Share to:

 

Kemranggen, Bruno, Purworejo

Kemranggen
Negara Indonesia
ProvinsiJawa Tengah
KabupatenPurworejo
KecamatanBruno
Kode pos
54261
Kode Kemendagri33.06.13.2012 Edit nilai pada Wikidata
Luas316.0405 Ha
Jumlah penduduk1133 jiwa
Kepadatan... jiwa/km²
Peta
PetaKoordinat: 7°34′30″S 109°52′16″E / 7.57500°S 109.87111°E / -7.57500; 109.87111


Kemranggen adalah Salah satu Desa di Kecamatan Bruno yang berbatasan sebelah Timur dengan desa Gunung Condong kecamatan Bruno, sebelah Barat dengan Desa Pamriyan Kecamatan Pituruh, Sebelah Selatan dengan Desa Wonosido Kecamatan Pituruh, dan Sebelah utara dengan Desa Karanggedang serta Desa Cepedak Kecamatan Bruno. Di desa Kemranggen ini pernah terjadi peristiwa yang tidak semua orang tahu, yaitu di desa ini pernah di kibarkanya PANJI (Bendera Pusaka Merah Putih) dalam masa perang dunia ke II pada waktu itu Batalyon yang sekarang Batalyon 412 bermarkas di desa ini dan mengibarkan PANJI tersebut untuk yang pertama kalinya saat upacara peringatan HUT Kemerdekaan RI dan tempat di kibarkanya PANJI perjuangan tersebut di berinama " PENITEN " yang di artikan sebagai Pengetan / Peringatan bahwa di situlah pernah terjadi Peristiwa Pengibaran Bendera Sang Saka Merah putih oleh Batalyon yang sekarang Batalyon 412 Purworejo Tempat tersebut oleh Pemerintah Desa di rencanakan akan di bangun Tugu Peringatan dan juga di sana akan di jadikan Bumi perkemahan yang sudah lama juga di manfaatkan oleh masyarakat desa kemranggen sebagai tempat Upacara HUT Proklamasi RI dan juga sebagai tempat di pusatkanya Kegiatan berbagai macam Kegiatan Olahraga

Sejarah Desa Kemranggen

Penguasa Desa Kemranggen

Desa Kemranggen yang awalnya merupakan hutan belantara, dibuka menjadi sebuah Dukuh (Dusun) oleh Kyai Mranggi. Kyai Mranggi merupakan putra dari Kyai Dalem di Gunung Condong, yang pada waktu itu adalah seseorang dari daerah Mataram Ngayogyakarta. Beliau mengembara mencari penghidupan karena terdesak oleh tekanan dari bangsa Belanda, dan pada akhirnya sampai di daerah ini. Kyai Dalem membuka lahan dan tinggal di sebelah timur dari sungai (Desa Gunung Condong), sedangkan putranya Kyai Mranggi membuka lahan dan tinggal di sebelah barat dari sungai (Desa Kemranggen).

Diikuti oleh saudara dan sahabat-sahabatnya, hutan di sebelah barat dari sungai ini dijadikan tempat tinggal dan diberikan nama Dukuh (Dusun) Kemranggen. Nama dukuh tersebut sesuai dengan nama Kyai Mranggi, yang pekerjaannya adalah membuat warangka (tempat keris). Kyai Mranggi, hingga usia lanjut tidak memiliki keturunan. Oleh karena itu, di usianya yang tak muda lagi, oleh keluarga dipindahkan ke bagian timur sungai. Beliau pun, hingga saat-saat dijemput ajalnya, tinggal dan akhirnya dimakamkan di Gunung Condong.

Pada saat itu Dukuh Kemranggen terdapat pemerintahan dengan lurah yang pertama, Kyai Ragan Taka, dengan pusat pemerintahan desa di Loka Baya di daerah Si Mandung. Kyai Ragan Taka memiliki kekuasaan di Dukuh Karanggedang dan Dukuh Kemranggen. Kekuasaan ini dilanjutkan oleh penerusnya, lurah kedua Ki Udan Taka I (satu) dan lurah ketiga Ki Ketan Taka.

Mulai dari lurah ke-empat, dukuh Kemranggen berdiri sebagai desa sendiri yang terpisah dari dukuh Karanggedang. Ki Udan Taka II (dua), lurah ke-empat Kemranggen, menjabat kedudukannya hingga 30 tahun, dari tahun 1857 hingga tahun 1887. Setelah Ki Udan Taka II, lurah berikutnya dalah Ki Mangku Pawira yang menduduki kursi lurah selama 8 tahun, mulai tahun 1887 hingga tahun 1895.

Lurah ke-enam, Ki Krama Pawira menduduki kursi lurah selama 25 tahun, dari tahun 1895 hingga tahun 1920. Lurah ketujuh, Ki Rana Taruna menduduki kursi lurah selama 7 tahun, dari tahun 1920 hingga 1927, yang kemudian dilanjutkan oleh lura kedelapan, Ki Karta Pawira yang menduduki kursi lurah selama 40 tahun, mulai tahun 1927 hingga tahun 1967. Ki Karta Pawira, yang menduduki kursi lurah pada masa peralihan zaman Belanda, zaman Jepang, hingga masa-masa proklamasi kemerdekaan Indonesia, disebut-sebut sebagai ‘lurah plodrahan’ atau lurah peralihan.

Lurah kesembilan, Ki Sudomo yang merupakan putra Ki Karta Pawira, melanjutkan kursi lurah orang tuanya selama 22 tahun, mulai tahun 1967 hingga 1989. Kedudukan itu dilanjutkan oleh Nyi Hartati selama 8 tahun dari tahun 1990 hingga tahun 1998. Pada akhirnya, kedudukan lurah kesebelas diduduki oleh Ki Pargono, yang menjabat lurah desa tahun 1999 hingga tahun 2007, dan terpilih kembali sebagai lurah pada periode berikutnya, di tahun 2007 hingga tahun 2013. Untuk sesaat di periode tahun 2013 hingga tahun 2019, kedudukan lurah digantikan oleh Ki Sabdo, tetapi untuk periode tahun 2019 hingga tahun 2025, Ki Pargono terpilih kembali untuk menduduki kursi lurah untuk yang ketigakalinya.

Dusun di Desa Kemranggen

Desa Kemranggen terdiri dari empat dusun, yaitu Dukuh Kemranggen, Sawah Lor, Gablogan, dan Kaligadung.

Dukuh Kemranggen, yang lebih banyak disebut sebagai dukuh Krajan, disebut dengan nama demikian sejak 1970 bersamaan dengan kegiatan Panca Karya atau Lomba Desa. Dukuh ini terletak di lereng Gunung Gagar Nampu.

Dukuh Sawah Lor, yang memiliki nama lain Sumber Sari, merupakan tempat tinggal dari lurah ke-empat, yaitu Ki Udan Taka II.

Dukuh Gablogan, disebut dengan nama demikian dikarenakan sosok yang membuka dukuh di daerah tersebut bernama Kyai Gablog. Di daerah ini juga terdapat punden atau keramat Kyai Gablog yang memiliki kaitan cerita dengan Dukuh Kebukan di Gunung Condong.

Dukuh Kaligadung, yang terletak di daerah tertimur Desa Kemranggen, yang memiliki beberapa punden dan petilasan.

Tempat Punden dan Petilasan, Keramat Desa Kemranggen

  1. Punden Kyai Mandhung atau Kyai Ragan Taka di daerah Si Mandung.
  2. Makam Kyai Mranggi di kuburan Balakan, setelah dipindah dari Gunung Condong di tahun 1969.
  3. Mbah Gudhe dan Mbah Balak di kuburan Balakan.
  4. Mbah Tjempli di kuburan Balakan, yang membuat pakaringan di Tuk Kali Jurang.
  5. Mbah Braja Lumut di Si Robyong.
  6. Mbah Gablog di Gablogan.
  7. Mbah Jembrok, Mbah Karang, dan Mbah Munggang Sari yang terletak di Kaligadung.

Tempat Penting di Desa Kemranggen

  1. Gunung Gagar Nampu, daerah dimana banyak orang bertapa, hingga disebut sebagai tempat pertapaan.
  2. Peniten, yang berasal dari kata ‘niteni’ dalam bahasa Jawa yang berarti mengingat. Peniten ini merupakan sebuah pengingat, karena di tempat itulah dikibarkan bendera Panji Pusaka, bendera kemenangan atas perjuangan melawan Belanda. Perlawanan yang terjadi dua kali ini dilakukan oleh Markas Besar TNI Batalyon 412 Purworejo di Kemranggen, yang dipimpin oleh Jendral Sru Wardoyo. Perlawanan terjadi hingga bibi dari Jendral Sru Wardoyo, yaitu Eyang Sayid meninggal, sehingga dimakamkan di kuburan Balakan.

Adat Tradisi dan Budaya

  1. Adat tradisi seni dan budaya yang masih dilestarikan yaitu Nyadran Tandur, Nyadran Panen, Nulaki atua Suran di bulan Sura, Bersih Desa setiap tahun, dan Merti Desa setiap tiga tahun sekali setelah panen padi dan hasil bumi. Acara Merti Desa sangat diagungkan dengan kemeriahan Seni Tayub dengan adanya Tumpengan, Ambeng, dan Ancak yang dihias dengan berbagai makanan dan hasil bumi. Merti Desa 2007 warga Kemranggen membuat Ambeng dan Inkung ayam, dari 1.864 ekor ayam, dan pada Merti Desa 2009 warga membuatnya kembali dengan jumlah ayam yang lebih banyak, yakni 3.846 ekor.
  2. Seni budaya yang masih dilestarikan antara lain adalah Wayang Kulit serta Jaran Kepang dan Angguk.

Pertanian dan Makanan Khas

Warga Kemranggen bercocok tanam di ladang dan sawah dengan penghasilan karang kitri dan padi. Makanan khas Kemranggen adalah sega tiwul dan kluban (nasi tiwul dan urap atau gudangan).

Lurah Desa Kemranggen

  1. Ki Ragan Taka (Lurah Loka Baya, dengan wilayah Dukuh Kemranggen dan Dukuh Karanggedang)
  2. Ki Udan Taka I (Lurah Loka Baya, dengan wilayah Dukuh Kemranggen dan Dukuh Karanggedang)
  3. Ki Ketan Taka (Lurah Loka Baya, dengan wilayah Dukuh Kemranggen dan Dukuh Karanggedang)
  4. Ki Udan Taka II, menjabat dari tahun 1857 s/d 1887
  5. Ki Mangku Pawira, mulai tahun 1887 s/d 1895
  6. Ki Krama Pawira, mulai tahun 1895 s/d 1920
  7. Ki Rana Taruna, mulai tahun 1920 s/d 1927
  8. Ki Karta Pawira, mulai tahun 1927 s/d 1967
  9. Ki Sudomo, mulai tahun 1967 s/d 1989
  10. Nyi Hartati, mulai tahun 1990 s/d 1998
  11. Ki Pargono, mulai tahun 1999 s/d 2013
  12. Ki Sabdo, mulai tahun 2013 s/d 2019
  13. Ki Pargono, mulai tahun 2019 s/d 2025 (beliau menjabat untuk periode yang ketiga kalinya setelah dua periode berturut-turut kemudian di gantikan Ki Sabdo satu periode kemudian Ki Pargono terpilih kembali dan memimpin Desa Kemranggen untuk periode yang ke tiga)................................... by desakemranggen.com
Kembali kehalaman sebelumnya