Share to:

 

Kerajaan Jeumpa

Kerajaan Jeumpa adalah salah satu kerajaan Islam di Indonesia pada abad ke-7 Masehi.[1] Pendiri kerajaan ini adalah Salman Al-Parsi.[2] Wilayah kerajaan Jeumpa mencakup wilayah Kabupaten Bireuen saat ini.[3] Kerajaan Jeumpa mengalami keruntuhan pada tahun 880 Masehi.[4]

Kerajaan Jeumpa

Juempa
770–880
Ibu kotaKuala Jeumpa
Agama
Islam
PemerintahanMonarki Mutlak
Raja Salman Al-Parsi 
Sejarah 
• Didirikan
770
• Dibubarkan
880
Sunting kotak info
Sunting kotak info • Lihat • Bicara
Info templat
Bantuan penggunaan templat ini

Wilayah

Wilayah Kerajaan Jeumpa meliputi perbukitan di sekitar sungai Peudada hingga Pante Krueng, Peusangan. Pusat kerajaan berada di desa Blang Seupeueng yang menjadi permukiman penduduk. Selain itu, Kerajaan Jeumpa memiliki kota pelabuhan yaitu Kuala Jeumpa. Wilayah ini memiliki banyak sungai besar yang menjadi tempat berlabuh dan berlayar kapal dan perahu.[5]

Kehidupan Masyarakat

Kerajaan Jeumpa merupakan kerajaan dengan pemukiman penduduk yang ramai. Pusat pemerintahannya yaitu di Kuala Jeumpa yang merupakan kota pelabuhan. Kota ini menjadi tempat persinggahan dan perdagangan yang strategis di Pulau Sumatera.[6] Selain itu, kerajaan ini termasuk dalam jalur perdagangan dan pelayaran Selat Malaka. Hal ini membuat kegiatan utama masyarakatnya adalah berdagang.[7] Kawasan perdagangan Kerajaan Jeumpa berada di pesisir utara Pulau Sumatera. Kerajaan ini menjalin hubungan diplomasi perdagangan dengan kerajaan-kerajaan yang ada di Pulau Sumatera. Selain itu, Kerajaan Jeumpa juga menjalin hubungan perdagangan dengan kerajaan-kerajaan yang berasal dari kawasan Arab, Persia, India, dan Tiongkok.[8]

Keagamaan

Kerajaan Jeumpa menjadi salah satu tempat penyebaran Islam untuk pertama kalinya di kawasan Nusantara.[9] Penyebaran Islam di Kerajaan Jeumpa terutama dilakukan oleh Bangsa Persia.[10] Penduduk Kerajaan Jeumpa menjadi muslim secara perlahan. Kerajaan ini sepenuhnya menjadi kerajaan Islam pada tahun 777 Masehi.[11]

Silsilah Raja

Raja pertama dari Kerajaan Jeumpa adalah Syahriansyah Salman Al-Parsi yang berasal dari Champia, Persia. Ia mendirikan kerajaan ini pada tahun 770 Masehi setelah menikahi seorang putri Aceh dari sebuah kerajaan Hindu purba.[2] Keturunan dari Syahriansyah Salman Al-Parsi menjadi Meurah atau penguasa dari kerajaan-kerajaan di Pulau Sumatera. Syahriansyah Salman mengangkat anaknya yang bernama Syahri Poli sebagai pendiri dan penguasa wilayah Poli. Selain itu, ia juga mengangkat anaknya yang bernama Syahri Nawi sebagai penguasa wilayah Perlak. Wilayah Poli kemudian berkembang menjadi Kerajaan Pedir, sedangkan wilayah Perlak berkembang menjadi Kesultanan Peureulak.[12] Anak tertua dari Syahriansyah Salman Al-Parsi yang bernama Syahri Tanwi menjadi pewaris Kerajaan Jeumpa, sedangkan anak termudanya yan bernama Syahri Duli menjadi raja di Kerajaan Indra Purba di Aceh Besar. Keempat anaknya menjalin hubungan kesukuan yang diberi nama Sukee Imum Peut (terj. Suku Imum Empat).[13]

Syahriansyah Salman Al-Parsi adalah keturunan nabi Muhammad dari jalur Ali bin Abi Thalib dan Husain bin Ali. Ini berdasarkan gelar "Syahri" yang dinisbatkan kepadanya. Gelar ini diberikan kepada keturunan Husain bin Ali dan putri raja Persia yang bernama Syahri Banun.[14]

Menurut silsilah keturunan Sultan-Sultan Melayu, yg dikeluarkan oleh Kerajaan Brunei Darussalam serta Kesultanan Sulu-Mindanao, Kerajaan Islam Jeumpa dipimpin oleh seorang Pangeran dari Parsia (India Belakang ) yg bernama Syahriansyah Salman alias Sasaniah Salman yg kawin dengan Puteri Mayang Seuludong serta mempunyai berbagai anak, antara lain Syahri Poli, Syahri Tanti, Syahri Nuwi, Syahri Dito serta Makhdum Tansyuri yg menjadi bunda daripada Sultan pertama Kerajaan Islam Perlak yg berdiri pada tahun 805 Masehi.

Menurut penelitian Sayed Dahlan al-Habsyi, Syahri merupakan gelar pertama yg dipakai keturunan Nabi Muhammad di Nusantara sebelum memakai gelar Meurah, Habib, Sayid, Syarief, Sunan, Teuku, serta lainnya. Syahri diambil dari nama istri Sayyidina Husein bin Ali, Puteri Syahri banun, anak Maha Raja Persia terbaru yg ditaklukkan Islam.

Rujukan

  1. ^ Kusniah 2018, hlm. 5.
  2. ^ a b Natawidjaja 2015, hlm. 57.
  3. ^ Almascaty 2013, hlm. 60.
  4. ^ Sulistiono 2014, hlm. 105.
  5. ^ Almascaty 2013, hlm. 61.
  6. ^ Almascaty 2013, hlm. 60–61.
  7. ^ Sulistiono 2014, hlm. 106.
  8. ^ Almascaty 2013, hlm. 62.
  9. ^ Nasution 2018, hlm. 64.
  10. ^ Nasution dan Miswari 2017, hlm. 178.
  11. ^ Nasution dan Miswari 2017, hlm. 180.
  12. ^ Almascaty 2013, hlm. 63.
  13. ^ Nasution dan Miswari 2017, hlm. 174.
  14. ^ Nasution dan Miswari 2017, hlm. 175.

Daftar Pustaka

Buku

  • Kusniah, Siti Turmini (2018). Kiaiku, Guruku, Jaringan Ulama. Jakarta: Direktorat Sejarah, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. ISBN 978-602-1289-85-3. 

Jurnal

  • Almascaty, Hilmy Bakar (2013). "Relasi Persia dan Nusantara pada Awal Islamisasi: Sebuah Kajian Awal Pengaruh Persia dalam Politik Aceh". Media Syariah. 15 (1): 53–67. 
  • Nasution, I. F. A., dan Miswari (2017). "Rekonstruksi Identitas Konflik Kesultanan Peureulak". Paramita: Historical Studies Jurnal. 27 (2): 168–181. 
  • Nasution, Ismail Fahmi Arrauf (2018). "Buku Panduan Pengkafiran: Evaluasi Kritis Tibyān fī Ma'rifat al-Adyān karya Nūr al-Dīn al-Ranīrī". Theologia. 29 (1): 59–84. ISSN 2540-847X. 
  • Natawidjaja, Danny Hilman (2015). "Siklus Mega-tsunami di Wilayah Aceh-Andaman dalam Konteks Sejarah". Riset Geologi dan Pertambangan. 25 (1): 49–62. doi:10.14203/risetgeotam2015.v25.107. ISSN 2354-6638. 
  • Sulistiono, Budi (2014). "Islam dan Tamaddun Melayu: Menatap Masa Depan". Sosial Budaya: Media Komunikasi Ilmu-Ilmu Sosial dan Budaya. 11 (1): 104–114. 
Kembali kehalaman sebelumnya