Kerajaan Israel (Samaria)
Kerajaan Israel (bahasa Ibrani: ממלכת יִשְׂרָאֵל, Modern Mamlekhet Yisra'el Tiberias Mamléḵeṯ Yiśrāʼēl) adalah salah satu bekas negara penerus Kerajaan Israel Bersatu. Kerajaan ini berdiri dari tahun 930-an SM sampai sekitar 720-an SM, ketika kerajaan dikuasai oleh Kekaisaran Asyur. Kota-kota besar kerajaan itu Sikhem, Tirza, dan Samaria. Sejarawan sering merujuk Kerajaan Israel ini sebagai Kerajaan Utara untuk membedakannya dari Kerajaan Selatan atau yang disebut Kerajaan Yehuda, yang berpusat di Yerusalem. NamaDi dalam Alkitab Ibrani, Kerajaan Israel disebut sebagai " Rumah Yusuf ",[1][2] atau sebagai "Kerajaan Israel di Samaria".[3] Dalam prasasti-prasasti di luar Israel, disebut sebagai "rumah Omri" (Bit-Umri) misalnya di Mesha Stele dan prasasti raja Sargon II. WilayahKerajaan Israel terdiri dari teritori suku-suku Zebulun, Isakhar, Asyer, Naftali, Dan, Manasye, Efraim, Ruben dan Gad. Ibu kotanya adalah Samaria. SejarahKerajaan serikat merupakan kesatuan dari dua belas suku Israel yang hidup di wilayah yang saat ini merupakan Israel dan Palestina modern. Kerajaan ini berdiri dari sekitar 1030-930 SM. Setelah wafatnya Salomo (Sulayman) pada 931 SM, sepuluh suku di utara menolak menerima Rehabeam (anak Salomo) sebagai raja mereka, dan sebagai gantinya pada sekitar tahun 930 SM memilih Yerobeam, yang bukan dari garis Daud, sebagai raja mereka. Kerajaan utara kemudian dikenal dengan Kerajaan Israel atau Efraim (mengacu pada suku terbesar). Pemberontakan terjadi di Sikhem. Selama enam puluh tahun pertama, raja-raja Yehuda berusaha mengembalikan otoritas mereka terhadap kerajaan utara, dan terjadi perang yang terus berkecamuk di antara mereka. Selama delapan puluh tahun berikutnya, sudah tidak terjadi lagi perang terbuka di antara mereka, dan kemudian menjadi saling bersekutu, bekerja sama melawan musuh mereka, khususnya Damaskus. Israel berdiri sebagai sebuah negara merdeka selama kira-kira 200 tahun, hingga sekitar tahun 720 SM, saat ditaklukkan oleh Kekaisaran Asyur. Alkitab mengisahkan bahwa seluruh orang Israel dibuang, yang kemudian dikenal dengan "Sepuluh suku yang hilang". Namun, ada yang memperkirakan hanya seperlima populasi (sekitar 40.000) yang benar-benar dipindahkan dari wilayah mereka selama dua periode pengasingan di bawah Tiglath-Pileser III dan Sargon II.[4] Banyak orang Israel melarikan diri ke selatan ke Yerusalem, yang menjadi lima kali lipat lebih luas selama periode ini, sehingga didirikan sebuah tembok baru dan sebuah mata air (Siloam) yang disediakan oleh Raja Hizkia. Setelah kehancuran Israel, Yehuda masih bertahan hingga sekitar satu setengah abad hingga ditaklukkan oleh bangsa Babilonia. Raja-raja Israel
Dari tabel di atas, jika dihitung langsung dari jumlah tahun-tahun pemerintahan sejak raja Saul sampai Hosea (25 nama raja), maka Kerajaan Israel Utara berada di tangan bangsa Israel selama 328 tahun. Jika dihitung dari raja Yerobeam bin Nebat sampai Hosea (20 nama raja), maka lamanya Kerajaan Israel Utara berdiri adalah sekitar 208 tahun. Salmaneser V menyerang Samaria, tetapi Sargon II menulis dalam prasastinya bahwa ialah yang merebut Samaria. Alkitab tidak menyebutkan nama raja Asyur yang merebut Samaria. Lalu orang Israel diangkutnya sebagai tawanan ke Asyur. Sebagian dari mereka ditempatkannya di kota Halah, sebagian di dekat Sungai Habor di wilayah Gozan, dan sebagian lagi di kota-kota di negeri Madai.[5] KehancuranKejatuhan Kerajaan Israel terjadi sekitar April-September 723 SM.[6] Sesudah kejatuhan kerajaan, maka penduduknya dibuang ke wilayah Asyur dan Babel.[7][8] Pembuangan ini tidak terlepas dari ekspansi kerajaan Asyur yang bangkit sebagai kekuatan besar di dunia Timur Dekat Kuno pada awal abad ke-8 SM.[9] Secara teologis, pembuangan ini dimaknai sebagai hukuman Tuhan untuk ketidaktaatan raja-raja Israel.[10] Ancaman dari AsyurDi bawah pemerintahan raja Adad-nirari II (912-890 SM), Asyur bangkit sebagai kekuatan baru di dunia Timur Dekat Kuno.[9] Raja berikutnya, Asshur-nasir-pal II, (883-850) berhasil memperluas wilayah Asyur ke arah Barat hingga ke pantai timur Laut Tengah.[9] Di tempat inilah, posisi Asyur menjadi sangat strategis dan menjadi ancaman serius bagi negara-negara yang ada di Palestina dan sekitarnya.[10] Perang Melawan AsyurKeterangan di Alkitab memperlihatkan bahwa Israel beberapa kali melakukan pertempuran dengan Asyur.[9] Pertempuran pertama (853 SM) terjadi di Qarqar, di tepi sungai Orontes.[10] Pada pertempuran ini Ahab, raja Israel, berhasil menahan ekspansi Asyur yang dipimpin oleh raja Salmaneser III.[9][10] Setelah peristiwa ini, Israel menghadapi konflik internal yang ditandai dengan pergantian kekuasaan dari dinasti Omri ke Yehu.[10] Di bawah pemerintahan Yehu, konfrontasi Israel utara dengan Asyur dihentikan dengan jalan Yehu membayar upeti kepada Asyur, sebagaimana tercatat pada Prasasti Obelisk Hitam.[10][11] Pada akhir abad ke-8 SM, tekanan Asyur terhadap Israel Utara melemah.[11] Sebagian besar pasukan ditarik kembali untuk menghadapi serangan Urartu.[11] Situasi ini dimanfaatkan oleh Israel utara untuk bangkit dan mencapai kemakmuran di bawah pemerintahan Yerobeam II.[9] Akan tetapi, Asyur di bawah pimpinan raja Tiglat-Pileser III kembali menyerang wilayah Palestina.[11] Mereka berhasil menguasai beberapa wilayah Israel (2 Raja–raja 15:2; 16:5–9; Yesaya 7:1–7) dan mewajibkan Israel membayar upeti.[9] Kekalahan IsraelPada tahun 727 SM, terjadi pergantian kekuasaan di Asyur.[9] Salmaneser V naik takhta menggantikan Tiglat-Pileser III.[9][10] Situasi ini dimanfaatkan oleh raja Israel untuk memberontak.[10] Israel menolak membayar upeti dan mencari bantuan kepada So (raja Mesir).[10] Hal ini membuat Salmaneser V dan pasukannnya mengepung Israel.[9] Dalam pengepungan ini, raja Salmaneser V meninggal dunia dan digantikan oleh raja Sargon II.[9] Di bawah pimpinan Sargon II, Israel akhirnya ditaklukkan setelah dikepung selama 2 tahun.[9] Orang-orang Israel kemudian dibuang ke berbagai wilayah taklukan Asyur, khususnya ke Hala, Gozan, dan kota-kota Madai.[12] Sementara itu, agar Israel tidak kosong, orang-orang dari daerah lain yang ditaklukkan oleh Asyur, seperti dari Babel, Kuta, Awa, Hamat, dan Sewardim ditempatkan di Israel.[12] Taktik pembuangan seperti ini merupakan kebijakan politik Asyur untuk mencegah terjadinya pemberontakan dari bangsa-bangsa yang telah ditaklukkannya.[12] TulisanBeberapa tulisan yang muncul dalam kitab-kitab orang Israel menilai pembuangan ini sebagai bentuk hukuman Tuhan untuk ketidaktaatan mereka.[11][12]
Setelah keruntuhanKekalahan Israel dari Asyur membuat kerajaan ini hilang untuk selamanya.[9] Samaria yang yang menjadi ibu kota kerajaan ini memang terus ada, namun kebijakan politik Asyur membuat kota ini tidak lagi identik dengan Israel.[12] Orang-orang yang tinggal di dalamnya adalah bangsa campuran yang masing-masing memiliki ilah.[10] Ini jugalah yang membuat orang Yahudi di kemudian hari tidak pernah mengakui penduduk Samaria sebagai saudara mereka.[12] Referensi
Lihat pulaReferensiPustaka tambahan(Indonesia) Bob Phillips, "Find It in the Bible - Lists, Lists, and more List", Immanuel, Jakarta 2007 |