuhan periodik dikaitkan dengan hipokalemia, serta munculnya serangan terkait dengan glukosa dan insulin, dan fenomena ini telah digunakan sebagai tes diagnostik.[17] Propranolol diketahui dapat mencegah serangan.[18] Referensi
|